Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 2

Lonceng berbunyi sekali, menandakan kehadiran pelanggan baru. Lalu, disusul suara pintu yang tertutup.

Seorang pelayan toko yang sedang mengelap ujung cangkir menoleh dan menatap atensi seorang pria tampan bertubuh jangkung.

"Selamat datang, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" Katanya, seraya berjalan mendekati pria dengan mahkota berwarna pirang.

Adlar—Pria tersebut, menoleh dan tersenyum tipis. "Kurasa, aku ingin melihat-lihat terlebih dahulu," jawabnya. Dan kemudian melanjutkan langkah yang sempat terhenti.

Pelayan tersebut mengangguk, kemudian mengekori pelanggannya dari belakang, kira-kira berjarak 5 langkah. Memberikan ruang kepadanya.

Adlar menyusuri lorong toko perabotan makan tersebut, pada bagian kiri dan kanan tubuhnya rak-rak yang dipenuhi dengan beragam jenis alat makan nampak tertata dengan apik.

Ia kemudian terhenti di salah satu rak, tangannya meraih sebuah piring bundar bermotif mawar merah pada bagian tengahnya. Bagian pinggir piring tersebut ada jalinan daun berwarna hijau muda yang cantik. Piring itu sangatlah mengkilap hingga Adlar mampu melihat pantulan dirinya pada benda tersebut.

"Apakah ada satu set nya?" Tanya Adlar dan kemudian memutar tubuh untuk melihat sang pelayan, sebelah tangannya masih memegang piring tersebut.

Pelayan itu mengangguk, "Ada, Tuan. Sebuah teko, sepasang alat makan, sepasang piring dan juga sepasang cangkir beserta tatakan nya pula," balas pelayan itu disertai anggukan, berharap pria ini berminat membeli.

"Aku beli semuanya," balas Adlar cepat dengan senyuman yang terus saja terulas diwajahnya, pelayan perempuan itu mengangguk dan kemudian membungkuk, usai berkata bahwa dirinya akan kembali, ia beranjak pergi.

Adlar menghela napas tipis, ia kemudian meletakkan piring keramik itu kembali ketempat nya ketika ponsel yang berada pada saku bergetar, menandakan sebuah notifikasi masuk.

Ia merogoh saku, dan menatap layar ponsel. Senyuman kembali menghiasi wajah Adlar ketika ia membaca pengirim pesan tersebut. Dengan cekatan ia mulai menulis pesan balasan, lalu mengantongi benda persegi itu lagi.

Jujur saja, Adlar bukanlah tipikal pria yang mudah tersenyum, bahkan bisa dikatakan ia cenderung dingin dan minim ekspresi. Entah, euforia macam apa yang sudah dibentuk oleh seorang Keiko Matsushita padanya.

Janji makan malam romantis, katakanlah candle light dinner seperti yang banyak dilakukan oleh pasangan diluar sana. Walaupun, sejatinya kedua insan ini sama-sama menaruh rasa. Namun, mereka masih menikmati masa-masa indah pendekatan ini bak murid SMU.

"Tuan, barang pesanan Anda telah siap." Atensi pelayan tersebut sukses membuyarkan lamunan Adlar, ia menatap gadis muda disebelahnya dan kemudian mengangguk.

Kembali lonceng yang dipasang pada pintu depan itu berbunyi, disusul dengan ucapan, silakan datang kembali, dari sang pelayan.

Adlar mulai melangkahkan kakinya, berjalan menjauhi toko perabotan makan keramik tersebut dengan sebuah kardus. Memegang benda tersebut dengan posisi memeluk.

Ia berjalan dengan perasaan senang yang sangat membucah dalam relung dadanya sekalipun hal tersebut tak nampak pada wajah tampan nya.

Pria berusia awal 20-an ini mulai memasuki daerah perumahan yang letaknya memang tak jauh dari pusat kota. Tempat dimana ia membeli sebuah rumah pribadi untuk ia tempati seorang diri—mengingat dirinya sudah tak punya siapapun di Jepang.

Ia meletakkan kardus yang ia bawah didepan pintu ketika kedua irisnya bergulir memperhatikan seisi ruang tamu yang akan segera ia rombak.

Adlar bergumam, "Mari kita mulai." Katanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro