Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6. Blood Rush

Lama kelamaan acara undangan beralih menjadi arena gladiator. Memang benar para tamu ini kerumunan lingkup kriminal. Siapa mereka, Rogelio tidak tahu. Namun, yang pasti dari balik kostum penyamarannya—bau anyir darah tercium dari dekat. Hal mengerikan ini sudah tak asing lagi bagi Rogelio.

Di darkweb ia menyimpan banyak nama samaran. Untuk orang terdekat, ia dipanggil Rogelio Garza. Banyak julukan mengacu kepadanya, jauh sebelum menikahi Zeralda La Rue. Salah satunya, si dokter gila dan mereka tidak salah. Dia memang gemar eksperimen terkait organ vital manusia. Pesan Rogelio untuk dirinya sendiri adalah jangan sampai di rumah pisah ranjang, gara-gara lambat pulang. Itupun mungkin setelah dijewer, sumpah tragis mengambil peran suami. Selepas lampu mati dan menyumpahi keputusan datang ke undangan, kemudian disusul seorang pria berkostum ala komik datang meneriakan pertolongan. Panggilan tersebut mendesaknya menjadi dokter forensik untuk memeriksa Tuan dan Nyonya Foster. Hasilnya kejanggalan banyak terjadi di rumah besar ini.

Jangankan untuk memikirkan bukti yang tersimpan di balik jas putihnya, sekarang keadaan gawat sudah menyebar ke mana-mana. Sosok Zeralda yang ia yakini pun ikut menghilang di antara kerumunan tamu. Speaker sialan tersebut berulah membuat situasi tambah kalang kabut. Terakhir ia benci mati lampu! Dari sanalah Rogelio harus menahan agar tidak ikut frustasi mendengar teriakan tamu-tamu yang menggema. Tamu wanita tak ia kenal, bersimbah genangan darah. Jangan bilang itu Zeralda! Mencoba mendekati mayat tersebut. Namun, pengeras suara sialan sudah memulai apa yang mereka hendaki tadi. Seperti penonton, sekaligus pemain pertunjukan berdarah.

Wah-wah penghakiman kejam.

Terbawa arus panik. Rogelio mau tak mau ikut, sambil jaga jarak karena dia tidak bawa senjata tajam. Semakin besar grup, maka besar kemungkinan si istri bisa ditemukan cepat. Senter gagang perak menyinari setiap koridor, sedangkan yang lain menggunakan penerangan ponsel cerdas. Baru saja, memikirkan siasat untuk ke depannya. Suara langkah kaki yang berdentuman di atas karpet beludru tiba-tiba senyap, seolah ada yang memblokir pelarian mereka. Melongok diam-diam dari balik dinding di belokan. Ah, ternyata percuma lari—tamu yang haus darah menarik tali tenaga mesin gergaji. Pembunuh itu juga tak kalah seram, baju compang camping dan figur haus darah. Penerangan dari ikatan di dahi si pembunuh pun menyilaukan mata. Selanjutnya adalah teriakan kesakitan memenuhi koridor tersebut. Terpaku oleh kesaksiannya, Rogelio hanya bisa menyenter pembantaian dari jarak jauh.

"Tolong kami!" Si pria sebayanya mencoba meminta bantuannya untuk menahan pelaku.

Sebagai balasannya, air mukanya tersungging senyuman maha licik. "Itu masalah kalian."

"HEI! JANGAN PERGI!" Iblis di depannya panen skor. Organ vital mereka habis-habisan dibelah bagaikan kayu. Yang kehilangan fungsi terbesarnya, yaitu menghasilkan miliaran dollar. Berlahan mundur dari koridor yang kini bergenangan darah dan mayat. Dia tak peduli omong kosong mereka. Berjalan cepat dari lorong sunyi di mana jendela menampilkan kilat badai. Bulan yang takut ditelan awan badai pun tak nampak wujud. Tidak sempat lagi memperhatikan pigura berisi anggota keluarga Foster di sepanjang aksi pelarian diri. Ini malapetaka di tengah pulau antah berantah.

Namun, kesabaran dan keberuntungan Rogelio berlangsung singkat.

"Akhirnya mangsa milikku!"

"Bagus! Sekarang apa?" Rogelio mulai punya firasat soal karma akibat perbuatan buruk. "Teman, kita bisa menyelesaikan masalah ini dengan cara yang beradab."

"Beradab?" Tamu muka sangar tersebut meludahi lantai. "Persetan dengannya. Kemari! Biar aku jadikan kau suvenir tas kulit manusia."

"Hadiah yang mereka sebutkan itu nominal kecil!" Rogelio mengambil langkah dengan tenang dan waspada. "Tuan bisa saja ditipu!"

"JANGAN MENDIKTE!"

"Aku seorang dokter. Haram hukumnya membunuh tenaga kesehatan."

Geraman demi geraman membawa horor bagi siapapun yang berhadapan dengan manusia yang ukurannya tak normal dan postur tubuh yang kaya lemak.

Listrik tak kunjung memberi kabar gembira. Rogelio tidak punya taktik lain, selain berhadapan dengan banteng asal Spanyol ini. Di bawah naluri predator—pria berbadan kekar menerjang maju. Rogelio dengan gesit menghindari terjangan tubuh gendut si banteng Spanyol. Perjuangan dalam atmosfer gelap dan debuman lantai menambah rintangan untuk indra pengeliatannya di saat setengah buta arah untuk mengulur waktu. "Kita tuntaskan apa yang kau mulai!"

Tamu asal Spanyol tersebut berubah arah setelah menabrak dinding posisi Rogelio yang lalu. Namun, sekarang masalah terbesarnya timbul, orang spanyol tersebut mengeluarkan bahasa asal kotanya dengan emosi membara. Walau tak memahami keseluruhan kalimatnya, Rogelio masih sempat tertawa melihat pisau pemotong daging diacungkan.

Dalam sekejap mata, si banteng maju dan hampir membacok rongga kiri, jika tidak ditahan sekuat tenaga.

Pergulatan seru ini baru setengah dari perkiraan Rogelio.

Tangan kiri banteng yang leluasa meninju rahangnya. Cengkeraman menahan pisau daging yang biasa dipakai penjagal hampir longgar. Dalam keterbatasan tenaga menahan pisau dan didukung oleh otot gagah perkasa punya si banteng, tampaknya jelas—kalau bertahan dalam posisi berbahaya begini maka salah satu dari mereka akan tewas mengenaskan.

Jadi, Rogelio mendorong paksa maju hingga si banteng terpojok ke dinding. Jangan menyangka sangat mudah. Ini trik dengan tingkat kesulitan tertinggi, menggunakan seluruh tenaga fisik guna menyeimbangi tubuh yang dominan lemak tersebut. "Apa kau mampu bertahan seperti ini, nak?" Seringai manusia banteng sangat menjengkelkan.

Dengan keterbatasan bahasa inggrisnya si banteng masih sanggup mengejek. "J-jangan salah sangka badut jelek!" balas Rogelio bergetar mengadu kekuatan saling dorong-mendorong. Serta dua bahaya menanti di masing-masing sisi tubuh Rogelio. Pisau ataupun tinju tersebut pasti amat menyakitkan.

"Akan kucabik-cabik kulitmu!" kata si manusia banteng amat sangat percaya diri.

"Sombong membuat siapa pun lengah." Lalu tanpa diduga, Rogelio mengayunkan tendangan dengan segenap kekuatan tepat ke penyangga kaki kiri lawan. Alhasil, daya otot musuh melemah dan sebagai dokter ia mampu memanfaatkan profesinya dalam ilmu bela diri. Kedua tangan banteng melemah oleh alunan pekikan sakit. Melepaskan cengkeramannya pada kedua pergelangan musuh, ia menendang ulu hati banteng yang berlutut sebelah kaki. Terakhir Rogelio pakai untuk mengakses tendangan terakhir yang menukik tajam ke arah dagu musuh. Ujungnya banteng terkapar di lantai dan pingsan. Degupan jantung Rogelio mulai menetralkan laju napas. Sehabis itu, mengalihkan memusatkan ke pisau pemotong daging milik si banteng. Lantas Rogelio memungutnya, memandangi sebentar, "Bagus kalau kau bisa memakainya dengan cara yang benar." Pisau tak berguna akhirnya dibuang ke sembarang arah oleh Rogelio.

Pergelutan singkat tersebut berakhir. Membereskan barang-barangnya sempat jatuh berserakan dan jas putihnya kusut. Namun, ia lupa. Energi si banteng itu akan musnah kalau terbujur kaku di lantai. Sial! Baru dipikirkan dan mimpi buruk itu terulang.

"Jangan senang dulu anak muda!" Kedua bahu Rogelio dicengkeram dari belakang. Alih-alih mengangkat tubuhnya saja, ia bahkan dilempar ke sebelah lorong. Bak kapal pecah belah, kursi sofa berguling ke arah samping akibat benturan keras. Sebagaimana cahaya remang-remang membuat semua cukup sulit memproses lokasi pendaratan. Ada pun di posisi perapian, tidak banyak membantu. Diserang pening satu kepala, ia gila sebab mencoba berdiri bangkit menghadapi kekuatan yang dua kali lipat. Ini bukan ukuran manusia normal. Kepalanya berdenyut-denyut, walau cahaya kecil berasal dari perapian.

Cairan disertai nyeri kecil bisa ia rasakan, Rogelio tahu ini darah yang mengucur dari pelipis. Semenit dari usaha ancang-ancang menghadang serangan. Bagian terburuknya adalah tinju banteng sudah menyusul.

Kali ini auman banteng memekak telinga. Ini dia binatang yang lahir dalam wujud manusia menangkap lehernya dalam cekikan telapak tangan nyaris bukan ukuran manusia normal! Fatal, Rogelio sulit berpikir di saat posisinya terhimpit di dinding mansion super megah tersebut. Lorong panjang tersebut malah menambah kesulitan melihat dalam gelap. Terutama senternya yang tergeletak di lantai seberang lorong menyoroti mata Rogelio yang silau. Tak aral si manusia banteng juga meninju pipi tangkapannya bolak-balik. Kostum topengnya terlepas jatuh. Rasa asin mulai terasa nikmat di mulut. Akibat dari tinju besi manusia banteng, hidungnya terasa mengeluarkan sensasi terbakar ketika meraup oksigen.

Belum menyerah, Rogelio berani melempar tenaga, tapi dengan sigap musuh menangkapnya dan denyutan nyeri kembali tak tertahankan. Agak disayangkan wajahnya memar gara-gara ide briliannya lambat muncul, sementara detik kian terkikis oleh cekikan kematian. Ia tertawa-tawa, bisa-bisanya dia bodoh di saat nyaris mati.

"MATILAH KAU!!!" kecam manusia banteng ini.

Suara kikikan Rogelio berhenti. "Kepalamu lepas."

Tanpa disadari manusia banteng. Rogelio punya banyak trik licik. Secara tak terduga, menyembunyikan senjata kecil dari balik lengan baju. Mata hitam yang dingin—mata psikopat—melototi si banteng spanyol. Senyum bengis tersungging sembari menghujamkan pisau bedah ke arah tenggorokan musuh sebanyak 3 kali dalam ritme kecepatan yang mirip. Hal tersebut tak dapat diprediksi oleh manusia banteng.

Cekikan tersebut lepas, manusia banteng terengah-engah mencari oksigen—yang membuat darah muncrat kemana-mana, seolah mendambakan ruang untuk bernapas kembali. Menutupi dengan tangan super kuat pun tak berguna, tak akan ada yang menolong ketika tenggorokkan itu kering kehabisan cairan sumber material penting. Menarik napas panjang, dalam gelap Rogelio mendapat kilau perak yang menarik matanya. Ketika di dekati, ternyata kapak tak ada guna yang dipajang pemiliknya. Banteng Spanyol membalalak menyaksikan Rogelio berjalan ke arahnya, sembari menyeret kapaknya.

Kalah telak, oksigen sudah habis tenaga untuk dipompa oleh paru-paru. Lawan berlutut, miris. Mengundang simpati, namun yang Rogelio mengerti adalah, "Esto es el infierno." 1ini adalah neraka.

Mata pria yang ia sebut banteng itu membulat sempurna. Mengangkat tinggi-tinggi kapaknya ke udara. Dalam sorotan senter yang silau, bayangan hitam itu menunjukkan pemenggalan. Kepala banteng pecah, otaknya mengeluarkan air terjun darah. Dipenggal sekali lagi, tulang tenggorokan tersebut tidak membentuk penyangga leher dan menggelinding jatuh mengenai ujung kaki Rogelio.

Mulut banteng menganga, sedangkan sisa mayat manusia banteng menyemburkan air mancur. Kepala musuh yang mencoba mendapat hadiah dan akhir yang tragis. Sosok yang berdiri di tengah lorong, membentuk bajingan bengis yang selama ini ditahan untuk tidak muncul. Masa bodoh, lantas Rogelio memungut topeng dari Jepang yang ikutan bersimbah darah. Jas putihnya juga tak lagi steril. Tak penting lagi pakaian yang cukup membuat sakit mata kaum hawa. Topeng Semimaru-nya Rogelio terpaksa harus dibuang begitu saja. Sekarang timbul rencana di kepala Rogelio. Di mana istrinya? Saatnya pulang ke rumah.

***


Area manapun gelap gulita. Lilin yang sempat tertata rapi di setiap meja di lorong, sekarang terlempar saat bertarung tadi. Rogelio kembali mengambil senter miliknya. Lihatlah tempat ini, berantakan dan hampir jadi rumah hantu. Masa bodoh, pertama-tama dia harus menemukan Zeralda dari pintu ke pintu. Atau mungkin wanita itu mencoba untuk bersembunyi? Paling dekat dengan meja makan adalah dapur dan gudang penyimpanan bahan masak. Baiklah putar arah. Tebakan yang pertama adalah pintu yang menarik perhatian Rogelio. Memasuki area dapur, area ini kosong dan tidak ada pelayan sama sekali. Aneh, pikirnya. Ditambah ada pajangan lukisan penuh pembantaian orang-orang masa kolonial.

Kenop pintu bergaya antik itu diputar ke kanan, sudah pasti tidak kunci. Menuruni tangga berkelok menurun. agak terjal, lembab dan yeah... berhantu, omong kosong. Rogelio tersenyum gembira. Ini baru namanya kehidupan setelah membantai di tengah acara perburuan. Rak-rak botol anggur terlalu menarik minat. Lain halnya dia memilih salah satu gentong dan mengambil gelas Wine dari salah satu rak menggantung. "Sumpah, mereka terlampau kaya," komentarnya kagum.

Curi beberapa tegukan tidak akan membuat mabuk. Sebaliknya dengan sisi penasaran, keran yang ia putar tak mengeluarkan anggur merah. Malah mendapat suara berderit yang amat kencang dan berubah menjadi gema mengerikan. Makin ke sini, ternyata rasa penasarannya berubah arah. Tidak tanpa satu tegukan dari botol anggur yang sempat ditolak. Rogelio di permainkan sama asal suara tersebut. Mempelajari situasinya yang sudah-sudah, ia tahu hanya ada satu cara untuk mencari tahu. Mirip mulut gua, tetapi berubah fungsi ketika memasukinya. Seluruh area saja lebih gelap, lembab, dan suara sunyi memberitahu untuk menyingkir dari sana. Terutama bau gudang yang tajam. Meja autopsi yang tersenggol berderit nyaring, lalu menggema.

Ada pun komputer, tetapi tidak berfungsi. Tirai-tirai plastik menutupi banyak sekat ruangan. Netra Rogelio menemukan banyak hal, lantai becek dan tercium bau amis dari belakang. Yang paling menarik minatnya adalah patung yang dibiarkan terisolasi. "Apa itu?"

Patung yang sepertinya terbuat dari kayu, tapi bukan kayu. Rusuk-rusuknya mencuat, dilihat lagi tampaknya manusia dengan kepala botak. Sungguh aneh dengan cara yang kuno. Ini hanya tebakan. Bisa jadi lebih tua dari yang ia perkirakan. Rogelio meneguk sedikit anggur merah dari botol. Sudah cukup ekplorasinya, seekor tikus lewat. Refleks gelombang saraf terkejut, sontak melepaskan botol kaca ke lantai dan pecah menjadi beling. Sudah gelap untuk melihat, senternya malah menangkap penampakan tikus tidak punya pekerjaan. Menoleh ke samping, Rogelio mendapati refleksi kepala dan wajahnya mandi darah. Setelah ini ia akan mencuci wajah di lantai atas.

Keluar dari lab tersembunyi tersebut. Ada satu hal yang membuat ia ragu. Bagaimana jika rumah besar ini ada teroris? Wah, justru itu lebih baik daripada menemukan hal gaib berseliweran bebas. Mencapai area teratas tangga. Rogelio bisa menebak suara wanita yang pernah satu ranjang dengannya. Menemukan di balik pintu, ia bisa saja dituduh pembunuh berdasarkan todongan shotgun, pistol, dan SIG Sauer P226 mengarahnya. Bagaimana tidak di saat penampilan bermandikan hujan darah, serta jas dokter yang tengah dipakainya tak lagi berpenampilan seksi.

"Darling—"

"Rogelio?"

Pukulan Zeralda ke wajahnya yang sudah memar tidak membantu membereskan keadaan perawakan Rogelio yang berantakan. "Sial!" Terlalu gegabah bagi Rogelio bertindak secara naluri untuk mendekap tubuh wanitanya. Jangankan dapat kalimat sayang. Sepertinya ia juga akan dapat omelan jilid ke-50. Serta tuduhan selingkuh di acara selebriti kriminal darkweb. Semuanya jelas. Mereka pasutri dengan pekerjaan rahasia di belakang bahtera rumah tangga. "KDRT."

"Keith, pria itu seperti dokter pas peristiwa tuan dan nyonya Foster itu tadi," bisik seorang gadis ke telinga pemuda berambut warna dirty blonde.

"Kebetulan sekali," jawab Keith berniat mencari tahu kabar tentang rumah besar Foster dari pasutri ini.

Mencibir, Zeralda meludahkan kalimat yang membuat Rogelio tertohok, "Rogelio Garza, seorang dokter ahli bedah berprestasi dan telah diakui namanya. Ternyata datang ke undangan deepweb untuk mencari gadis-gadis cantik sebagai bahan percobaan—eh atau selingkuhan? Tuan Garza sepertinya kita memang perlu bicara. Berdua."

"Aku tidak mencari gadis-gadis untuk seling—" Perhatian Rogelio tersita kembali oleh pemuda-pemudi. "Sorry honey, tapi aku harus bicara dulu dengan mereka—Maaf siapa kalian?"

Zeralda bersedekap marah, karena masalah mereka tak cukup untuk membuat Rogelio terfokus padanya. Di samping itu perawakan Rogelio yang bermandikan darah tampak mengakibatkan gadis remaja tersebut waspada.

"Aku Aruna dan dia Keith," jawab Aruna fokus dengan sesi pertama kali ini.

Keith lantas bertanya soal kecenderungan sebuah kebetulan di mana sama-sama profesi kriminal bisa ada yang mengikat jiwa. "Jadi, kalian sudah menikah?"

Hendak menjawab pertanyaan Keith. Rogelio mendahului istrinya yang baru saja buka mulut, "Kami menikah sudah empat tahun." Sembari menyambar pergelangan tangan kanan Zeralda, untuk memperlihatkan kepemilikannya. Berada di titik ini Zeralda termangu menatap wajah Rogelio.

"Pasti hari besok-besoknya tidak semanis malam pertama, ya?" Aruna diam-diam menahan kekehan.

Melirik terang-terangan ke arah Zeralda, Rogelio mengusap wajahnya yang penuh darah lengket. Apalagi lelah mengalah dengan sang istri sudah jadi makanan sehari-hari. Makanya, ia suka lembur di rumah sakit, daripada tidur di sofa. "Begitulah anak-anak, makanya kusarankan jangan menikah—AWW."

"Ngomong apa tadi?" Netra Zeralda kembali menusuk keberaniannya.

"Tidak, ampun," mohon Rogelio meringis sakit di bagian tulang rusuk kanan. "Tapi, bukankah kalian terlalu muda untuk jadi kriminal."

"Lalu, apa yang membuat kau jadi suci dengan sok menghakimi?" Aruna memandang rendah di balik kacamata yang sudah sepaket dengan kostumnya. Cukup tersinggung oleh ucapan Rogelio.

"Oh maaf, nona kecil. Aku jadi terpikir ulang soal tidak ada batasan umur untuk jadi seorang kriminal, benar kan Zera?" sarkasnya sembari melirik Zeralda yang tengah melotot tajam.

"Untuk sesama penyintas biar kuberi nasihat untukmu Tuan Garza, jangan asal mengomentari penampilan luar orang lain." Aruna tersenyum sinis. "Dari pada di sini, bukankah kalian seharusnya mengurus anak di rumah?"

"Aku belum punya satu," jujur Zeralda terang-terangan. "Masih dalam tahap program keluarga berencana."

Mendengar mereka bersilat lidah, Keith memimpin diksusi terkait posisi mereka yang cukup mendesak, "Melihat di situasi ini yang sama-sama penyintas. Bukankah lebih baik kita berbagi infomasi keadaannya?" timbang Keith mengarahkan pemikiran mereka ke status terkini mansion Foster.

"Benar, soal itu. Sebaiknya kalian tidak ke arah bagian utara, aku di sana hampir mati di hadang kriminal baju compang-camping, sialnya dia bawa gergaji mesin," usul Rogelio agak kesal mengingatnya.

"Baik, kami catat itu di pikiran," ucap Keith berterima kasih. "Bagaimana lantai atas?"

"Kalau aku jadi kalian, aku tidak mau dikejar-kejar pemburu skor," sahut Zeralda mengingat ketika bersembunyi di kamar.

"Bagaimana dengan arah timur?" Aruna masih ingin tahu mengenai seluk-beluk sekitar lorong pembantaian.

"Kami berdua juga belum mengetahuinya sebanyak itu, maaf," jawab Rogelio masih abu-abu.

"Baiklah, kalau tak hal penting tolong jangan ke tengah ruang utama mansion. Di sana ricuh," sambung dari Keith.

Bertukar infomasi dan pendapat. Bisa dipastikan semua sudut Mansion Foster sudah dikuasai oleh kelompok terkuat. Berdasarkan kesimpulan keempat penyintas, hanya bagian Selatan yang aman dari orang-orang yang mengejar skor tertinggi.

Jabat tangan Rogelio di sambut baik oleh Keith. "Kami berterima kasih dengan idemu."

"Sama-sama, aku dan Aruna juga bersyukur oleh keramahan kalian."

"Kalau begitu terima kasih atas makanannya, nyonya Zeralda," tutur Aruna.

Pas begitu Keith dan Aruna pamit meninggalkan dapur besar dengan membawa serta kantong makanan kaleng. Kegelapan berputar dalam pandangannya, Rogelio merasakan nyeri dan berkecamuk. Terlebih sensasi patah tulang sempat jadi pikirannya.

"Roge, kita perlu bicara soal hari ini." Melihat Rogelio pertama kalinya kurang baik, kemarahan Zera mulai luluh. "Bagaimana kau bisa tahu bagian selatanlah yang paling aman?"

"Aku juga tidak tahu. Tetapi firasatku memang berkata demikian." Rogelio menempatkan tas kulit jinjing. Mengeluarkan kotak kecil P3K, sementara Zeralda menaruh senternya di atas meja dan di dirikan menghadap langit-langit untuk membuat seluruh ruangan tampak terang.

"Lalu, kau datang untuk undangan deepweb itu, kan? Kau percaya begitu saja, tanpa membawa senjata?" Zeralda menetapkan kecurigaannya, bagaimana peristiwa ini terjadi dalam hitungan singkat. "Roge?"

"Mana tahu kalau begini akhirnya. Bodohnya aku tidak membawa senjata tajam, tidak seperti dirimu yang serba pintar dan membawa shotgun." Entah kenapa suaranya meninggi. Rogelio terbengong oleh tindakan impulsif dan berjalan ke arah wastafel. Membasuh wajah dari cairan merah pekat yang lengket. Satu-persatu kejadian di rumah besar Foster diputar mengulang seolah pita film kaset rusak.

"Kau kriminal bodoh atau setengah komedian? Apa selain itu tujuanmu cari mangsa untuk bahan percobaanmu?" tanya Zeralda mengintrogasi.

"Demi Tuhan aku tidak selingkuh! Kedua, mengapa kau terus-terusan menanyai soal tujuan—"

"Perdebatan kalian seru juga." Suara berat yang datang tiba-tiba menyela, sontak mengkagetkan Rogelio. Jika di perhatikan, Zeralda tampak tidak terkejut, maupun bertindak dalam kuda-kuda pertahanan diri. Sosok seperti artis film the matrix tersebut menyeringai dalam balutan atmosfer gelap.

Part ini ditulis oleh mosttragic dalam sudut pandang karakter Rogelio Garza.

______________

Rogelio Garza

Umur: 30 Tahun
Profesi: Dokter
Senjata: Kapak
MBTI: INFP
Hobi: Praktek Bedah

Kostum utama Rogelio yaitu Topeng Semimaru,
dipadankan dengan jas pesta dan jas dokter bedah di saat bersamaan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: