Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17. Who is The Mastermind?

"Berapa kali wanita ke kamar mandi dalam sehari?"

"Untuk apa kau menanyakan itu?" tanya Floyd dengan sebelah alis terangkat memandang Roge dengan aneh.

"Tidak apa-apa. Aku hanya berpikir, ini sudah ketiga kalinya Zeralda ke kamar mandi. Dan anehnya meminta Nona Arabella menemaninya, agak di luar tabiat galak istriku," ucap Roge meregangkan lehernya. Ah, lama-lama dia bisa terdiagnosis tekanan darah tinggi dengan leher kaku dan tegang jikalau terus-terusan berada di tempat ini.

"Mereka mungkin memiliki sesuatu untuk dibicarakan. Yah ... kau sepertinya terlalu mencintai istrimu, kan? Jenis cinta yang tak terpisahkan," ujar Floyd santai ketika gerakan peregangan Roge berhenti, beberapa detik terdiam lalu terkekeh kecil setelahnya.

"Ya, kau benar. Aku sangat—tepatnya kami memang saling mencintai, jangan lihat dia yang akan menebas orang dengan tatapannya saja. Zeralda sebenarnya adalah wanita yang baik, dan sedikit pemalu?" Roge memiringkan kepalanya, menggali ingatan di tiap momen-momen saat Zeralda berhasil membuatnya ingin mencubit gemas kedua pipi wanita itu.

"Cinta terkadang membuat sebagian orang konyol," bisik Floyd pelan tanpa terdengar Roge, dia menggelengkan kepalanya sembari berdecak tidak habis pikir. Ruas-ruas waktu yang hampir saja memicu keheningan terhenti tatkala gadis berstatus kekasih Floyd kembali membawa kemasaman yang jelas di semburat wajahnya yang bergelung muram.

Arabella menghentakkan kakinya dan memandang Roge. "Istrimu terlalu menyebalkan! Yang benar saja dia mengataiku seperti itu," pungkas Arabella yang hampir membuat Roge tersedak. Gadis ini ... datang-datang menodongkan jarinya padanya.

"Istriku? Zeralda?"

"Kau punya istri lain? Jelas saja dia!" celetuk Arabella ketus dan duduk di samping Floyd. Dia akhirnya terdiam, nampak bertikai dengan emosi dan pikirannya yang menghanyutkan utuh suasana hati yang sempat renggang setelah sebelumnya terhimpit beban berat mengingat Kasha dan Floyd. Namun, sayangnya tak bertahan lama rasa kesal itu tersapu, Zeralda dengan tak tahu malunya datang dan melemparkannya setumpuk tuduhan yang sama saja mengusapkan sejenis kotoran ke wajah Arabella.

Gadis itu mengabaikan Floyd yang sejurus kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan karena merasa gagal tuk kesekian kalinya mengungkap tabir di balik binar mata gadis itu yang selalu saja berselendang kabut misteri. Hal ini membuat telinga Arabella jengah, apalagi menanggapi semburan napas yang serasa bak bara api dari neraka baginya, bagaimana tidak? Floyd terlalu dekat dengan telinganya untuk sekedar menanyakan hal seperti 'Apa yang Zeralda katakan padamu?' yang diakhiri 'Perempuan memang merepotkan' dan refleks disetujui oleh Roge di sebelahnya dengan berbisik—takut jika perut atletisnya menuai memar lagi dari Zeralda.

Ah, ya ... berbicara soal wanita itu, ke mana dia?

"Ah—di mana istriku, Nona Arabella?" Roge mengerutkan dahinya mengedarkan pandangannya mencari keberadaan sang kekasih yang tak terdeteksi di radar penglihatannya. Satu hal yang tidak pernah bisa Roge pahami, dan lebih rumit dari penyakit-penyakit yang dia tangani selama ini. Tak lain pertanyaan mengapa dirinya tidak bisa menyingkirkan resah yang menginfeksi hati ketika bahkan dia sendiri tahu bahwa Zeralda bisa menjaga diri dan terkadang benar-benar tidak membutuhkan sosoknya untuk menemani? Ah, terkadang cinta seberapa pun kamu berusaha menetapkan limit, tetap saja jatuhnya akan over dosis.

"Aku tidak tahu," jawab Arabella seadanya, sementara Rogelio diam-diam menelan kecamuk kekesalan yang membengkak kembali ke dasar perutnya. Sudahlah, lupakan saja, lagipula tidak cukup baik memulai pertengkaran dengan kelompok yang baru terbentuk. Setidaknya mereka tidak seperti Batara yang terlalu mencurigakan untuk dipermasalahkan.

"Bukannya dia bersamamu ke kamar mandi tadi?" tanpa menunggu jawaban Arabella, Rogelio beranjak dari duduknya menuju kamar mandi yang jaraknya tidak jauh dari markas mereka tadi. Sesampainya di sana, Roge masuk dan melihat-lihat sejenak—terdapat satu wastafel lengkap dengan cermin dan sabun cuci tangan. Pria itu memutar arah mendekati salah satu pintu yang tertutup dan mengetuknya. "Darling? Kau di dalam?"

"Darling? Kau sembelit atau bagaimana? Hei, bisakah kau mendengarku? Darling?" Aneh, pikir Roge. Biasanya istrinya akan mengomel paling tidak sepatah dua kata terlantun merdu tuk memakinya ketika mengusik apa yang dia lakukan. Contohnya saat itu Zeralda berada di kamar mandi hotel setelah sekian purnama tanpa menangkap gemericik air setitik pun menyentuh lantai—hening, sementara Rogelio yang tengah berada di ujung tanduk mendesak dengan suara tergesa di luar pintu kamar mandi, siap menghancurkan pintu jikalau dalam hitungan ke-seratus Zeralda tidak juga membukanya.

Roge dengan postur yang meng-kerut menunggu sembari menghitung domba dalam hati, pun ketika angka seratus terlewati, dia benar-benar tidak berani merusak si pintu. Naasnya, bukan hanya makian yang dia dapat dari dalam, bahkan saat Zeralda keluar pun, dia menerima serangan ganas timba di kepalanya dengan suara plung yang garing.

Roge menenggelamkan pikirannya yang kusut barusan dan mencoba memutar kenop pintu yang ternyata tidak terkunci. "Darling, jangan salahkan aku jika masuk sembarangan." Saat pintu terbuka, Rogelio sudah bersiap menerima kekerasan rumah tangga. Namun, nyatanya tidak ada Zeralda di sana. Kamar mandi itu ....

Kosong.

***

"Roge! Ara! Floyd!" Bugh. Zeralda memukul dinding melampiaskan keluhannya. "Sialan! Ini terkunci," umpatnya setengah menggerutu, napas sekali lagi sesak mengetahui dirinya harus terpisah dengan Rogelio akibat tindakan gegabahnya yang langsung masuk begitu saja kala mendapati ruangan tersembunyi di balik cermin wastafel kamar mandi setelah tanpa sengaja menggeser keran wastafel ke kanan karena air tak kunjung mengalir keluar. Hal tersebut menyebabkannya lagi-lagi menanggung kekesalan seusai cukup dipancing dengan perdebatan sejenak antara dirinya dan Arabella mengenai lukisan keluarga Foster. Gadis ketus berkatana itu berinisiatif keluar kamar mandi dengan menghentakkan kakinya memikul ketidakpuasan yang terkunci di bibirnya.

Dirasa apa yang dia lakukan sama sekali tidak berguna, Zeralda menghentikan keluhannya. Lagipula siapa yang akan mendengar teriakan gilanya dari balik dinding marmer ini? Jawabannya jelas tidak akan ada—seorang pun.

Mendengus, dia memilih menuruni anak tangga yang berputar di depannya waspada, meski dikatakan sangat remang dengan hanya pencahayaan yang lindap dari senter suak di tangannya, Zeralda bisa menebak satu dua hal dari ruangan di bawah basement ini dan ... katakanlah suhu di sini cukup rendah untuk ukuran kostum bajak lautnya yang tebal hingga Zeralda dapat merasakan gigil yang berkelakar menjamu kulitnya.

"Dapur? Kurasa bukan. Pabrik? Tempat pemotongan daging?" Zeralda menyorot keseluruhan ruangan yang didominasi oleh produk stainless, bahkan benda-benda canggih yang hanya ada di pabrik dan menurut tebakannya untuk memotong dan mengemas daging guna dijual di pasaran juga ada. "Benarkah tebakanku? Kalau iya, ini gila."

Ruangan yang diameternya sangat luas ini membuat Zeralda mau tidak mau tercengang, terlebih saat dia tiba di depan pintu bertuliskan Cold Storage. Pemikiran-pemikiran yang berkecambah dan membuat otaknya membunyikan sirine bergegas dibenarkan, di matanya tercermin ratusan daging—tidak sebutlah mereka semua mayat manusia! digantung di atas plafon-plafon ruangan itu.

Busana mereka yang dikuliti habis dari tubuh menampangkan keseluruhan kulit pucat pasi khas mayat beku yang tak lagi dialiri darah dan dentaman jantung bagi mereka yang napasnya sudah pergi itu bahkan beberapanya dipisah sebatas pinggang. Rasa mual tiba-tiba menyeruak hampir mencapai tenggorokan Zeralda, meski tidak menghirup bau yang membuat sarafnya terganggu. Tetapi sama saja dengan melihat pemandangan ini, bukan lagi sarafnya melainkan jiwanya tak menampik terguncang ditambah asam lambungnya akan keluar jika dia tidak menutup pintu yang menjadi saksi kekejian tersebut.

"M-menjijikkan! Aku selalu menebak-nebak di mana pusat produksi daging yang disediakan restoran Foster sehingga bahkan pihak hukum pun tidak bisa menyentuhnya. Ternyata ... mansion busuk ini benar-benar sampah." Zeralda terdiam sejenak, seolah kembali mempertanyakan pikiran-pikirannya yang berserakan. "Aku bahkan curiga tujuan pesta malam ini adalah untuk memanen keuntungan besar-besaran, restoran Foster terkenal selalu menyediakan daging segar. Dan bukan tidak mungkin setelah pesta kematian ini berakhir, mayat-mayat itu akan jadi produk mereka selanjutnya. Suatu keuntungan mendapatkan mangsa cuma-cuma, begitu? heh, iblis."

Selagi bermonolog sendiri, Zeralda menyusuri ruangan perlahan. Menyentuh mesin-mesin dingin pemotong daging dengan perasaan rumit, sudut mulutnya membentuk busur dangkal—menertawai rencana pelik dari sang mastermind yang mempermainkan mereka tak terkecuali. Dia lantas teringat sepasang boneka marionette yang menari seolah tak terkendali, padahal nyatanya sepasang tangan menjadi penggerak atas segala yang diperbuat. Tak ubahnya dengan situasi mereka sekarang, marionette yang liar di atas panggung yang rusak, mengikuti alunan musik yang membuncah dari speaker yang berbunyi 'Bunuh, bunuh, dan bunuh!' malangnya mereka yang merasa telah sampai di puncak piramid kemenangan.

"Berhenti di sana! dan katakan siapa kau?!" teriak Zeralda lantang, tubuhnya menegang dan berbalik dengan todongan shotgun saat mendengar derap langkah tak jauh darinya. Sosok yang menjulang, tergaris dan bersemayan di sudut ruangan tak lagi membuat Zeralda memikirkan hal lain.

"Zeralda?" sahut ragu-ragu seseorang di seberang sana, mereka hanya dipisahkan dua meja persegi panjang di tengah ruangan.

"Darimana kau tahu namaku?" tanya Zeralda merendahkan nada suaranya, dengan keadaan seperti ini, dia memang tidak bisa melihat apapun. Dan senternya ada di belakang tubuhnya, dia tidak bisa memegang shotgun dan senter sekaligus.

"Ternyata itu kau. Aku Aruna, turunkan senjatamu." Zeralda menurunkan shotgunnya seusai menanyakan sekali lagi jika memang benar orang itu adalah Aruna yang dia temui saat mencari persediaan makanan. Mengambil senternya dan mendekati gadis itu. "Nah Aruna, bagaimana bisa kau sampai di sini?" tanya Zeralda tak luput memerhatikan gelagat si gadis.

Aruna memutar matanya menelisik seluruh ruangan, pabrik daging? pikirnya setelah analisis sepihak, kemudian menjatuhkan titik fokus kembali ke Zeralda dan berkata, "Aku menemukan ruangan ini di lantai 4, dan sampai di sini lewat lift."

"Begitu. Aku menemukan ruangan ini di balik cermin toilet. Dan itu terkunci setelah aku masuk, sialnya. Seharusnya aku memberi tahu Roge, Floyd dan Ara dulu daripada gegabah masuk ke sini. Aku tidak bisa menebak berapa lama mereka akan menemukanku, membuang waktu," tandas Zeralda, dia mulai menyentuh topi bajak laut yang posisinya mulai tidak benar tersangkut di atas kepalanya. Lebih baik melepasnya, putusnya melemparkan topi ke lantai.

"Floyd? Floyd Archer?" tanya Aruna, sekali lagi dia mengedarkan pandangannya menyapu seluruh ruangan. Mansion ini semakin menarik ... sekaligus terkutuk, bahkan menyembunyikan ruangan tak terduga ini di balik cermen toilet, batin Aruna merasa pahit.

"Itu dia. Kau mengenalnya? Kebetulan sekali."

Aruna langsung menggeleng mendengarnya, dia berkata, "Tidak, tapi kakakku pernah bertemu dengannya. Berhati-hatilah pada Floyd."

"Berhati-hati? Menurutmu apa yang harus ku waspadai darinya, Nak?" tanya Zeralda terkekeh sedikit merasa geli, meletakkan tangannya untuk menepuk bahu gadis itu. Namun, Aruna sontak menghindar dengan raut tak berfluktuasi.

"Aku tidak peduli kalau kau tidak mau percaya padaku. Yang jelas Floyd cukup berbahaya, terlebih dia—lupakan saja, aku hanya memperingatkanmu." Zeralda mengernyit, pernyataan Aruna jelas mengusiknya, sebelum sempat bertanya kembali ... mereka mendengar suara derap langkah yang perlahan mendekat dari arah Zeralda datang sebelumnya. Dalam ruangan gelap yang hanya diprakarsai oleh senter, suara familiar yang menggema terindetifikasi langsung oleh Zeralda. Itu Roge ....

"Zeralda! Kau disana?! Darling ...."

"Aku di sini!" sahut Zeralda yang sukses membuat Roge, Ara dan Floyd menemukannya. Mereka bertiga bergegas menghampiri Zeralda dan sedikit dibuat terkejut melihat tata ruangan yang merupakan pabrik daging itu berada di ruang tersembunyi seperti ini.

"Membangun pabrik di bawah basement? Keluarga Foster memang sangat tidak terduga." Floyd memutar revolver di tangannya bersama seringai tersungging, dia berjalan melewati mereka dengan Arabella yang mengikuti di belakangnya dan sampai di depan ruang penyimpanan daging—mayat, yang dilihat Zeralda sebelumnya. "Jangan bilang ini daging manusia? Aku benar?" ketukan Floyd pada pintu Cold Storage mengulang kembali sugesti mual di pikiran Zeralda.

"Darling, kau tak apa?" Roge memerhatikan wajah Zeralda yang memburuk sejak pertama mereka tiba di tempat ini. Dia sempat khawatir saat tidak menemukan Zeralda di kamar mandi, sebab wanita itu biasanya akan meminta pendapatnya jika menyangkut beberapa hal yang mendesak. Dia terbilang hampir tidak menyembunyikan apapun dari Roge, pengecualian mengenai identitas di dark web. Untung saja setelah memberitahukan hal ini kepada Floyd dan Arabella, mereka akhirnya menemukan Zeralda.

"Tidak apa-apa. Bukankah seharusnya kau senang kalau aku menghilang? Jangan bilang aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, Roge," nyinyir Zeralda, bukan tidak mungkin Roge menginginkannya menghilang karena sudah lelah mendengar omelannya.

"Apa—tidak! Jangan mengatakan omong kosong, Darling. Aku paling mengkhawatirkanmu, tahukah kau betapa paniknya aku—" cepat-cepat Roge membantah ucapan istrinya, fitnah keji macam apalagi yang menyambanginya.

"Kalian sangat berisik, terutama kau Zeralda, bisakah tutup mulutmu sebentar saja? Dan ... siapa gadis di sebelahmu?" tanya Arabella, meski memang masih sedikit kesal dengan keberadaan Zeralda, dia masih beralih menatap Aruna yang hanya diam-diam memperhatikan mereka tanpa sepatah katapun sejak tadi.

"Wajahnya mengingatkanku pada seseorang," timpal Floyd yang akhirnya menyadari keberadaan gadis itu. Garis wajah Aruna seketika memunculkan bayangan sosok Dominic dalam benaknya.

"Dia Aruna. Kami bertemu dengannya sebelumnya saat mencari persediaan makanan. Aku penasaran, bagaimana bisa kau sampai di sini?" jawab Roge mendahului Zeralda, lagipula dia cukup penasaran dari mana datangnya gadis kecil itu, mengingat ruangan ini saja tersembunyi di balik cermin kamar mandi. Bukan tidak mungkin kedatangan Aruna juga lewat jalan yang tidak diduga-duga.

"Dia lewat lift yang berada di lantai 4. Aruna, pertanyaan yang sejak tadi ingin kutanyakan ... apa maksud perkataanmu? Mengapa aku—harus waspada dengan Floyd?" Zeralda masih tidak bisa melepaskan rasa penasarannya.

"Waspada ... denganku? Kita pernah bertemu sebelumnya? Untuk ukuran orang yang tidak pernah bertemu, peringatanmu terlalu tidak berdasar, Aruna," tutur Floyd yang mencoba memastikan apa yang dia dengar. Karena seingatnya, dia tidak pernah bertemu dengan gadis bernama Aruna kecuali wajahnya yang memang familiar.

"Kasha Danvers. Jika kau mengingatnya, seharusnya kau tahu apa yang kumaksud," tandas Aruna yang tidak berniat menjelaskan lebih banyak lagi. Dia tidak tahu pasti, tepatnya tidak mau tahu, pun dia mengetahui keberadaan Floyd hanya dari Dominic dan digambarkan agak samar oleh rekan se-timnya—Kasha yang baru bergabung dengan mereka setelah ditolong Dominic saat gadis itu pingsan.

"Kasha? Dia bersamamu sekarang? Oh! Gadis itu menyebarkan desas-desus tidak benar lagi, jelas-jelas dia yang berusaha mencelakai Floyd!" Arabella mengerang kesal, jangan lupakan gadis yang secara terang-terangan menunjukkan keinginannya pada Floyd. Menyebalkan.

"Rupanya Anna Frozen, suatu kebetulan dia bertemu denganmu. Tapi satu hal yang pasti, aku tidak cukup berbahaya, aku hanya penuh pesona." Seiring dengan ucapan Floyd yang membuat Arabella beserta Zeralda memutar matanya bosan, suara speaker yang terdengar lantang memenuhi seluruh ruangan menarik perhatian mereka.

"Kepada seluruh tamu yang tersisa, saya ucapkan selamat! Kalian adalah yang terpilih di antara ratusan orang sebelumnya, berhasil melewati saat-saat sekarat dengan kegigihan bertahan hidup. Untuk itu para tamu segera berkumpul di ruang makan Mansion, karena sesuatu yang menarik sudah menanti kalian! Selamat menikmati!"

"Hah? Maksudnya kita akan berkumpul di sana?" tanya Roge terpekur mendengar pengumuman dari speaker, mereka semua masih dengan pikiran masing-masing saat getaran kecil yang sangat terasa di ruangan itu disertai sebuah lift yang tiba-tiba muncul di dinding yang semula tidak ada apa-apa.

Dengan rasa heran, Arabella berkata, "Sepertinya lift ini dimaksudkan untuk mengantar kita sampai ke ruang makan yang disebutkan tadi."

"Kita harus mengikuti aturan mainnya, bukan? Kalau begitu ... ayo pergi."

***

Part ini ditulis  RuceMorgan oleh dalam sudut pandang karakter Zeralda La Rue.

______________

Zeralda La Rue

Nama: Zeralda La Rue

Umur: 26 Tahun
Profesi: Penipu
Senjata: Shotgun
MBTI: ESTJ
Hobi: Mengomeli Roge

Kostum Zeralda

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: