Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15. Tempted


Panci besi mendidih di atas kompor gas yang Zeralda siapkan, demi peralatan bedah Rogelio. Memperhatikan sendiri proses didih yang ideal untuk merendam dan menghilangkan mikroarganisme pada peralatan. Setidaknya ini memakan waktu 20 menit.

Desakan pegal menimbun ubun-ubun, pengeliatan Rogelio terasa berkunang-kunang setelah menjahit betis Batara. Sama sekali tak menyangka hari itu seluruh hidup akan berubah menjadi lebih kejam. Sulit sekali percaya tentang karma, nasib, dan takdir. Namun, kutukan wanita—yang pernah ia jadikan kelinci percobaan—kepadanya mulai terwujud. Ia dikutuk berhadapan dengan para pelaku kriminal dan menjadi salah satu mangsa.

Wanita adalah makhluk jahil dan Batara masalah paling merepotkan. Selain suka bersilat lidah dengan Zeralda, laki-laki itu juga sekarang hilang entah kemana.

"Omong-omong, jujur saja dari awal aku merasa kau bukan orang Amerika asli."

"Bukannya nama belakangku sudah memberimu petunjuk?"

"Itu termasuk. Jadi, dari Dokter asal mana?"

"Mexico," jawabnya jujur.

"Benarkah? Tapi aksenmu menghilang amigo!"

"Aku terpaksa harus beradaptasi. Dari wajahmu, kau penasaran mengapa aku bisa pindah ke Amerika?"

"Salah satunya dan semua orang pasti punya rahasia."

Ia tak tahu kemana arah pembicaraan bermuara. Namun, Rogelio harus memastikan tidak ada semacam tanya jawab soal kerahasiaan bisnis. "Awalnya aku sama sekali tidak tertarik pada ilmu semacam mengambil."

"Mengambil? Tanpa izin?" Alis Batara menukik tajam dan memperhatikan lagi. "Ah, ilegal."

"Ayolah kita sama-sama kriminal," tudingnya paham dengan candaan Batara. "Seorang dokter dan tidak sulit sebenarnya. Aku mendapatkannya banyak pengalaman begitu menginjak sepuluh tahun." Lebih tepatnya mereka tukang pukul dan membawa banyak korban penculikan sebagai ternak produksi kelinci percobaan.

"Kalau kau dokter, berarti kau bandar organ di pasar gelap?"

Rogelio mengalihkan pandangan ke tempat lain. Beruntung istrinya ke kamar kecil. Mereka belum sama-sama terbuka soal ini. "Aku yakin kau sudah paham seluk-beluk dunia kotor ini." Poin-poin pembicaraan mereka seirama dan sekeliling tampak meredup. Lilin di tengah meja melingkar tidak banyak membantu untuk penerangan dapur.

"Melihat dari matamu, kau pasti membenci rakyat Amerika? Penampilanmu juga mirip imigram gelap."

"Tebakanmu tidak salah dan aku berpura-pura bersih juga. Sampai aku bertemu Ayahnya," kenang Rogelio, samar-samar mengulas senyum.

"Apa mertuamu tahu tentang anaknya itu? Aku yakin semuanya penuh dinding kebohongan."

"Ayahnya bekerja untuk militer." Pernikahannya bukan penipuan, rasa cintanya nyata untuk Zeralda.

"Luar biasa untuk prestasi putrinya yang terbilang cukup... mengesankan di darkweb?"

"Seperti katamu, semua orang punya rahasia. Masalahnya, hal ini kurang bagus mengingat kami sama-sama dari lingkar politik pasar gelap."

"Pantas kalian jiwa kalian berjauhan. Kalian punya dinding yang tinggi, sayangnya topeng kalian sudah berlubang."

Kalimat Batara menyentakkan pundak dan jalur peredaran darah Rogelio. "Topeng? Batara, apa maksudmu kami miskin komunikasi?"

"Wah, aku tidak menyinggung soal itu. Aku hanya tidak mau kalian berakhir seperti Nyonya Foster. Aku memiliki kekhawatiran."

"Kau berbicara seolah paham perasaan wanita yang wafat di tengah pesta. Padahal kau hanya tamu biasa, Batara."

Dari sini ada yang aneh. teliti dengan bijak Garza.

"Naif? Tidak, aku tidak mengenal mereka. Hanya potret yang berbicara kepadaku," sanggah Batara mengecoh. "Mata tidak berbohong."

Bau hangus yang membakar sesuatu, Batara menyulut kecurigaannya. Katakanlah hal aneh lalu mengapa hal pribadinya bisa dengan ceroboh dibanding-bandingkan. Walau Rogelio tidak terima, ia tak mau Zeralda semakin menjauh dari genggamannya. Terjebak ibarat tikus siap digiling di rumah super besar ini.

"Batara—"

Sialan, rutuk Rogelio. Mereka tidak bisa bekerja sama lebih lama lagi. "Dengan luka begitu, aku memilih tidur," timpal Rogelio bersandar untuk memperlancar kosentrasi.

"Kau benar. Dia sinting," aku Zeralda menyetujui.

Malam semakin larut dan masih belum ada kejelasan mengenai nasib mereka. Mencoba mencocokkan diri dengan pendapat orang lain adalah kebodohan sejati. Siapa yang bodoh? Ia sendiri.

Rogelio menengguk habis tetesan terakhir anggur merahnya. "Ada hal yang mau kubicarakan padamu."

Zeralda mendengarkan kali ini dan baru saja omelannya tidak sepanjang dulu. "Aku juga."

"Ini mengenai Batara." Beruntung Batara hilang dan tidak menyesaki ruangan ini.

"Biarkan telingaku memutuskan ini masalah atau tidak. Silakan," ucap Zeralda, lalu mengupas apel merah di tangannya dengan belati kecil sempat terselip rapi dibalik sepatu bajak laut seksi. Kupasan apel terlalu tebal, dengan sebagian kulit masih menempel di daging buah. Lagi, memotongnya dalam bentuk tidak terdefenisikan.

Selesai memotong, Zeralda menyodorkan potongan kubus apel. Entah rasanya bagaimana, Rogelio masih ragu dan terpaksa menerima dengan seulas senyum. Kalau menolak mungkin kepala harus direlakan jadi karung tinju.

"Suapin." Mulut Rogelio otomatis membuka mulut.

"Mau kusuapin pakai pisau, Husband?"

Segini amat, minta romantis jadi tragis. "Aku memilih lidahku aman."

"Jangan banyak keluhan. Jadi apa yang mau kau bahas?" Kadang Roge bisa sangat misterius.

Suaminya mengambil seiris apel. Lagi-lagi menyesal pada detik berikutnya. Sejak kapan apel ini ada rasa mangga campur kiwi. "Omong-omong pas sekali Batara hilang, kita bisa berduaan."

"Iya, lalu?" Zeralda menunggu Rogelio menyelesaikan sementara ia memakan irisan apel langsung dari pisau lipat tersebut.

"Coba lihat." Rogelio menggantungkan kalimatnya, membuat istrinya menatap penasaran, sementara ia sendiri sibuk mencomot sepotong jeruk dari mangkuk buah. "Apa yang kusimpan ini dan bandingkan dengan dengan pisau lipat punya Batara tadi, Darling."

"Saat kau memotong benang nylon itu, kan?" Sesaat Zeralda kebingungan dan menerima langsung plastik dari kantong resep obat yang biasa dipakai di apotek. "Serpihan apa ini? Kayu?"

"Darling gunakan ilmu stalking-mu," tunjuk Rogelio mengarahkan.

"Merepotkan," keluh Zeralda dipaksa meneliti. Namun, memori yang lalu segera terputar ulang saat kejadian di pesta, dua pria yang sempat mengecek tuan dan nyonya Foster. "Ini barang bukti yang sempat kau amankan?"

"Babe, listen... Apakah kau juga bersembunyi di balik kerumunan?"

"Roge, kau tahu aku di sana, kan?" Zeralda masih kesal, suaminya mencoba pergi tanpa terus terang soal undangan ini.

"Iya aku tahu. Setelah menganalisa mayat tuan dan nyonya Foster, aku langsung kembali dan ingin sekali membahas soal kita yang tiba-tiba saja harus bertemu di acara konyol begini. Apalagi ini bukan kediaman kita." Masalah dalam keluarga mereka saja membuat pening, apalagi Rogelio harus tahu apa hubungan kedua petunjuk ini. "Petunjuk tersebut mengarahkan hanya ke Batara."

"Kita jujur-jujuran soal itu nanti saja." Kembali ke topik. "Kedua, serpihan pisau lipat antik ini ada di lokasi pembunuhan," tambah Zeralda langsung paham ke arah mana Rogelio membawanya.

"Jadi?" Paras Rogelio mau memastikan.

"Kau masih mau kita bersama dia? Menjadikannya ketua dalam tim ini?" Jujur saja, Zeralda masih tak paham mengapa Rogelio bisa bertanya lagi.

"Cintaku, Batara sempat ngobrol denganku tadi. Ia mengaku potret nyonya Foster bisa bicara padanya, sebagai lawan bicara agak aneh mendengarnya mengaku bahwa si wanita mengalami masalah rumah tangga dan disamakan dengan kasus kita."

"Dia bicara begitu padamu?" Pipi Zeralda mengembung dan nadinya naik suhu. "Hubungan kita kuat, Roge! Dia saja asal komentar."

Bulu kuduk Rogelio meremang. "Menurutmu dia tahu duluan soal permainan skor tertinggi, makanya dia bisa dengan mudahnya membunuh pemilik rumah besar ini?"

"Roge. Apa ada orang lain lagi yang mampu dan mempunyai pisau lipat yang sama? Firasat seorang wanita tak bisa menipu Roge. Hal yang sama sempat terjadi," ungkap Zera, terbayang-bayang oleh pisau lipat Batara, Rogelio sempat menjatuhkan tadi. Suara kerincing besi pisau pun sama di antara basa-basi tamu, memancing rasa curiga.

Batara.

Pisau lipat.

Dia tahu, waktu berjalan di atas permukaan nasib. Terlambat sedikit saja, maka?

Mendengar kesangsian pada gerak-gerik Zeralda, Rogelio mengerutkan alis dan memegangi lengan atas wanitanya. Biarlah orang yang pertama kali mengatakan cinta akan menjadi budak. Ia tak bisa membiarkan hal buruk menimpa pada Zera. "Darling."

"Dengarkan aku Roge." Zeralda mengangkat telapak tangan kanannya, tidak ingin diinterupsi. "Aku percaya padamu. Namun, yang sedang bersama kita adalah bagian rencana keparat ini. Aku dan shotgun-ku akan membolongi kepalanya!"

Berada di tengah petualangan berdarah, kekasih hati yang coba ia lindungi, dan petunjuk penuh kejutan. Tak ada lagi yang bisa menyangingi kengerian rumah besar sialan ini. "Zera, kita harus punya tujuan yang sama."

"Kita punya kesepakatan lain," kenang Zeralda. "Kau kenapa? Melamunkan wanita lain?"

Ada konsekuensi suram. Pengalaman-pengalaman mereka, mengindikasikan keahlian. Jangan-jangan musuh militer ada sangkut pautnya? Rogelio terhanyut dalam keresahan tak ada ujung. Zeralda kembali mencubit rusuk kanan, guna menghadirkan kesadaran suaminya. "AWW! LAGI? Darling kau harus berhenti kebiasaan suka mencubitiku."

Zeralda mendengus gusar. "Iya, kenapa? Marah?"

"Tidak, itu tandanya kau masih normal."

"Normal kepalamu," omel istrinya kembali siap bersilat lidah.

Memutar bola matanya kesal, Rogelio masih ingin mencoba mendengar kelanjutan bukti yang mereka dapat. "Jadi, kau sungguh yakin dengan bukti yang kubawa ini ada sangkut pautnya?"

"Kau kan dokter bedah, mengapa kau malah bertanya balik?"

"Dokter bedah cuma menjelaskan hal secara medis."

"Benarkah? Kupikir mereka juga bisa menyimpulkan sesuatu melalui kondisi mayat kedua orang penting dari rumah ini."

"Itu pekerjaan bagian forensik. Tapi bisa kukatakan, bahwa yang membunuh pemilik mansion Foster sangat membenci mereka. Tusukannya dalam, dia gila untuk sesaat."

Zeralda menyadari prianya adalah manusia juga, suara Rogelio berubah dan menyembunyikan rasa panik. Sebagai penipu di darkweb, kali ini dia sendiri sulit melihat jalan keluar yang biasa mereka peroleh sehabis berdebat. "Di luar sedang badai dan kita terjebak dalam pusaran kematian. Tidak mungkin, kecuali jika kita memenangkan semua hal konyol ini dan menunggu jemputan SARS esok pagi."

"Setelah ini berakhir, aku mau ambil cuti dan seharian di rumah bersamamu," jujur Rogelio terus terang gelisah dan merana berjauhan dari Zeralda.

"Denganmu? Oh, tidak, aku mau belanja di toko Channel."

Ketus, tapi menggoda iman Rogelio. "Kalau begitu harus aku ganti, aku akan mencari wanita lain saja."

"Awas saja kau! Akan kupecahkan kepalamu dengan shotgun ini," ancam istrinya serius untuk aksi bercanda Rogelio.

"Sebelum melakukannya mungkin aku akan berada di alam neraka. Sebelum ataupun sesudahnya," Tawa Rogelio pecah, mengisi rumah besar ini untuk kebahagiaan sebesar rasa sayangnya untuk Zeralda. "Darling..."

Kata sepakat sudah ditangan, mereka turun ke basemen tersembunyi di balik lemari yang temukan Batara. Sesampainya hanya untuk menemukan pria-pria ini saling bertukar keramahan. Yang katanya Floyd berkostum koboi anime. Mohon maaf, Rogelio belum tahu pertemuan Batara dan Zeralda saat itu. Namun, Zeralda memperingatkannya dan mencurigai pihak tersebut.

Batara bisa saja memilih jalan busuk.

Masalah—epidemi panen poin yang mewabah semakin menipiskan kesabaran Rogelio Garza. Di luar pengembangan permainan ini, memburuk, dan mengacukan kepercayaan sesama tim. Utara, Timur, Barat, dan Selatan telah dikuasai golongan terkuat. Tinggal pasutri ini, berkelana hingga bertemu lagi sebagai lawan, yang mereka kira sekutu Batara.

Zeralda dan Rogelio memegang petunjuk tentang kemungkinan pelakunya, serta gatal ingin menyebarkan berita ini. Setelah aksi ribut dengan Batara. Pemisahan terjadi dengan perselisihan kepercayaan mereka. Ada banyak pasang mata yang asing berada tak jauh dari Zeralda dan Rogelio. Berhadapan dengan banyak kadidat permainan konyol berdarah ini. Salah satu pasti bangkit dan berubah menjadi mayat hidup.

"Kita bertemu lagi!!" Floyd menyatakan kegembiraanya. "Kalian tamu yang menarik. Dari sekian banyak tamu yang kutemui hanya kalian saja yang memiliki hubungan keluarga," sanjung Floyd di tengah ramainya penyintas petulangan horor sekarang.

Wow, penampilannya boleh tahan. "Pria eksentrik dan dua revolver—" Kata-kata Rogelio terpotong.

"Daripada mengomentari soal itu. Petemuan ini cukup menyebalkan," balas Zeralda membalikkan serangan. "Mencurigakan sekali bertemu kalian, tanpa gadis satunya lagi."

Floyd mengelus dagunya sendiri, tampak akting berpikir. "Ketus sekali. Baru saja aku mencoba terbuka pada kalian," terang Floyd pandai berkata-kata. "Golongan terkuat telah berperang. Kalian cuma berdua, berkelana mencari lokasi. Tidak ada gunanya."

Itu bukan nasihat bersahabat, lebih mirip ancaman yang disampaikan dengan dingin. Zeralda menoleh sekilas ke Rogelio yang sudah siaga satu. Sinyal itu terkirim cepat, tidak ragu tentang apa yang akan terjadi kepada mereka, "Sebenarnya apa maumu? Siapapun yang bersama bedebah itu, kami rasa bijak untuk segera menjauhi," tukas Rogelio tidak setuju dengan tawaran aliansi. "Mau panen poin lagi? Televisi jelek di sudut lorong ini, sudah menampilkan namamu Floyd!"

Floyd berkostum koboi Jepang? Amerika? Masa bodoh—tercium mencurigakan. Bagaimana bisa pria baik ini mau dengan tenangnya mengajak kriminal yang jelas latar belakang sejelek reputasi wabah kotor.

"Bolehkah kalian ikut kami dengan pandangan berdamai. Kita rundingkan sebagai sesama penyintas?" tawar Floyd cerdik.

Jujur, Zeralda sangsi. Sedangkan Rogelio mengikuti kemauan istri. Kartu yang sama-sama kurang beruntung jika berdua saja, tanpa hubungan kerja sama tim. Siapa katanya? Jigsaw? Duh, kata mereka ada banyak jebakan. Rogelio bersepakat untuk tidak menjumpai satu.

"Kenalkan Arabella Livy, ahli menggambarkan masa depan. Kalian belum bertemu, kan?"

Arabella, auranya mistis. Itu persepsi pertama pasutri ini. Mata Ara berkedip anggun, tetapi menghipnotis gerak-gerik mereka.

"Zeralda La Rue dan ini suamiku yang juga seorang dokter bedah, Rogelio Garza," sambut Zeralda memasang senyuman paksa. "Dia punyaku."

"Katana-nya panjang," puji Rogelio cengengesan dan bibirnya mengatup rapat, begitu menoleh ke wajah Zeralda yang masam.

Gadis katana sombong itu melotot, sewot Zeralda di alam benak.

"Sekarang ini aku tertarik pada kalian, Jenis yang mampu membelah samudra." Floyd memimpin jalan perundingan.

"Samudra?" Puisi kah? Rogelio tak terbiasa memaknai kosakata makna ganda.

Pasutri ini harus terpaksa mengikuti kemauan Floyd yang tak banyak gelagat aneh di koridor. Sayangnya senyum pria berkostum keren—mirip matrix punya Batara menyeringai lebar. Apa yang dia senyumin? Rogelio malu, tak sekeren penampilan mereka. Sial, memilih kostum sederhana.

Rogelio gusar berhadapan dengan pria ini. Auranya dingin, walau sekilas ramah. Biasanya orang-orang lingkungan bisnis ilegal bisa sedikit diketahui apa yang menjadi targetnya. Tetapi pria muda ini beda! Sukar untuk dibaca apa maunya. Tak banyak hal yang akan dicatat. Jelas, orang ini sepuluh kali lipat misterius dan sama tampannya. Duh bahkan pengikut Floyd bersenjatakan katana itu melipat tangan, seolah ia dan istrinya diwanti-wanti untuk tidak mengangkat senjata.

Atau julukan tepatnya, dilarang memicu cacar darah.

"Kulihat suamimu terkena cacar darah di jaket asnelinya," pancing Floyd menggoda Rogelio.

"Ini?" Rogelio menoleh ke arah pandangan Floyd yang jatuh ke jaket super horornya. "Oh, biasa jadi mangsa."

"Mangsa ya? Bukannya, memangsa?"

"Sudah cukup manipulasimu, Bapak-bapak Moriarty!" tunjuk Zeralda malas berbasa-basi. "Suamiku itu dokter, spesialis bedah! Wajar jika dia harus berurusan hal menjijikan itu."

"Menjijikkan?" bisik Rogelio tersinggung. Sementara itu, istrinya masih kukuh dan keras. Mata kaki Rogelio pun ditendang kecil, menyuruhnya diam saja.

Gadis berkatana panjang, melampiaskan tawanya di belakang. "Ara, tawamu tidak membantu." Floyd berdiri tegak, masih membawakan humor dan ketampanan maksimal.

"Kantong persediaan makananmu banyak, kulihat kalian lihai menjarah ya?" tuding Zeralda memblokir akses masuk keahlian pemuda tersebut. "Jangan banyak drama, Moriarty."

"Istrimu?" Floyd senang bukan kepalang.

"Siapa? Aku?" Lagi-lagi seperti biasa, otak Rogelio agak lambat loading.

"Roge?" Alis cetar Zeralda terangkat naik. "Istri siapa?"

"Istriku! Benar! Galak--" Belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Rogelio kembali dicubit di tulang rusuk kiri. "AWW! UNTUK APA TADI?"

"UNTUK OTAK GOBLOKMU!"

"KENAPA TANGANMU SUKA CUBIT DI SITU SIH?"

"EH, SUARAMU!" Taring istrinya muncul hendak menggigit. "KEHADIRANMU TIDAK MEMBANTU!"

"Mari untuk tidak bersilat lidah kali ini saja! Demi Tuhan, aku kesal harus berjalan mengikuti komandomu." Merajuk, Rogelio menjatuhkan harga diri sebawah-bawahnya. Hancur sudah kejantanan untuk bersikap dominan. Si istri terlalu kuat.

"Suami takut istri," ejek Arabella, senyum kecut tersungging sekilas. "Aku suka wanita ini."

"JANGAN BICARA KONYOL!" Sekali lagi, Rogelio harus menahan malu mendapat jeweran di telinga.

Kehadiran pasutri ini menimbulkan keributan. Bukannya berusaha mencari tim bertahan hidup. Rogelio dan Zeralda saling lempar sindiran. Tanpa bermaksud merendahkan, tetapi cara ini hiburan di kala stres mencari jalan keluar.

Part ini ditulis oleh dinadini_ dalam sudut pandang karakter Rogelio Garza.

______________

Rogelio Garza

Umur: 30 Tahun
Profesi: Dokter
Senjata: Kapak
MBTI: INFP
Hobi: Praktek Bedah

Kostum utama Rogelio yaitu Topeng Semimaru,
dipadankan dengan jas pesta dan jas dokter bedah di saat bersamaan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: