Delusi dan Halu (2)
Dia dulu tahu bahwa aku menulis tentangnya.
Aku merindukannya sekarang.
Di jam-jam segini---sepuluh malam---memang otakku aktif sekali memutar banyak hal termasuk ingatanku tentang bahwa betapa menyenangkan menjadi temannya.
Aku tidak tahu apa aku layak menjadi temannya? Karena sepertinya aku mengganggunya dengan pikiranku yang boleh jadi memberikan gelombang tertentu yang artinya "tidak bisa hanya sekedar teman".
Aku merasa tidak bisa menjadi temannya lagi.
Tapi aku tidak berbohong bahwasanya aku merindukannya.
Kami hanya saling menyapa sekarang, dan itu selalu aku yang menyapanya lebih dulu.
Aku sungguh ingin tahu apa ia masih menganggapku teman atau tidak lagi?
Kami pernah dekat. Apa aku masuk ke dalam memorinya? Aku tidak masalah jika aku tidak termasuk ke dalam 7 menit akhir yang akan diputar sebelum kematiannya atau apalah.
Bukan masalah.
Tapi apakah dia mengingatku sebagai temannya? Atau sebagai benalu dan seorang teman yang tak tahu diri?
Entahlah, di satu sisi aku berharap dia membaca ini, karena lebih kurang, inilah yang ingin kusampaikan padanya. Aku merindukan pertemanan kami.
Begitulah. Ini semua salahku. Buat apa aku menyukai kalau aku tahu levelnya berbeda?..
Aku merindukannya, karena dia temanku. Bahkan meskipun aku merasa dia melakukan sesuatu yang menyakitiku. Bahkan jika dia benar berniat berbuat buruk dan menyakitiku agar aku menjauh.
Atau semacamnya.
Dia temanku, dan selalu.. Ya.. Selalu temanku.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro