Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bunga Kertas [3]

Tata bahasa unik yang jarang kutemukan, terasa tidak asing. Azhar? Boleh jadi.


Menyeringai, menatap ponselku, membuat tangkapan layar. Apa pula isi menfess ini. Sedikit unik dan berantakan dengan bahasa yang semi melayu.

Iseng bertanya pada penanggung-jawab, tak lain tak bukan ialah sekbid sebelah, yang di-handle Tako, tapi dia dengan tegas menolak memberi tahu. Anak ini benar-benar jujur. Tidak goyah sedikitpun. Padahal untuk hal lain dia baik saja kurepotkan.

Siapapun pasangan Tako di masa depan patut bersyukur. Siapapun itu, nanti ia tak perlu untuk kehabisan tenaga hanya untuk ovt, apakah Tako bermain perempuan atau apapun. Anak ini jelas tak akan selingkuh. Paling selingkuh pada pekerjaan dibanding dengan manusia. Paling buruk Tako lupa istri anak di rumah karena pekerjaan selama satu-dua hari. Tapi aman. Tidak akan ada drama perselingkuhan atau poligami.

Aku menggerutu sedikit. Siapapun yang menjadi pasangan Tako memang patut bersyukur, tapi ini mengesalkan bagiku saat ini. Penasaran. Hasrat ingin tahu yang terkadang menyebalkan jika tidak pada letak yang tepat.

"Apa yang ngirim Azhar?"

"Membantu di pameran, siang? Masuk akal."

"Itu bukan Azhar," aku menggeleng, mengkonfirmasi, mengetik pada ponselku, "tapi Azhar tau..."

"Yo, what? Kalau dia tahu ada kemungkinan itu memang dia.."

#pokerface

Mendengus sedikit, seakan dalam dengusan itu bicara. Yah, tidak penting kau siapa, sama-sama. Sebagai manusia kita harus saling perhatian.

Faktanya itu sedikit mengusikku. Tidak terlalu mengganggu, tapi membuatku sempat sedikit memutar otak. Meski pada akhirnya aku mengangkat bahu. Kasus dianggap selesai.

Jika dalam pidato debat itu seperti, "..sekian, kasus saya, saya tutup."

Sebagai seseorang yang telah terhitung 3 tahun --- bahkan mungkin lebih --- mengabaikan, mudah saja bagiku untuk tidak terlalu larut. Masa lalu di SD dan SMP ku ternyata ada faedahnya juga, aku terbentuk dan terlatih untuk bisa menjadi apatis kapanpun aku mau.

Dengan segera melupakannya. Tapi tak sampai dua bulan, Azhar membuat story yang membuatku menyeringai, tepatnya reaksinya saat aku me-reply story-nya.

Aku suka inisial AY

Seperti yang biasa kulakukan saat aku melihat story yang menarik, aku membalasnya, "Wdoo~"

Sebenarnya itu bentuk tease dariku. Toh aku juga tidak berpikir itu aku. Sama sekali tidak. Namaku Aiyaz Dista. Tentu saja, bukan aku, bukan?

Ialah Azhar yang membuat ini jadi menarik, aku menyeringai melihat balasannya, "Bukan kamu. Anime."

Bukan kamu katanya.

Aku tertawa kecil, tentu saja bukan aku. Siapa yang mengira itu aku?

Sebenarnya itu percakapan singkat saja. Aku membalas, Yeah, ofc. Aku juga tahu.

Selepasnya selesai. Seharusnya begitu, kalau saja Tako tidak bertanya padaku hal yang membuat otakku keheranan.

Biar kujelaskan. Semakin lama, aku semakin yakin untuk berpikir sederhana. Karena sejauh yang kutahu, setiap kali aku berpikir terlalu jauh untuk hal-hal yang tidak akan menguntungkanku--misalnya aku tidak mendapatkan makanan atau apalah, uang--maka itu hanya merugikanku.

Contoh saja, aku berpikir temanku menjauhiku hanya karena ia tidak membalas pesanku selama 3 hari.

Itu hanya membuatku sedih. Padahal ketika kami bertemu pada akhirnya teman yang kumaksud hanya nyengir tanpa dosa, bilang chatku tenggelam, atau bilang malas ngetik. Sesuatu yang tidak perlu kukhawatirkan.

Unfaedah. Satu kesimpulan yng kuambil dari overthinking.

Maka itu yang kulakukan pada kehidupanku akhir-akhir ini pada aspek tertentu. Berpikir sederhana.

Dan itu membuat otakku bertanya-tanya saat Tako mengajukan satu pernyataan isengnya.

"Azhar suka sama kamu gak sih, Ay?"

Note : Tako memang memanggilku dengan Ay, tanggung katanya kalau manggil Yaz.

Dan jawabanku sih jelas klise.

"Hah?"

Lantas dilanjutkan penjelasan.

"Gak sih katanya. Gataulah."

Jawaban yang cukup membuat Tako yang diseberang menyalakan capslock pada keyboardnya. Shock.

KAMU NANYA? (Tr : Kamu serius nanya ke Azhar?)

Malam itu aku kembali memblow up mengenai story Azhar---yang memang seperti ingatan lainnya, tidak hilang, hanya 'kuarsipkan' dalam perpustakaan otak.

Menceritakannya pada Tako, yang langsung saja menaruh curiga berat.

"KOK SUS," ucapnya dalam voice note.

Menyeringai. Tidak tahu juga maksud dari Azhar ini. Antara sulit ditebak atau aku terlalu malas menyuruh otakku melakukan analisis data.

Percakapan itu kemudian ditutup selepas banyak topik random yang muncul dan berakhir dengan selamat malam.

***

Sejujurnya, kawan, aku banyak melupakan detail kehidupanku. Hanya seperti garis merahnya yang kuingat.

Aku beruntung ada chat yang bisa mengingatkanku tentang detail suatu kejadian.

Dan clue berikutnya, sebenarnya, bukti itu telah hilang. Kecuali jika Tako masih punya hasil screenshot nya.

Pesan dalam disc*rd dari Azhar. //note author : Author tidak dapat bayaran.

Aku suka anak kelas X-5

Singkat, padat, dan Tako refleks mengirimkannya sekali lihat padaku.

Hayolo, pameran-AY-X5 - Tako

Tapi aku gak ada inisial Y, bukan? - me

Yeah you're right. You have no Y. - Tako

Pada akhirnya tak ada kesimpulan di sana, tapi selepasnya, tandanya menjadi semakin jelas.

Sedikit rasa panik, karena aku tak tahu bagaimana harus meresponnya.

Tapi intinya kawan, sekarang aku terjebak dengannya, di satu area perpustakaan.

Dan aku sendiri memutuskan satu hal -- percayalah, itu kulakukan setelah aku rapat dengan Tako, Wara, dan bahkan, temanku satu lagi, yang tidak terlalu banyak kusebutkan dalam kisah ini, Kayto.

Aku memutuskan, untuk membuatnya terdesak dan jujur. Aku tahu faktanya -- pada akhirnya aku tak bisa menyangkalnya -- dan aku takut luar biasa, apapun perasaan Azhar padaku, aku takut aku akan menyakitinya, seperti seorang temanku sebelumnya.

Note : aku tak tertarik untuk membahasnya.

"Kamu suka padaku? Tidak, bukan?"

Sebuah pertanyaan yang sesungguhnya masih menunjukkan perasaan denial dari dalam diriku.

Azhar tampak terkejut. Ucapannya gagu dan dia menyuruhku menunggu, segera berlari dengan gerakan ceroboh, pergi dari sana.

Entah kenapa sebuah seringai refleks menghiasi wajahku. Reaksinya lucu, sayang sekali perasaan memang tidak bisa dikendalikan. Aku tak bisa melakukan apapun. Apapun yang ia rasakan, jangan sampai ia merasa sakit karenaku.

Kembali ke hadapanku, sebelum aku sempat membuka mulut, dia memotongku, "Sebentar."

Azhar menatap layar laptopnya, mengetik cepat, sebelum kemudian berdiri.

"Sudah kujawab. Aku pamit."

Mengulurkan kepalan tangannya padaku, berpamitan.

Aku mengangguk, "Oke, hati-hati."

Membalasnya, tos.

Kembali meninggalkan area kanak-kanak itu dengan mendekap laptonya. Lebih cepat dibandingkan sebelumnya, dia bahkan tak mengenakan sepatunya, mengangkatnya.

Reaksinya, menggemaskan. Kenapa pula dia tidak suka pada orang yang akan menorehkan kisah menggemaskan padanya. Kalau begini aku merasa kejam.

Menghela nafas, sebelum sudut mataku menangkap satu objek.

Aku menyengir sedikit, lihatlah, dia bahkan melupakan tempat pensilnya.

Meraih tempat pensil itu, menggenggamnya sebelum bangkit berdiri mengejar Azhar.

"Hoy," panggilan itu membuat Azhar yang buru-buru menoleh. Dia berada di tengah tangga, mengenakan sepatunya, sedikit gugup, "tempat pensilmu ketinggalan."

Tuk.

Aku membenturkan tempat pensil itu pada kepalanya.

Dengan salah tingkah ia mengeluarkan suara pelan, "Oh, iya," menerimanya sebelum segera pergi.

Sepersekian detik, sebelum ia turun jauh.

"Hey, tetap jadi temanku."

Azhar menatapku, "Iya."

-fin(?)

Nb :
"Hey, turun kamu. Nanti jatuh."

Sebuah refleks aku menyuruh seseorang yang familiar di mataku itu untuk duduk di tempat yang normal dan aman.

Azhar menggaruk kepalanya, "Iya, iya."

Entahlah, sekilas aku melihat wajahnya memerah, dan Aldrey, ah, bocah itu menunduk menahan tawanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro