Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3 - Murid Baru

Happy reading gaes..

Suasana kelas masih ramai, padahal jam sudah menunjuk diangka 7.30. Guru yang mengajar pun belum hadir. Dari desas-desus kabar akan ada siswi pindahan dari Bandung. Cindy membaca buku pelajaran yang di atasnya terdapat ponsel genggam miliknya. Ia berkomunikasi dengan sang pujaan hati ditengah guru yang belum menampakkan batang hidungnya.

Setelah sebulan lebih ayahnya meninggal, ibunya sudah bisa menerima dengan tegar. Melakukan aktivitas seperti biasa, menjalankan bisnisnya di butik, ibu satu anak itu masih terlihat muda dan energik.

Selama itu pula Eza, lelaki yang selalu berpenampilan rapi dan styles itu selalu menemani gadis yang memiliki rambut sebahu di segala kegiatannya. Entah secara online atau bertatap muka. Kadang Cindy bingung, bagaimana lelakinya itu mengatur waktu untuk mengerjakan PR atau tugas dari sekolah jika setiap hari selalu menemani Cindy.

“Eh, itu murid baru dateng!” seru Indra yang selalu berdiri di depan pintu menunggu kedatangan murid baru. Ia lalu berjalan ke belakang, ke tempat duduknya.

Semua murid melihat ke arah pintu, sebagian melongok dari jendela tapi, tak terlihat karena tinggi jendela sedada para murid. Semua terlihat antusias terhadap kedatangan murid baru. Dibuat penasaran dengan gendernya, apakah dia laki-laki atau perempuan?

“Selamat pagi anak-anak,” sapa Bu Ingrid, guru Myob yang merupakan wali kelas murid Ak1.

“Selamat pagi, Bu.”

“Bu, anak barunya mana?” Pertanyaan Indra mendapat sorakan dari teman-temannya.

Bu Ingrid hanya tersenyum menanggapi pertanyaan dari Indra. “Silakan masuk, Nin!”

Perempuan yang dipanggil Nin yang berada di luar pintu pun masuk setelah mendapat perintah dari gurunya. Sebagian murid beroh ria dan sebagian lagi berkata jika murid barunya perempuan, bukan laki-laki. Rupanya beberapa murid sedang tidak fokus atau lupa karena pengumuman yang diberikan adalah siswi, bukan siswa. Iapun disuruh memperkenalkan diri secara singkat agar tidak memakan waktu banyak.

“Perkenalkan, nama saya Nina Audrey. Asal dari Bandung. Pindah ke Jakarta karena ayah saya yang dipindahtugaskan ke Jakarta.”

“Yang mau kenalan nanti saja ke Nina langsung. Kamu duduk di sebelah Cindy, ya! Di sana,” perintah Bu Ingrid seraya tangan kanannya menunjuk ke arah Cindy. Nina menganggukkan kepalanya lalu berjalan ke arah gadis yang disebut gurunya tadi.

“Hai, gue Cindy. Semoga betah, ya.” Cindy memberikan tangannya, mengajak salaman seraya tersenyum manis pada teman yang akan duduk di sebelahnya.

Nina telah duduk, menaruh tas di sandaran kursi, lalu bersalaman dengan Cindy. Dira dan Ghea juga ikut berkenalan. Jangan lupakan tentang Indra yang playboy kelas teri. Ia telah berdiri di samping meja Nina untuk berkenalan.

“Hai, Nina,” sapa Indra sok akrab. Ia mengelap tangannya, lalu meniup dan menggosok-gosokkan dengan tangan satunya untuk bersalaman dengan gadis yang akan menjadi incarannya di kelas.

Sebelum mengulurkan tangannya pada Nina, ia mendapat teguran dari wali kelas yang merangkap mengajar Myob di kelasnya. “Kamu kenapa, Ndra? Tangannya sakit? Ayo, ikut Ibu ke Lab!” Bu Ingrid telah berdiri di tengah-tengah meja paling depan, menunggu Indra berjalan mengikutinya.

“Mau kenalan, Bu. Hehehe.” Indra berjalan ke mejanya mengambil buku panduan Myob, kemudian kembali ke meja Nina lagi melihat Bu Ingrid telah berjalan sampai pintu. “Nin, nanti istirahat sama gue, ya! Gue traktir.” Indra langsung berjalan setengah cepat menyusul Bu Ingrid. Nina hanya tersenyum.

Semua murid menuju ke Lab Myob untuk mendapat pelajaran akuntansi melalui komputer. Myob accounting adalah paket program komputer yang digunakan untuk olah data akuntansi dan dibuat secara terpadu (integrated software). Fungsi dari Myob sendiri adalah untuk mengerjakan siklus akuntansi dan menghasilkan laporan keuangan.

“Gue ke toilet dulu, ya,” pamit Nina pada genk Cindy. Gadis berambut sepundak itu juga ikut ke toilet karena dirinya juga merasa perlu buang hajat.

“Kalian duluan aja, ya. Gue mau ke toilet sama Nina.” Dira dan Ghea mengangguki perintah Cindy.

Cindy dan Nina berjalan ke toilet, sedangkan Dira dan Ghea berjalan ke kantin. Cindy bertanya-tanya pada Nina tentang pribadi perempuan yang sangat anteng dan tidak banyak bicara itu.

“Berarti lo anak terakhir, ya? Kakak lo udah pada married semua?” tanya Cindy, kepo.

“Yang pertama udah, yang kedua belum,” jawab Nina santai. Nina adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Anak bontot. Ia ke Jakarta dengan ayah dan ibunya. Kakaknya yang belum menikah tinggal di luar negeri untuk mengais ilmu di sana.

“Nin, gue yang bayar aja, anggep sebagai pertemanan kita.” Cindy berdiri dari tempat duduknya saat istirahat makan.

“Gue sekalian, ya, Cin?” usul Dira.

“Gue juga, Cin. Biasa.” Ghea tak mau ketinggalan.

“Apa? Kalian, ‘kan, udah kenal sama gue. Jadi bayar sendiri-sendiri, ya,” ucap Cindy yang tersenyum lebar, menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi.

Dira bergumam kesal lantaran tak ditraktir, namun ia tak mengambil hati tingkah Cindy. Ia menyadari jika apa yang ia makan, maka harus mengeluarkan uang untuk membayarnya. Jika tidak mau membayar, tidak usah makan. Jangan menguntit makanan seperti para lelaki pada umumnya. Makan tiga bilang makan dua atau satu, jika makan satu, apa mereka akan bilang hanya berkunjung ke kantin untuk melihat mbak dan mas yang jualan?

Lagi-lagi Cindy membuat Dira mengelus dada. Ia pulang bersama Eza dan Nina, tanpa Dira maupun Ghea. Ghea sedang ada keperluan keluarga, makanya pulang lebih awal, sedangkan Dira? Ia hanya sendiri tatkala Cindy berkata jika ia akan ikut dengan Nina ke Perpustakaan Nasional.

Dira mengerucutkan bibirnya, merasa Cindy benar-benar melupakan pertemanan mereka. Pertemanan yang telah terjalin sejak menjadi siswi di SMK Pelita Bangsa.  Pertemanan yang selalu membuat ketiganya merasa terkenal dikalangan guru-guru dan siswa yang lain karena kepintaran mereka, khususnya Cindy.

Dira mengirim pesan ke Ghea bahwa ia merasa dijauhi oleh Cindy, karena ada teman baru, Nina. Dulu, saat masih Masa Orientasi Siswa, atau yang sering disebut MOS Dira memberikan pin yang diletakkan di baju pada Cindy karena lupa tidak membawa. Hukuman untuk orang yang tidak membawa peralatan MOS harus meminta tanda tangan lima puluh siswa, dan dua puluh guru. Dira yang saat itu mempunyai pin dobel, memberikannya pada Cindy.

Mungkin Cindy lupa akan kebaikan Dira, tapi selamanya Dira tidak akan lupa akan kebaikan yang telah ia berikan pada temannya. Kehidupan yang anak tunggal itu lalui membuat temannya merasa iri. Dira merasa keberuntungan selalu berpihak pada Cindy. Apa yang ia inginkan, selalu Cindy yang dapatkan.

Menyusuri jalanan aspal, Dira menendang angin seperti pesepak bola yang akan menendang bola ke gawang. Pulang dengan hati yang memanas, ia melihat senyuman Eza tadi membuatnya menarik sudut bibirnya. Ternyata untuk bahagia itu sederhana.


#TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro