Page 3
.
.
.
Sudahkah aku memuji diriku bahwa ia telah berusaha lebih keras hari ini?
Sampai detik ini, aku tak pernah melakukannya seperti Tsukasa yang penuh akan percaya diri. Aku mengagumi dia, baik dari segi kepercayaan diri, kerja keras, dan impian tingginya. Menurutku, seluruh aspek yang berada di diri pemuda itu patut untuk dipuji. Aku adalah salah satu sosok yang telah berada di samping ia dan menyaksikan perjuangannya.
Tenma Tsukasa, dia adalah pribadi yang keren.
Perlu kuakui dan aku tak bisa mengelak. Tepat di saat seperti inilah, ia datang dan berdiri di hadapanku. Berlagak gagah disinari oleh terangnya lampu panggung. Lantas, aku terdiam, seolah tengah terhisap sempurna akan tatapan lurusnya. Ia mengangkat suara, "[Name]! Akuーbukan, maksudku, kami semuaーtelah menyiapkan ini untukmu. Bersuka ria lah!"
"Tapi, aku tak melihat kehadiran Rui, Nene, dan Emu di sini?"
"Hahaha, tentu saja kau tidak akan melihatnya sekarang karena kami membutuhkan bantuanmu untuk melepaskan mereka!" serunya.
Hampir saja aku tersedak dengan kehadiran berbagai benda dan properti yang dulu pernah kubuat. Tetapi, bukan fisik aslinya, melainkan hanya berbentuk hologram yang ditampilkan melalui infocus. Ini adalah dokumentasi dari Nenerobo, membuatku terpaku akan berbagai memori selama pembuatan itu.
Keluh, kesah, dan senang.
Semuanya bercampur aduk di dalam dada ini. Tak bisa, aku ingin kembali melakukan pertunjukkan bersama mereka. Kepingan sekai yang Tsukasa kecil berikan padaku adalah nyata. Aku ingin selalu membuat mereka bersinar di atas panggung, terutama dia, Tsukasa seorang. Jika memang, perasaanku yang sebenarnya berada pada dia, apa tidak masalah untuk mewujudkannya?
"Bagaimana bila akan terjadi bahaya karena keegoisanku?" tanyaku tiba-tiba padanya, membuat ia mengerjap dan mendengkus kasar seraya berjalan. Tepukan pelan mendarat di helaian rambutku, mengelus-elus pelan sekaligus memberikan dorongan kecil. Aku terkejut, "a-apa yang kau lakukan, hei?"
"Katakanlah, waktu itu murni adalah kesalahanmu. Tetapi, lihat, aku masih hidup dan baik-baik saja. Asal kau tahu, properti yang kau buat selalu menjadi alasan mengapa pertunjukkan kami terasa lebih hidup!"
Ia merentangkan tangan lebar, bahkan Rui, Emu, dan Nene ikut menunjukkan sosoknya seraya membawa sesuatu yang familiar. Rui dengan handicraft robot yang terbuat dari kayu, squishy warna warni berbentuk permen milik Emu, dan sebuah kotak musik dengan karakter Little Mermaid punya Nene.
Lalu, Tsukasa mengeluarkan sebuah pedang silver dengan hiasan emas yang terbuat dari kardus usang, menampakkan betapa lamanya benda tersebut telah terbuat.
Suaraku tertahan, "Ini semua ... buatanku? Kalian masih menyimpannya?"
"Tentu saja! Mana mungkin kami membuangnya! Dasar, pikiranmu ini terlalu negatif! Padahal dari dulu, kau selalu mendukungku untuk menjadi future star, hahaha!"
Tenma Tsukasa adalah sosok yang berisik, nampak kuat, namun sebenarnya lemah dan penuh dengan konflik batinnya. Tetapi, ia mampu menghadapinya, bahkan sampai ke titik ini. Mengapa aku tidak bisa menggenggam kilauan tersebut? Terlalu susah untuk berdiri di panggung yang sama dengannya.
Peranku hanyalah sebagai peran sampingan, sang pembuat latar, tak akan pernah bermain di atas sini.
Kepalaku menunduk, tak berani menatapnya. Lantas, bibirku membuka, "Aku mungkin akan menghambat kalian. Kalian terlalu menyilaukan, tanganku seolah tak dapat menggapainya. Meskipun begitu, apakah aku bisa ... untuk terus bersama kalian? Menjadi peran sampingan pun tak masalahー"
"ーHei, kau ini! Apa sih, yang kau bicarakan?!" Tsukasa menyela dengan nada tinggi, raut wajahnya nampak sedikit mengeras. Mungkin saja, ia kesal.
Gadis berhelai rambut merah muda lekas saja memelukku dengan erat seraya memasang ekspresi sedih, "Sou yo, [Name]-chan! Show terasa sepi tanpamu, tahu!"
"Fufu, dunia ini terlalu besar, kau belum menjelajahinya dan sudah memilih untuk menyerah duluan. Bukankah kau saat pertama kali kita bertemu, kau mengatakan akan membuat Tsukasa-kun menjadi aktor terhebat sepanjang masa?" tutur Rui, berusaha meyakinkan dirimu di balik senyum tipisnya. Diikuti oleh anggukan pelan dari gadis bermarga Kusanagi tersebut.
"Si bodoh itu terus-terusan ribut mengenai dirimu beberapa hari ini. Tetapi, perasaan kami sama. Cast stage tidak akan bermain dengan baik bila tidak ada staff yang menyiapkan semua ini."
Tsukasa ingin menyuarakan protesnya, namun segera ia urungkan ketika mendapati diriku yang berusaha menahan tangis. Dengan canggung, pemuda blonde itu mencoba menenangkan diriku yang tengah dilanda kesedihan.
Berkali-kali, aku tenggelam dalam duniaku sendiri, tak menyadari betapa kerasnya usaha mereka mencoba menarikku. Apakah aku pantas untuk bersama mereka? Atau semua ini hanyalah kata-kata manis yang biasa? Mana pun itu, keyakinanku kuat akan ketulusan yang mereka kirimkan padaku. Setelah tenang, mulutku kembali membuka, mengangkat suara, "Mungkin suatu hari nanti, aku akan kembali mencelakai, kalian. Apa itu tidak masalah?"
"Sudah kubilang itu bukan kesalahanmu! Waktu itu, memang murni bahannya saja yang tertukar, bukan? Lagipula, propertimu tak seberbahaya tindakan Rui!" balas Tsukasa seraya mengulas seringai. Lalu, nampak sedikit pucat ketika Rui menepuk pundaknya.
Tawa pelan lolos sembari menggigit bibirku perlahan. Sungguh, kekuatan sang tokoh utama sangatlah hebat. Mampu menyentuh hatiku yang notabene awalnya memilih untuk menyerah. Aku tahu, di lubuk hati terdalam ini, aku hanya tak ingin menyerah dalam impianku bersama mereka. Jika Tsukasa tak melepaskan diriku, apakah aku benar-benar bisa menerima uluran tangannya sama seperti dulu, lagi?
Aku mengatur napas, berusaha mengembalikan derunya agar kembali normal. Sementara, Tsukasa menungguku dan mengangkat suara, "[Name], mungkin hal ini memang sangat membebanimu. Tetapi, ketahuilah, akan selalu ada kami di sisimu, berperan menghidupkan panggung yang telah kau bangun dari balik layar."
"Tenma Tsukasa, kau ... dasar bodoh."
"Oi, berulang kali aku mendengar hal itu untuk hari ini dari Nene dan kau pun juga?!"
"Haha."
Pemuda itu tak lagi menyuarakan protesnya ketika mendapati tawa kecilku. Ia mendengkus pelan, lalu mengacak kembali helaian rambutku, seperti biasa seolah kami tengah berada di masa kecil kembali.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro