Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

25. ROBOT

Tiga tahun yang lalu

"Jadi kau adalah pegawai baru disini?" Tanya seorang wanita muda yang memakai seragam pengasuh Cloudyplay. Disisi kanan dada seragamnya menyangkut pin bergambar wajah kuning tersenyum.

"Ya nona, perkenalkan nama saya Jane." Ujarnya Jane ramah kepada wanita itu. Sesekali ia merapikan pakaiannya agar selalu terlihat rapi. Pakaian yang sama dengan wanita itu, seragam pengasuh Cloudyplay.

Cloudyplay merupakan salah satu tempat penitipan anak pra sekolah. Pada setiapharinya Cloudyplay buka mulai pukul delapan pagi dan tutup pada pukul tujuh malam.

Hari ini merupakan hari pertama Jane menjadi pegawai ditempat itu. Setelah melalui beberapa tes ia berhasil masuk ke tempat itu sebagai pegawai, walaupun harus menjalani masa percobaan selama dua bulan.

Ia memutuskan untuk keluar dari pekerjaan sebelumnya yaitu sebagai pegawai paruh waktu yang bertugas untuk mencuci piring di salah satu restoran cepat saji. Alasannya tentu saja karena uang yang ia dapatkan tidak cukup baginya untuk membayar biaya penelitian tugas akhir kuliahnya.

Cloudyplay memang memberikan bayaran yang lebih dari cukup untuk membiayai penelitiannya. Namun tentunya tugas menjaga dan mengasuh anak kecil sangatlah menguras tenaga setiap harinya. Tapi Jane siap dengan hal itu.

"Saya Lori" ujar wanita itu sedikit ketus, ia meremehkan Jane yang tak punya pengalaman bekerja untuk mengurus anak kecil sama sekali.

"Ini catatan untuk pekerjaanmu." Ujar Lori sambil memberikan sebuah buku catatan kecil berwarna biru muda.

"Chloe harus diberikan susu coklat pada tengah hari. Jika Louis menangis berikan boneka beruang padanya. Gina akan sangat senang jika diajak main salon-salonan. Sisanya kau bisa baca di buku itu." Ujar Lori.

Jane kemudian membalik-balik lembar buku catatan itu, tiap halamannya berisi foto, nama dan kebiasaan anak-anak yang dititipkan di Cloudyplay.

Kemudian tibalah ia di halaman terakhir. Ia melihat sebuah foto anak kecil tampan dengan mata bulat yang berwarna abu-abu. Di bawahnya tertulis nama 'James Myers' dan di bagian bawahnya tak ada catatan khusus mengenainya.

"Ummm... Nona Lori, mengapa catatan ini kosong?" Tanya Jane heran, jarinya sambil menunjuk ke arah halaman terakhir itu.

"Itu adalah Jim, ia baru dua minggu disini. Tak ada yang tahu keinginannya apa. Ia sangat nakal, sering mengganggu teman-temannya. Yang jelas, ia sudah berhasil mengeluarkan tiga orang pengasuh yang menjaganya. Karena dari itu catatan tentangnya kosong, karena pengasuh-pengasuh sebelumnya menyerah dan mengundurkan diri." Ungkap Lori panjang lebar. "Sudah cukup pengenalannya, ayo kita bersiap bekerja."

Jane pun menghela nafas panjang. Dalam hatinya berdoa semoga ia nantinya bukanlah dalah satu dari pekerja yang mengundurkan diri karena tak tahan dengan kenakalan anak kecil. Ia harus berjuang demi membiayai kuliahnya yang tinggal selangkah lagi untuk lulus.

Jane memasuki ruangan dengan tembok bewarna-warni, disudut-sudut ruangan itu terdapat beberapa keranjang-keranjang yang berisi mainan.

Di ruangan itu terdapat beberapa orang tua yang berpamitan kepada anaknya untuk bekerja. Beberapa diantaranya terisak menangis dan yang lainnya ada yang terlalu asyik dengan mainannya.

Seorang wanita cantik yang sibuk dengan ponselnya nampak sedikit cuek dengan anak lelakinya dibandingkan dengan orang tua yang lain. Wanita itu kemudian mengelus rambut anaknya dan memberikan ciuman jarak jauh untuk anak itu. Dan wanita itu pun berjalan menjauh dan menghilang di keramaian. Sedangkan sang anak masih terus saja menatap sang ibu dari kejauhan.

Jane merasa iba, kemudian ia mendekati anak kecil itu. Anak laki-laki itu pun membalikkan badannya, menyadari ada seseorang yang mendekatinya.

Ternyata anak itu adalah Jim yang pernah diceritakan oleh Lori.

"Halo. Kau Jim kan? Salam kenal... aku pengasuh baru disini namaku..." Jane mencoba menunduk agar sejajar dengan anak itu dan memperkenalkan dirinya kepada anak itu.

Tiba-tiba...

Breek...

Jim menarik kasar pin kuning yang ada di seragam Jane hingga terlepas dan melemparnya jauh-jauh. Kemudian ia menjulurkan lidahnya, mengejek Jane. Jim pun berlari sambil tertawa jahil.

Jane kesal melihat kelakuan Jim yang jahil. Akhirnya Jane beranjak dari tempatnya dan mengambil pinnya yang terlempar Jauh. Ia mencoba memasangkan pin kembali namun sayangnya jarum penjepit pada pin itu sudah bengkok sehingga pin itu sudah tak bisa terpakai lagi.

Para orang tua sudah mulai pergi meninggalkan anaknya. Semua anak kecil yang ada pun sudah sibuk sendiri dengan mainan dan temannya masing-masing. Para pengasuh pun mulai mendampingi mereka.

Dan lagi-lagi Jim berbuat nakal, ia membuat Chloe menangis keras karena merusak boneka barbienya.

Para pengasuh yang lain mencoba menghentikan tangisan Chloe. Mereka mengerubungi Chloe dan membujuknya dengan berbagai hal. Sedangkan diujung ruangan Jim sangat asyik sendiri memainkan robot Power Rangersnya. Tak ada yang berani menegur ataupun menggubrisnya.

Jim memang sangat usil, dalam satu hari saja ia bisa membuat semua pengasuh jengkel dan membuat beberapa anak menangis.

Jane merasa tak bisa membiarkannya. Ia tahu jika Jim terus dibiarkan, kenakalannya akan menjadi-jadi tiap harinya.

Ia pun mendekati Jim dan mencoba menegurnya.

"Jim, apa yang kau lakukan? Lihatlah Chloe sangat bersedih karena bonekanya kau rusak." Ujar Jane.

Mendengar dirinya ditegur oleh Jane, Jim melipat tangannya dan membuat mimik yang sangat kesal. Ia tak suka ditegur.

Jim pun menarik rambut merah Jane sampai ikatan rambutnya terlepas.

"Aww..!" Jane mengaduh kesakitan karena beberapa helai rambutnya ada yang tercabut di tangan Jim. Jane sangat kesal. Tapi ia tak boleh menghindari Jim.

Muncullah sebuah ide dari otaknya. Entah itu akan berhasil atau tidak yang jelas ia harus mencobanya.

"Hai Jim, apa aku cantik seperti Tuan Putri?" Tanya Jane tersenyum walaupun dalam hatinya kesal dengan yang dilakukan Jim.

"Hah?!" Jim keheranan dengan respin Jane yang tak marah padanya seperti yang dilakukan pengasuh lainnya. "Kau jelek tidak seperti Tuan Putri!" Ledek Jim sambil menjulurkan lidahnya.

"Lalu kenapa kau menarik rambutku?" Tanya Jane. Ia kemudian mendudukan diri di karpet warna oranye yang tergelar sebagai cover lantai seluruh ruangan itu. Jane memegang kedua tangan Jim, menariknya lembut agar ikut duduk di karpet itu.

"Haha... Kukira aku cantik seperti putri Rapunzel. Kau tahu seorang Pangeran tampan menarik rambut Putri Rapunzel dan memanjatnya untuk naik ke atas menara yang sangaaaaat tinggi. Lalu menolong sang putri yang dikurung. Kau tahu ceritanya?" Tanya Jane dengan nada lembut.

Jim hanya menggeleng. Tiba-tiba dia hanya terdiam memperhatikan semua ucapan Jane. Jane tahu Jim terpancing untuk mendengarkan ceritanya.

Akhirnya Jane pun menceritakan kisah tentang Putri Rapunzel kepada Jim secara monolog.

Ajaibnya, Jim hanya terdiam tenang menyimak cerita Jane sampai usai. Ini kali pertama seseorang bisa meredakan kenakalan Jim.

"Jim! Kau tidak boleh nakal kepada teman yang lain. Nanti jika kau nakal kau bisa dianggap seperti penyihir jahat oleh teman-teman yang lain." Tegur Jane.

Mendengar teguran Jane halus, mata Jim pun berkaca-kaca. Ia mulai menangis. Ini pertama kalinya bagi Jim menangis. Jane merasa sangat bersalah karena perkataannya membuat Jim menangis.

Jane pun memeluk Jim untuk meredakan tangisnya.

"Hiks... hiks... Jim tidak mau jadi penyihir jahat. Jim tidak nakal. Jim hanya ingin bermain dengan yang lain. Tapi yang lain tak mau bermain robot bersama Jim. Maafkan Jim nona..." Ujar Jim sambil menangis.

"Jane. Jim bisa memanggilku Jane." Ujar Jane sambil mengelus-ngelus punggung Jim.

"Maafkan Jim, Jane. Jim tak mau menghancurkan istana yang dibuat Louis. Jim juga tak mau merusak barbie Chloe. Jim juga tak ingin melempar mobil prmadam kebakaran milik Hans. Jim hanya ingin bermain robot-robotan bersama mereka." Ujar Jim masih terisak sambil seakan-akan ia sedang melakukan pengakuan dosa.

Jane sangat terenyuh mendengar pengakuan Jim. Ia kembali teringat kejadian pagi tadi ketika Jim menatap kepergian ibunya dari jauh. Jane tahu Jim kesepian dan hanya ingin mencari perhatian orang lain. Sedangkan keadaan yang ada saat ini adalah para pengasuh seakan sedikit menghindarinya.

"Jadi kau hanya ingin bermain robot-robotan dengan mereka?" Tanya Jane memastikan.

Jim hanya mengangguk.

"Bagaimana jika Jim bermain robot-robotan denganku saja?" Ajak Jane.

Tiba-tiba wajah Jim berubah menjadi sangat antusias. Ia kemudian mengeluarkan mainan robot Power Rangersnya dan mulai bermain dengan Jane.

Lama-kelamaan Jim berubah menjadi anak yang manis dan penurut. Namun, hanya Jane saja yang bisa menyihir Jim nakal menjadi seperti itu dan Jim hanya mau menurut kepada Jane saja.

Setelah beberapa bulan bekerja di Cloudyplay, Jane terpaksa harus menyudahi pekerjaannya. Karena ia sudah lulus dari kuliahnya dan berhasil mendapat panggilan kerja di perusahaan pertamanya.

Dan di hari terakhirnya bekerja, Jane berpamitan kepada Jim. Jim tak membolehkan Jane pergi, seharian ia terus saja memegangi ujung pakaian bawah seragam Jane dan mengikuti Jane kemanapun Jane pergi. Cukup sulit melepaskan diri dari Jim. Jane bahkan harus menunggu Jim sampai terlelap tidur untuk melepaskan genggaman Jim dari seragamnya.

Dan setelah Jim terbangun, ia sadar Jane sudah benar-benar pergi darinya. Ia sangat sedih, sampai-sampai ia menangis dengan sangat keras.

¤ ¤ ¤

"Ssshhhh... Diamlah Jim" Bisik Jane dengan jari telunjuknya didekatkan ke bibirnya. "Berjanjilah untuk tidak berteriak!"

Telapak tangan Jane masih menutup mulut Jim, anak kecil dengan mata besar berwarna keabuan.

Jim kemudian mengangguk-anggukan kepalanya, menandakan ia berjanji untuk tidak berteriak.

Jane sangat tak menyangka bisa bertemu Jim ditempat ini.

"Jim, kenapa kau bisa ada disini?" Tanya Jane heran sambil melepaskan bekapan tangannya di bibir Jim.

"Ini adalah rumah kakekku. Jane, ayo kita bermain robot-robotan lagi! Aku punya robot yang keren!" Ujar Jim sangat antusias sembari menarik-narik lengan Jane dengan tangannya yang masih berlumur es krim coklat.

"Hmmm... Baiklah... Tapi, maukah Jim berjanji suatu hal pada Jane?" Ujar Jane penuh harap kepada Jim.

Jim pun mengangguk menandakan menurut pada Jane, terpancing dengan tawaran bermain robot-robotan.

"Berjanjilah untuk tidak bilang siapapun jika sebelumnya kita pernah bertemu." Pinta Jane.

"Ya Jane. Ayo kita main Jane!" Ajak Jim, sambil menarik lengan Jane.

Tiba-tiba Lucia kembali dengan membawa sebuah lap dan handuk kecil menghampiri mereka. Disusul dibelakangnya berjalan Tuan Myers dan Tuan Reed.

Jane pun mendekati Tuan Reed diikuti di belakangnya ada Jim yang terus menerus menempel kepada Jane. Tuan Reed memasang wajah keheranan karena ada bocah kecil yang mengikuti Jane sedari tadi.

"Bagaimana hasil diskusinya?" Tanya Jane berbisik.

"Dia tak tertarik dengan investasinya." Bisik Tuan Reed nadanya sedikit kecewa. Kemudian ia menghela nafas panjang. "Siapa bocah itu?" Tanya Tuan Reed heran dengan keberadaan Jim.

"Nanti kuceritakan." Ucap Jane. Ia tak ingin Tuan Myers tahu bahwa istri Tuan Reed dulu pernah bekerja mengasuh Jim. Pasti itu akan menurunkan harga diri suaminya itu.

Lucia dengan sigap menghampiri Jane dan menjauhkannya dari Jim. Ia kemudian membersihkan noda ice cream coklat yang ada di rok Jane.

"Jim, kau tak boleh makan sambil berlari-lari. Lihatlah, kau jadi mengotori pakaian Nyonya Reed. Ayo minta maaf kepada Nyonya Reed!" Bentak Tuan Myers tegas kepada Jim.

Jim kemudian menghampiri Jane, dan bersembunyi dibaliknya. Ia kemudian menjulurkan lidahnya, tanda meledek kepada kakeknya.

Jane membalikkan badannya dan sedikit menunduk sehingga wajahnya dan wajah Jim sejajar.

"Jim, kau tak boleh seperti itu kepada kakekmu. Kakekmu hanya takut kau jatuh dan terluka. Kakek pasti sangat sedih jika Jim terluka. Apa Jim ingin kakek bersedih?" Tanya Jane mencoba memberikan pengertian.

Jim menggeleng pelan. Jane pun memeluk bocah lugu itu.

"Minta maaflah pada kakek." Ujar Jane menasehati Jim sambil melepas pelukannya.

"Tidak mau. Kakek jelek!" Ujar Jim.

"Jim, kau suka power rangers?" Tanya Jane.

Jim mengangguk.

"Apa kau pernah melihat power rangers mengejek kakeknya sendiri?" Tanya Jane tersenyum lembut.

Jim menggelengkan kepalanya.

"Kalau Jim ingin menjadi teman power rangers, Jim harus selalu sopan kepada kakek Jim." Ucap Jane membujuk Jim. "Benar kan Paman Reed?" Ujar Jane menoleh kearah Tuan Reed, mencari dukungan dari Tuan Reed.

Tuan Reed hanya diam menatap Jane, sedikit terpana dengan keliahaian istrinya menghadapi seorang bocah kecil. Menurut Tuan Reed, Jane sangat keibuan.

"Ahh.. Ya benar." Ujar Tuan Reed tiba-tiba salah tingkah ketika pandangannya dan Jane bertemu. Ia langsung mengalihkan pandangannya kepada Jim. "Kalau kau masih nakal..." Ujar Tuan Reed serius

"Kau akan digigit monster..." Ujar Tuan Reed sambil menggoda Jim dan menggelitikinya.

Jim tertawa kegelian.

Jane terpaku melihat Tuan Reed yang menggoda Jim sambil tersenyum lepas.

"Andai saja Julian... Andai kau bisa tersenyum seperti itu ketika hanya berdua denganku." Harap Jane dalam hati. Ia tahu Tuan Reed hanya berpura-pura tersenyum di depan orang lain.

"Cepat minta maaf pada kakekmu." Perintah Tuan Reed kepada Jim sambil menghentikan gelitikannya.

Jim pun menyerah dan langsung menuruti apa kata Tuan Reed. Ia langsung meminta maaf dan memeluk kakeknya.

"Ayo, Jane kita pulang" Ajak Tuan Reed.

"Ya."

Jane dan Tuan Reed pun berpamitan kepada Jim dan Tuan Myers.

"Jane jangan pulang! Jim ingin bermain power rangers." Pinta Jim sambil menarik rok Jane.

"Jim, kau harus memanggilnya dengan panggilan Nyonya Reed. Tak sopan jika memanggil dengan nama depannya" Ujar Tuan Myers menasehati cucunya.

"Tak apa Tuan, saya sendiri yang memintanya memanggil dengan nama depan." Ujar Jane berbohong agar tak ketahuan jika ia dulu sangat dekat dengan Jim.

Melihat cucu kesayangannya merajuk, Tuan Myers pun meminta mereka untuk tinggal sampai waktu makan malam.

Sebenarnya Tuan Reed sudah terlanjur kecewa karena Tuan Myers tidak berminat melakukan investasi pada proyeknya. Namun, karena tak enak hati untuk menolak ajakan Tuan Myers, Tuan Reed pun menerima tawaran Tuan Myers untuk makan malam di rumah besarnya.

Sambil menunggu waktu makan malam, Tuan Reed diajak Tuan Myers untuk melihat kebun binatang kecil yang ia miliki di bagian timur lahannya. Sedangkan Jane, ia menepati janjinya untuk bermain dengan Jim di kamar bocah itu.

Jim terlihat sangat senang bermain dengan Jane sampai tak sadar hari mulai larut.

"Jane, ini untukmu" Ujar Jim sambil memberikan salah satu mainan power rangersnya.

Ia memberikan Jane robot power Rangers warna biru.

"Wah! Ini untukku? Terima kasih Jim! Akan kusimpan." Ujar Jane sambil memegang erat mainan itu. "Kenapa kau memberiku warna biru? Bukankah Rangers wanitanya berwarna merah muda?" Tanya Jane.

"Aku adalah Ranger merah. Dan Ranger merah bersahabat dengan Ranger biru. Jane adalah temanku jadi Jane adalah Ranger birunya." Ucap Jim polos.

Jane sangat tersentuh dengan ucapan manis dari Jim. Begitu polos, tanpa dibuat-buat. Tak seperti perlakuan Tuan Reed padanya yang bersikap ramah dan perhatian padanya ketika di hadapan orang lain.

Jane menatap Jim dengan mata berkaca-kaca dan memeluknya.

"Tuan Jim dan Nyonya Reed, Tuan besar dan Tuan Reed sudah menunggu untuk makan malam." Panggil Lucia dari balik pintu kamar Jim.

Akhirnya mereka berdua pun beranjak menuju ruang makan yang besar. Diatas meja makannya sudah terhidang makanan yang sangat lezat.

"Halo Jim, bagaimana bermainmu dengan Nyonya Reed?" Sapa Tuan Myers kepada Jim.

"Sangat seru kek! Kami berhasil mengalahkan para monster dari luar angkasa." Ujar Jim bercerita sangat antusias. Tuan Myers membalasnya dengan senyuman kecil.

Beberapa saat kemudian mereka berempat sudah menyelesaikan makan malamnya. Jamuan makan malam yang sangat menyenangkan karena ada Jim yang membuat suasana lebih mencair.

Tiba-tiba, Tuan Myers mengeluarkan sebuah potongan kertas dan memberikannya kepada Tuan Reed.

"Ini untuk investasi dari perusahaanku pada proyekmu." Ucap Tuan Myers memberikan sebuah cek dengan nominal yang sangat besar.

Tuan Reed sangat sumringah menerimanya.

"Benarkah Tuan? Bukankah sebelumnya anda tak berminat denga proyek yang saya jalani?" Tanya Tuan Reed.

"Prinsip saya dalam berinvestasi adalah harus memilah dengan baik perusahaan mana yang bisa diandalkan, karena jika tidak, akibatnya akan sangat fatal. Penilaian yang saya gunakan dalam menyeleksi perusahaan adalah melihat para pemimpin perusahaan itu sendiri. Pemimpin yang sukses dengan perusahaannya pasti sangat pintar dalam memanajemeni berbagai hal, salah satunya adalah keluarga. Awalnya saya sangat ragu dengan anda Tuan Reed. Saya merasa anda terlalu mengekang keluarga anda dan seakan terlalu mendominasi." Ucap Tuan Myers.

"Namun, saya sangat terkejut ketika Jim, cucu kesayangan saya yang sangat sulit diatur tiba-tiba menjadi sangat penurut di hadapan kalian berdua. Itu bahkan menjadi hal yang sangat mustahil mengingat Jim adalah tipe anak yang sangat sulit dimengerti. Saya sangat salut kepada anda Tuan dan Nyonya Reed, saya pikir kalian adalah team yang hebat." Puji Tuan Myers. "Hal itu mengingatkan saya ketika masa dimana istri saya masih hidup dan menjalani hari-hari yang bahagia bersama anak lelaki kami pada saat seusia Jim." Ujar Tuan Myers sedikit emosional.

"Dari situlah saya merasa Tuan Reed adalah salah satu pemimpin yang memiliki cara manajemen yang baik. Bisa memisahkan dengan baik urusan pekerjaan dan urusan keluarga. Pasti anda sangat mencintai keluarga anda." Sambung Tuan Myers sambil memberikan sebuah cek dengan yang jauh lebih besar dari cek sebelumnya.

Tuan Reed menoleh ke arah istrinya yang masih diajak bermain oleh Jim. Ia tahu sikap Jane kepada Jim membuat Tuan Myers menganggap dirinya dan Jane adalah pasangan yang kompak, berbeda pada kenyataannya. Tuan Reed merasa berhutang budi pada Jane.

"Dan, anggaplah ini adalah sumbangan dari seorang kakek tua untuk membantu pembangunan Miniland. Untuk hal ini, saya tak mengharapkan imbalan apapun, ini bukanlah bisnis." Ucap Tuan Myers.

Tuan Reed sangat terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Tuan Myers. Tuan Myers memberikan uangnya secara cuma-cuma. Hari ini, ia merasa berhutang banyak kepada istrinya.

Setelah sedikit berbincang-bincang akhirnya mereka kembali berpamitan pulang.

Jim melepas kepergian mereka dengan wajah sendu. Ia memeluk Jane cukup erat dan lama sebelum mengucapkan kata good bye.

Akhirnya mereka beranjak meninggalkan teras rumah Tuan Myers yang besar.

"Nyonya Reed." Panggil Tuan Myers.

Jane menghentikan langkahnya dan menoleh.

"Ya?" Ucapnya.

"Kuharap jika nanti kalian memiliki anak perempuan, kalian bisa memperkenalkannya kepada Jim. Jim pasti akan jadi pria yang hebat ketika sudah besar nanti. Mungkin kita bisa membuat perjodohan." Ujar Tuan Myers.

Mendengar kalimat itu Tuan Reed pun ikut menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Tuan Myers.

"Ya." Ucap Tuan Reed spontan.

"Apa?! Anak? Kenapa Julian langsung menyetujuinya? Bahkan dia tak pernah sekalipun mencumbuku. Apa dia sudah berniat melakukan 'itu' padaku?" Pikir Jane dalam hati.

"Dadah Jane" Ucap Jim sambil melambai-lambaikan tangannya dari kejauhan. Jane membalas lambaian tangannya.

Tuan Reed dan Jane pun kembali berbalik dan kembali berjalan menuju mobil mereka.

Diperjalanan pulang, Jane membayangkan hal yang 'tidak-tidak'. Ia membayangkan dirinya dan Tuan Reed melakukan hal 'itu'. Ia menggigit bibir bawahnya. Wajahnya mulai kemerahan.

"Jane, kau suka dengan anak kecil? Kulihat kau cepat akrab sekali dengan anak nakal itu?" Tanya Tuan Reed memecah lamunan 'kotor' Jane.

"Ya. Aku menyukai anak kecil karena jika kita menyayanginya, dia akan membalasnya dengan dengan berkali lipat lebih tulus." Ucap Jane. "Tapi, Jim sangat berbeda..." sambungnya.

Jane pun menceritakan kepada suaminya mengenai pertemuan dan hari-harinya dulu dengan Jim. Mendengar kisahnya, Tuan Reed meresponnya dingin seperti biasa.

"Andaikan kau bisa membalas perasaanku Julian. Layaknya anak kecil membalas perasaan orang yang menyayanginya dengan tulus." Ucap Jane, kecewa terhadap respon dingin Tuan Reed yang dingin. Ia bahkan tak peduli dengan apa yang terjadi pada Jane di masa lalu.

Lagi-lagi Jane hanya bisa terdiam.

"Jane, kupikir ide untuk mrnjodohkan anak perempuan kita dengan Jim adalah ide yang bagus." Ucap Tuan Reed.

"Jadi, kau menginginkan seorang anak?" Tanya Jane dalam hati ia sedikit senang. Jane yakin, jika mereka memiliki anak, pasti Tuan Reed akan lebih menganggapnya sebagai seorang istri. Ia menatap Tuan Reed dengan penuh harap. Kedua pandangan mereka pun bertemu. Jantung Jane berdebar lebih kencang.

Tuan Reed mengalihkan pandangannya ke Jalan, berusaha untuk lebih konsentrasi menyetir di jalanan yang sudah gelap. Jane mengerti, suaminya terganggu dengan caranya menatap.

"Aku bisa membayangkan jika Dreamcity dan perusahaan Tuan Myers bergabung. Itu pasti akan jadi perusahaan raksasa di negara ini." Ucap Tuan Reed.

Jane sangat shock mendengar perkataan suaminya.

"Astaga Julian kau sudah gila! Kau tega sekali! Jadi ini semua hanya demi perusahaanmu?! Kupikir semua karena kau benar-benar memiliki keinginan untuk memiliki anak dariku. Kau bahkan sudah berniat memperalat anak kita demi ambisi perusahaanmu." Pikir Jane, kali ini ia sangat kecewa dengan suaminya.

"Rasanya, jika kau seperti ini terus, aku akan menyerah. Aku ingin pergi rasanya." Pikir Jane sangat kecewa.

"Julian. Esok hari, aku akan pergi. Bolehkah?" Tanya Jane kepada suaminya.

"Ya. Lakukanlah sesukamu." Ujar Tuan Reed dingin.

Jane hanya tertunduk. Ia sangat kecewa dengan respon suaminya yang tak peduli dengannya.

"Julian, aku sudah letih. Kau bahkan tak menanyakan kemana aku akan pergi. Kau memang tak peduli denganku." Ucap Jane dalam hati kecewa.

Jane memalingkan pandangannya ke mainan robot power rangers pemberian dari Jim. Ia menggerak-gerakkan tangan mainan itu. Mengalihkan pikirannya dari rasa kecewa dan sedih yang melandanya.

Ia mengunci mulutnya.

"Julian tidak mencintaiku. Aku akan pergi Julian..."

¤ ¤ ¤

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro