24. IDEA
"Bangkrut?" Jane terhenyak mendengar perkataan suaminya.
"Ya." Balas Tuan Reed tegas.
"Bagaimana bisa?"
"Semua karena kebijakan pemerintah yang baru. Peraturan mengenai pemerataan hak sosial, mereka meminta tiap perusahaan bidang jasa dan produk untuk memberikan potongan harga yang tinggi untuk masyarakat kelas bawah."
"Julian. Apa itu karena perbedaan upah antara kota besar dan pelosok yang lebih didominasi kalangan bawah? Kuperhatikan itu menjadi headline di media masa akhir-akhir ini." Ujar Jane menganalisa dengan cerdas.
"Ya. Akupun mengira demikian"
Di negara yang Jane tempati memang sedang terjadi kelimpangan ekonomi yang sangat meresahkan. Penduduk yang tinggal di kota besar dan maju seperti Jane dan Tuan Reed memiliki standar upah yang tinggi berkali-kali lipat dari pekerja di kota kecil dan terpencil. Hal itu pun berbanding lurus dengan harga kebutuhan dimasing-masing kota.
"Lalu? Apa perusahaan sebesar Dreamcity tidak bisa menanganinya? Dreamcity memiliki Wonderland, taman bermain ekslusif di negara ini. Kalangan manapun sangat ingin mendatanginya. Dengan adanya pemotongan harga, bukankah itu menjadi jalan promosi yang menggiurkan untuk menambah pengunjung tiap tahunnya?" Ujar Jane mencoba menyemangati suaminya agar optimis.
Ya. Dreamcity merupakan salah satu perusahaan raksasa di negara ini. Dreamcity merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pariwisata. Salah satu ujung tombaknya adalah Wonderland, taman bermain super ekslusif yang hanya bisa dikunjungi oleh kalangan menengah keatas di kota besar.
Tuan Reed menghela nafasnya berat.
"Para investor merasa pemotongan harga adalah tantangan berat karena keuntungan merekalah yang akan menjadi resikonya. Beberapa pemegang saham pun mulai melepas saham mereka di Dreamcity." Ujar Tuan Reed putus asa. Tangannya masih mengepal kuat.
"Jadi seperti itu... Kasihan sekali Julian, ia pasti sangat tertekan sekarang" Ujar Jane dalam hati. Jane sangat senang Tuan Reed menceritakan masalahnya pada Jane. Namun di sisi lain ia sangat sedih karena suaminya sedang menghadapi masalah di perusahaannya.
Jane kemudian berjalan ke belakang kursi yang sedang Tuan Reed duduki. Ia kemudian menempelkan pipi kirinya ke pipi kanan Tuan Reed. Jane merasa senang bisa merasakan kehangatan tubuh Tuan Reed melalui pipinya, terlebih lagi kali ini Tuan Reed tak menghindari sentuhan darinya. Hati Jane berdegup sangat kencang.
Tangan kanannya meraba tangan Tuan Reed yang mengepal sedari tadi.
"Julian suamiku. Kita akan mencari jalan keluarnya bersama-sama. Aku akan membantumu berjuang keluar dari masalah ini." Ujar Jane menenangkan hati suaminya. Ia mengelus-ngelus tangan suaminya, Tuan Reed kemudian melonggarkan kepalan tangannya.
"Sepertinya aku berhasil menenangkan Julian..." Gumam Jane dalam hati.
Jane kemudian menggenggam tangan Tuan Reed lembut. Sesaat Jane melepaskan genggamannya, dan menuntun telapak tangan Tuan Reed untuk memegang garpu.
"Makanlah terlebih dulu. Setelah makan, kita akan lanjutkan kembali berbicara urusan perusahaan." Bujuk Jane agar Tuan Reed segera memulai makannya. Jane melepas sentuhan antara pipinya dan pipi suaminya, ia beranjak menuju kursinya. Sedangkan Tuan Reed mulai memasukkan spaghetti lezat buatan Jane ke dalam mulutnya.
Melihat respon dari Tuan Reed, Jane sangat senang. Ia merasa sangat dibutuhkan saat ini oleh Tuan Reed. Jane tak ingin kehilangan kesempatan ini untuk memikat hati Tuan Reed, ia harus benar-benar memiki ide yang bagus untuk keluar dari masalah ini.
Sembari makan, Jane memutar otaknya. Keningnya sedikit berkerut. Dan tiba-tiba ia tersenyum-senyum sendiri dan kerutan keningnya pun menghilang.
"Aku memiliki ide yang cukup bagus. Kuharap Julian akan menyukainya."
¤ ¤ ¤
"Miniland?!" Ujar Tuan Reed.
"Yap. Tapi untuk nama Miniland sendiri kau bisa menggantinya." Ujar Jane. "Jadi konsepnya adalah membuat Wonderland versi berbeda. Miniland ini dibuat khusus untuk kalangan menengah ke bawah, dan tentunya isinya tak seekslusif wonderland." Sambung Jane.
"Tapi bukankah dengan membangun taman bermain yang baru akan lebih banyak mengeluarkan dana? Beberapa investor yang ada sudah menyerah." Ujar Tuan Reed sambil mengeryitkan dahinya.
Jane pun tersenyum. "Jika tak ada investor sama sekali, maka kita akan bekerja sama dengan pemerintah." Ujar Jane.
"Tapi pemerintah tentunya tak akan mau mengeluarkan dana yang banyak hanya untuk sebuah taman bermain di kota besar."
"Julian. Miniland tak akan dibangun di kota besar. Karena konsepnya untuk kalangan menengah kebawah, maka Miniland akan dibangun di kota kecil. Kau tahu kan? Kota kecil memiliki harga barang dan upah yang lebih murah dibandingkan kota besar, dan hal itu akan menekankan angka yang dikeluarkan untuk pembangunan. Selain itu, dengan dibukanya taman bermain di kota kecil, itu akan membuka peluang kerja bagi masyarakat kota tempat taman itu dibangun. Kupikir hal itu akan membuat pemerintah cukup tertarik." ujar Jane penjang lebar. "Oh ya... Dan Miniland ini bisa menjadi ajang promosi untuk Wonderland, kita bisa membagikan brosur Wonderland disana. Jadi, jika ada kalangan atas dari kota kecil yang mendatangi Miniland, akan dibuat tergiur untuk mendatangi Wonderland yang ada di kota-kota besar."
Mendengar hal itu Tuan Reed menyandarkan dirinya ke sandaran sofa. Matanya melihat ke langit-langit, ia membayangkan jika ide Jane direalisasikan. Senyum kecil pun mulai mengembang di wajahnya.
"Jadi bagaimana ideku? Apa itu bisa berguna." Tanya Jane.
"Jane. Kupikir itu bukanlah ide yang bagus." Ujar Tuan Reed serius.
"Maaf. Nanti akan kupikirkan ide yang lainnya." Ujar Jane lesu.
"Itu adalah ide yang brilian." Ujar Tuan Reed sambil tersenyum kepada Jane.
Melihat Tuan Reed tersenyum lebar kepada Jane membuat hatinya meleleh. Tuan Reed yang tak pernah menggubrisnya, yang tak pernah memandangnya, detik ini Tuan Reed sungguh berbeda. Ia tersenyum.
"Julian tersenyum kepadaku! Julian jauh lebih tampan jika tersenyum." Gumam Jane senang. Ini sinyal yang cukup baik untuknya dari Tuan Reed.
"Tapi untuk ini, perusahaan harus membutuhkan waktu yang lama untuk market survey kota mana yang akan menjadi tempat dibangunnya taman bermain."
"Untuk pemilihan kota, menurutku kota yang terbaik adalah kota yang memiliki banyak kota-kota kecil sebagai tetangganya dan juga memilah sesuai akses jalan menuju kota itu. Untuk bangsa pasar yang dijadikan target bukan hanya penduduk dari kota tempat didirikan Miniland, tapi juga menargetkan penduduk kota tetangga. Jadi tak perlu melakukan survey ke seluruh kota kecil yang ada, cukup dengan kota yang memenuhi kriteria yang kusebutkan tadi." Ujar Jane membeberkan idenya semua.
"Hmm.." Tuan Reed kembali tersenyum. Sepertinya ia sangat menyukai semua ide Jane.
Jane ikut tersenyum melihat mimik muka Tuan Reed yang kembali bersemangat.
Tuan Reed beranjak dari sofanya dan melangkah menuju kamar tidurnya. Jane pun menatap punggung Tuan Reed yang sudah bersiap masuk kamar tidur dan menghilang dari pandangannya.
Jane kemudian beranjak dan segera memeluk Tuan Reed dari belakang.
"Julian..." panggil Jane.
"Hmm..." sahut Tuan Reed.
"Aku mencintaimu." Ucap Jane dalam hati. "Julian..."
"Hmm..." Sahut Tuan Reed lagi.
"Senang melihatmu tersenyum kepadaku." Ucap Jane dalam hati.
Tuan Reed melepaskan tangan Jane yang melingkar memeluknya. Ia terkesan risih. Jane pun melepaskan pelukannya.
Tiba-tiba Tuan Reed membalikkan badannya dan memeluk Jane.
Kelopak mata Jane membulat. Ia terkejut suaminya membalas pelukannya.
"Julian... Apa aku berhasil? Apa aku berhasil membuatmu menyukaiku?" Jane mulai bertanya-tanya dalam hati. Jane sedikit terharu, air matanya sudah sedikit mengambang di kelopak bawahnya.
Beberapa saat kemudian Tuan Reed melepas pelukan singkatnya.
"Aku sudah memenuhi janjiku Jane." Ucap Tuan Reed dingin. Ia kembali seperti biasa. Dingin kepada Jane, membuat hati Jane pun seakan ikut membeku. "Malam ini aku akan membuat proposal." Sambungnya.
"Apa kau ingin kubantu?" Jane menawarkan bantuannya. Jane akan sangat senang jika diizinkan untuk dapat membantu suaminya.
"Tak perlu. Kau tak perlu banyak mencampuri pekerjaan kantorku Jane." Ucap Tuan Reed dingin.
"Ta.. tapi Julian..."
"Bisakah kau tak menggangguku malam ini?" Ujar Tuan Reed memotong ucapan Jane, nadanya mulai meninggi.
Blam!
Dan. Lagi-lagi Tuan Reed masuk dan membanting pintu kamarnya tepat di hadapan Jane.
Jane hanya tertunduk lesu. Ia pikir semuanya akan berbeda ketika ia berhasil membantu memberikan idenya. Tapi, semua masih sama. Ia masih berdiri membeku menatap pintu yang ia selalu bayangkan pintu itu adalah pintu kamar pengantinnya.
¤ ¤ ¤
"Julian selamat datang di rumah" Sapa Jane hangat kepada suaminya yang baru pulang dari kantor. Jane kemudian memeluknya, dan Tuan Reed beberapa hari ini sudah mulai terbiasa membalas pelukan Jane.
"Julian..." panggil Jane.
"Hmm..." sahut Tuan Reed.
"Aku mencintaimu." Ucap Jane dalam hati. "Julian..."
"Hmm..." Sahut Tuan Reed lagi.
"Apakah kau mencintaiku?" Tanya Jane dalam hati. Ia tak berani menanyakan secara langsung karena ia tahu jawabannya. Tuan Reed tak mencintainya, jelas sekali dari bahasa tubuh Tuan Reed selama ini. Tapi Jane tak akan menyerah sebelum Tuan Reed mengatakan langsung bahwa Tuan Reed tak mencintainya. Ketika hal itu terjadi, itu akan menjadi hari terakhirnya untuk berjuang demi mendapatkan hati Tuan Reed.
"Jane... idemu berhasil." Ujar Tuan Reed sambil melepaskan pelukannya.
"Hasil Market survey menunjukkan banyak kota yang potensial. Pemerintah pun ingin turut andil dalam proyek ini, bahkan sebelum aku menawarkannya. Saham perusahaan yang sudah dilepas para pemegang saham pun mulai merangkak naik. Para investor kembali menginvestasikan uangnya." Ujar Tuan Reed menceritakannya dengan sangat antusias.
Jane pun memeluk Tuan Reed erat. Ia bahagia bisa melihat Tuan Reed yang kembali bersemangat.
Tuan Reed kemudian melepas pelukan Jane dari tubuhnya. Jane sangat mengerti, Tuan Reed tak menyukainya jika ia memeluk suaminya terlalu sering.
Namun tiba-tiba, Tuan Reed menarik lengan Jane agar lebih mendekat ke arahnya. Dan...
Mencium bibir Jane dengan cepat.
Jane hanya melongo.
"Jane, esok hari ikutlah denganku. Aku akan menemui investor yang sangat potensial. Aku ingin kau menemuinya juga." Pinta Tuan Reed sambil berlalu ke kamarnya.
Kali ini Tuan Reed masih meninggalkan Jane di luar pintu kamar tidurnya. Tapi bukan dengan kondisi yang berdiri membeku lesu. Kali ini Jane berdiri masih memandang pintu yang sama, namun dengan hati yang penuh debaran.
"Julian... menciumku..." Ujarnya dalam hati. Ia masih tak percaya dengan kejadian yang sangat cepat yang baru saja terjadi padanya.
¤ ¤ ¤
"Jadi kita akan pergi kemana Julian?" Tanya Jane kepada suaminya yang sedang duduk disampingnya, mengemudikan mobil.
"Kita akan pergi ke rumah Tuan Myers." Ucap Tuan Reed sambil sesekali melihat ke arah kaca spion mobilnya.
"Membicarakan pekerjaan dirumah?" Tanya Jane heran. Biasanya seseorang akan membicarakan hal-hal mengenai pekerjaan, investasi dan sejenisnya di kantor atau di tempat yang lebih formal. "Hmm... Myers? Sepertinya aku familiar dengan nama itu."
"Yah. Tuan Myers memang sangat unik. Ia selalu mengundang petinggi perusahaan yang akan menjadi tempatnya berinvestasinya untuk datang ke rumah. Aku tak tahu pasti kriteria apa yang ia tentukan pada perusahaan yang ia pilih untuk menginvestasikan uangnya. Tapi dengan diundangnya diriku ke rumahnya merupakan peluang yang sangat bagus. Dari yang kuanalisa ia sangat menyukai petinggi perusahaan yang dekat dengan keluarganya." Ujar Tuan Reed panjang lebar.
Jane tertunduk lesu. Pandangannya mengarah ke jarinya yang dihiasi cincin cantik pemberian Tuan Reed. Ia kecewa, mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh Tuan Reed. Ternyata Tuan Reed mengajaknya hanya untuk dijadikan alat memperlancar jalinan dengan sang calon investor. Sepanjang perjalanan Jane memutuskan untuk tak membiarkan kata-kata dari mulutnya.
Akhirnya setelah melalui perjalanan yang cukup jauh sampailah mereka berdua di sebuah bangunan rumah megah yang berdiri di sebidang tanah yang luas.
Kemudian seorang pria berjanggut putih tebal menyambut mereka di ruang tamu bergaya klasik yang dipenuhi beberapa pajangan mahal.
"Tuan Myers, perkenalkan ini adalah istri saya." Ujar Tuan Reed tiba-tiba sangat ramah.
"Senang bertemu dengan anda Tuan." Sapa Jane kepada pria yang berusia tujuh puluh tahunan itu.
"Jadi bagaimana jika kita langsung membicarakan mengenai proyekmu itu Tuan Reed? Pelayanku menyiapkan ruangannya." Ajak Tuan Myers.
"Kau tunggulah disini." Pinta Tuan Reed kepada Jane.
"Kenapa Nyonya tak ikut kami saja?" Tanya Tuan Myers.
"Tak apa Tuan. Aku takut istriku terlalu berpikir terlalu keras karena investasi ini." Ujar Tuan Reed, secara tak langsung melarang Jane untuk ikut dalam pembicaraan mengenai investasi dengan Tuan Myers.
Jane lagi-lagi tertunduk lesu. Ia tahu Tuan Reed tak ingin ia mencampuri urusan kantor terlalu banyak.
Tuan Myers yang melihat respon Jane, spontan mengerutkan dahinya.
"Ya. Saya akan tinggal disini saja. Saya tak begitu paham dengan masalah perusahaan" Ujar Jane, ia berbohong.
Kemudian Tuan Myers menjentikkan jarinya.
"Lucia! Ajaklah Nyonya Reed untuk berkeliling di taman belakang." Ujar Tuan Myers memerintah pelayan wanitanya.
"Baik Tuan." Ujar pelayan yang bernama Lucia itu. "Mari Nyonya, ikut dengan saya." Ajaknya.
Tuan Reed dan Tuan Myers masuk ke sebuah ruangan dan mulai membicarakan mengenai investasi yang akan dilakukan.
Sedangkan Jane pergi berkeliling di taman belakang yang indah.
Dari kejauhan seorang anak berumur delapan tahun berlari-lari di dekat Jane. Tiba-tiba...
Brukk!
Anak itu menabrak tubuh Jane dan menjatuhkan es krim coklat yang sedang dimakannya ke atas rok warna oranye yang Jane kenakan. Mereka berdua jatuh di tanah.
"Astaga... Tuan Muda..." teriak Lucia sambil membantu mereka berdua untuk berdiri.
"Maaf Nyonya Reed, Tuan Jim adalah anak yang aktif dan sedikit nakal. Akan kuambilkan lap pembersih." Ujar Lucia panik sambil berlari masuk ke dalam rumah untuk mencari lap.
"Tuan Jim. Jangan nakal!" Teriak Lucia dari kejauhan.
"Hei, apa kau terluka?" Tanya Jane sambil membantu membersihkan celana anak laki-laki itu dari tanah.
Pandangan mereka pun bertemu. Kelopak mata Jane membulat ketika melihat anak laki-laki berambut coklat yang ternyata dikenalnya.
"Jane...!" Teriak Jim histeris.
Jane langsung menutup mulut anak lelaki yang bernama Jim itu dengan menggunakan tangannya.
"Sssttt..." Jane mencoba mendiamkan anak laki-laki itu. Anak laki-laki yang pernah hadir di masa lalunya.
"Pantas saja aku merasa familiar dengan nama Myers." Ujarnya dalam hati dengan sedikit panik.
¤ ¤ ¤
Tbv
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro