21. DOCUMENT
Dengan melalui surat ini, saya selaku pemberi warisan menguasakan seluruh harta benda serta aset yang saya miliki kepada putra tunggal saya, Julian Bryant yang sangat saya cintai.
Seluruh perusahaan beserta anak perusahaan akan menjadi tanggung jawab penuh penerima warisan ketika pemberi warisan sudah meninggal dunia.
Tanggung jawab terhadap anak perusahaan terkecil akan langsung dialihkan kepada penerima warisan ketika pemberi warisan sudah menilai penerima mampu menjalankannya.
Pengalihan tanggung jawab perusahaan inti akan dialihkan kepada penerima, ketika penerima sudah dewasa, ditandai dengan mengikatkan diri dalam sebuah pernikahan.
Untuk warisan yang merupakan aset pribadi akan dijelaskan pada lampiran-lampiran berikutnya.
Demikian surat ini saya tulis secara sadar.
Joshua Bryant
¤ ¤ ¤
"Jadi, Julian menikahiku karena ini. Ia membuat kontrak pernikahan karena warisan dari ayahnya..."
Jane kembali mengacak-ngacak selimut dan seprai yang baru ia rapihkan. Bukan karena perasaannya yang kacau, tetapi ia melakukan itu karena ingin membuat kamar Tuan Reed berantakan seperti semula seakan ia tak pernah menyentuh apapun di kamar suaminya.
Air matanya masih mengalir deras. Ia benci karena ia tahu Tuan Reed menikahinya bukan karena memiliki rasa khusus padanya, seperti yang ia duga selama ini.
Yang lebih membuat hatinya semakin sakit adalah ia terlanjur mencintai suaminya.
Ia membuat kamar itu berantakan seperti semula, begitu pula berkas-berkas yang memicu rasa kecewanya itu, ia letakkan ke tempat semula.
Ia tak ingin suaminya mengetahui jika ia pernah membaca berkas-berkas itu. Ia sangat takut sikap Tuan Reed akan semakin dingin padanya ketika Tuan Reed tahu ia telah mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang mengganggunya.
Tangan Jane masih bergetar. Ia mencoba menahan tangisannya tapi tetap saja tak bisa. Dadanya sesak.
Tuan Reed sudah menunggu cukup lama di meja makan. Jane tak ingin suaminya curiga. Ia bergegas menuju toilet untuk membasuh wajahnya yang memerah akibat menangis.
Ia merapikan ikatan rambutnya sambil bercermin. Ia mencoba membuat mimik wajahnya seakan tak terjadi apapun. Ia menahan tangisnya sekuat tenaga walaupun tak optimal.
Air matanya masih mengambang di kelopak bagian bawah matanya. Tapi ia membiarkannya begitu saja. Lagipula Tuan Reed tak mungkin menyadarinya, karena Tuan Reed tak pernah memperhatikan Jane. Tuan Reed tak peduli padanya.
Ia memasukkan handuk yang menggantung dipundaknya ke dalam keranjang cucian.
Jane menata bacon dan scramble egg buatannya di sebuah piring putih, dan diberikannyalah piring itu kepada Tuan Reed.
Tuan Reed heran ketika istrinya hanya menyiapkan satu porsi yaitu untuknya saja.
"Jane, dimana makananmu?" Tanya Tuan Reed.
Jane kemudian duduk di hadapan Tuan Reed sambil memasang senyum palsu agar suaminya tak curiga.
"Aku tidak lapar. Kau makanlah duluan, akan kutemani." Ujar Jane dengan suara bergetar. Perutnya lapar, namun entah kenapa mulutnya tak ingin menelan apapun.
Ketika menatap Tuan Reed hatinya merasa sangat pedih. Baginya Tuan Reed begitu dekat, namun tak terjangkau sama sekali oleh dirinya.
Brakk!
Prang!
Tuan Reed membanting piring berisi makanan yang berada di depannya sampai jatuh kelantai. Pecah menjadi beberapa serpihan kecil. Sarapan yang sudah Jane siapkan pun terbuang sia-sia di lantai.
Jane sangat terkejut melihat apa yang dilakukan oleh suaminya.
"Jadi kau menyiapkan semua dengan waktu selama ini hanya membiarkanku untuk sarapan seorang diri?! Kau membuang waktuku Jane!" Ujar Tuan Reed terlihat dari wajahnya penuh emosi. Ia beranjak dari kursi makannya menuju kamar tidurnya.
Meninggalkan Jane sendirian di ruang itu bersama pecahan hatinya.
¤ ¤ ¤
Jane sangat takut kejadian ketika Tuan Reed yang penuh emosi melemparkan sarapannya ke lantai terjadi lagi. Namun, tetap saja ia tak nafsu makan meskipun ia memasak makanan favoritnya.
Ketika tiba waktu makan bersama Tuan Reed, Jane selalu menyiapkan seporsi kecil untuk dirinya. Sebagai syarat agar Tuan Reed 'merasa' dirinya tak makan seorang diri. Diwaktu lain Jane memilih untuk tidak makan apapun. Ia hanya makan sedikit yaitu ketika Tuan Reed semeja dengannya.
Sangat menyakitkan baginya jika melihat suaminya marah akibat dirinya. Tak kalah menyakitkannya ketika ia tahu perasaannya terhadap suaminya yang bertepuk sebelah tangan. Tapi bagaimana pun, Jane sudah sangat mencintai Tuan Reed walaupun suaminya menyakiti perasaannya. Ia bahagia ketika dapat membuat Tuan Reed tersenyum sesekali.
Semenjak Jane mengetahui surat wasiat dari mertuanya, pikirannya kacau. Ia sering tidak konsentrasi dengan apa yang ia lakukan.
Ketika Jane sendirian, ia selalu termenung di dekat jendela kamarnya sambil memandangi cincin yang pernah dipasangkan oleh Tuan Reed.
Rasanya seperti mimpi jika mengingat dirinya dan Tuan Reed pernah bertukar senyuman. Disaat seperti ini ia sangat kesepian. Dan merasa tak dibutuhkan.
Ia sangat tertekan, anggapan baik mengenai pernikahannya yang akan bahagia dengan Tuan Reed luntur sudah. Yang ia tahu pasti dari semua kejadian ini adalah orang yang tetap mencintai dikala cintanya tak berbalas adalah orang paling lemah di dunia ini.
Ia lemah. Ia selalu membuat dirinya selalu bisa diandalkan oleh suaminya. Menjaga mood Tuan Reed bahkan disaat hatinya sudah berbah menjadi potongan potongan kecil.
Tak pernah sekalipun Jane merubah sikapnya terhadap Tuan Reed.
Di depan Tuan Reed ia selalu bersikap seperti biasa dan melayani Tuan Reed dengan baik.
Di pagi hari, ia menyiapkan pakaian kerja untuk Tuan Reed. Biasanya pada saat itu Jane beberapa kali melihat Tuan Reed dengan tubuh kekar yang sedikit basah yang hanya ditutupi oleh handuk. Detak jantungnya berdegup kencang pipinya bersemu merah, tubuh Tuan Reed seakan menggodanya untuk memeluk, mencium dan mencumbu tubuh itu. Terkadang khayalan Jane menjadi liar, ketika itu terjadi, cepat-cepat Jane keluar dari kamar Tuan Reed untuk menjauhkan pendangannya dari pria yang dicintainya dan pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.
Ketika sarapan, Tuan Reed selalu makan dengan cepat, sesekali ia melihat ke arah Jane yang langsung melemparkan senyuman kepadanya. Seusai makan, Jane memasangkan jas dan dasi dan membantu Tuan Reed merapikan pakaiannya memastikan suaminya ke kantor dengan tampilan terbaik.
Seusai itu ia mengucapkan "Hati-hati di jalan." sebelum Tuan Reed menghilang dibalik pintu tanp kata.
Malamnya, ia sudah siap dengan wajah yang sudah disapu make up tipis dan mengenakan pakaian piyama tidur yang cantik. Berharap ketika Tuan Reed pulang dan memandangnya, suaminya langsung terpana. Tapi kenyataannya berbeda Tuan Reed selalu memalingkan wajahnya. Jane yang malang.
¤ ¤ ¤
Hari ini Jane membeli sebuah novel yang sangat menarik jika ia baca sinopsis di cover belakangnya.
Ia kemudian menaruhnya di rak buku kamarnya. Ia akan membaca novel itu ketika pekerjaan rumahnya sudah selesai, menggantikan waktunya yang sebelumnya hanya ia pakai untuk termenung memandangi cincin pernikahannya sambil duduk di dekat jendela. Sungguh tidak produktif.
Ketika Jane selesai dengan seluruh pekerjaannya mengurus rumah, ia kembali ke rak buku itu untuk membuka bungkus plastik novel itu dan segera membacanya. Ketika ia menarik novel itu, tak sengaja ia menjatuhkan sebuah map coklat.
Pandangannya beralih ke map coklat itu, mengambilnya dan membuka untuk mengetahui isinya.
Ternyata isinya adalah kontrak pernikahannya dengan Tuan Reed. Ia melihat tanggal pembuatannya, sekitar enam bulan yang lalu. Ia membacanya berulang-ulang. Dan di halaman paling terakhir ia temukan surat pengajuan perceraian yang masih kosong.
Ia menatap surat itu cukup lama. Surat itu memang disediakan jika suatu saat dirinya berubah pikiran mengenai kontrak pernikahan yang ia jalani.
Surat pengajuan perceraian hanya dimasukkan pada berkas Jane, dan tak dimiliki oleh Tuan Reed. Karena Tuan Reed tak memiliki hak sama sekali untuk menceraikan Jane, sesuai dengan perjanjian yang Tuan Reed inginkan.
Jane masih menatap surat itu.
"Julian, apakah kau mencintaiku? Bisakah kau mencintaiku? " Jane merenung, dikepalanya terulang-ulang pertanyaan itu. Tak sadar air matanya sudah menetes jatuh diatas kertas itu.
Ia mengambil sebuah pulpen dari stationery box yang ada si dekatnya.
"Julian... Apakah aku berharga untukmu?"
Jane menuliskan nama lengkapnya di dalam kolom penggugatan cerai.
¤ ¤ ¤
Tbc.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro