14. RING
"Secara official. Maukah kau, Nona Jane Fisher, menjadi Nyonya Reed-ku?" Ucap Tuan Reed.
"Oh my....!!" Teriak Jane histeris. Diujung kelopak matanya jatuh air mata haru. Seumur hidupnya, baru kali ini ia merasa menjadi wanita istimewa bagi seseorang.
"Jangan menangis. Ayo jawablah!" Pinta Tuan Reed.
Air mata Jane masih mengucur. "Mama, Ayah... sepertinya aku akan menjadi pengantin wanita yang sangat bahagia di muka bumi ini" Ujar Jane dalam hati. Ia kemudian memeluk Tuan Reed bentuk rasa bersyukurnya memiliki pria 'surprise box' itu.
Tuan Reed membelai rambut merah Jane yang lembut. "Apa ini artinya ya?" Tanya Tuan Reed memastikan jawaban yang sebenarnya sudah pasti ia ketahui.
"Ya Julian. Ya!" Ujar Jane suaranya berat karena menangis.
Kemudian Jane melepaskan pelukannya dan menatap calon suaminya itu. Tuan Reed tersenyum hangat, lalu ia memegang jemari Jane dan memasangkan cincin indah itu ke jari manis Jane.
"Syukurlah, ternyata ukurannya pas" Pikir Tuan Reed lega. Awalnya ia sedikit was-was jika nanti ukuran jemari Jane tak sama ukurannya dengan cincin yang spesial ia pesan dari pengerajin perhiasan ternama.
Tuan Reed mengusap air mata Jane dengan jemari besarnya. "Ayo. Kita lanjutkan makannya." Ajak Tuan Reed.
Seusai mereka menghabiskan dessert yang dibuat Jane, mereka melanjutkannya sengan mengobrol mengenai pekerjaan Jane yang baru.
"Jadi, kau memerintahku menempati posisi Tuan Coleman dengan alasan karena aku calon istrimu?" Tanya Jane.
"Tidak. Bukan karena itu. Pekerjaan dan keluarga adalah hal yang berbeda. Aku memilihmu karena untuk orang yang memiliki pengalaman sedikit sepertimu, kau bekerja dengan sangat baik dan loyal pada perusahaan. Untuk hal kau adalah istriku nantinya, itu merupakan nilai tambah untukku bisa selalu bersamamu Jane. Jadi, kau tak usah khawatir, kau memang pantas mendapatkannya" Jelas Tuan Reed.
"Terima kasih Julian atas kepercayaanmu" Ujar Jane. Jane beranjak menuju tempat pencuci piring. "Setelah ini aku akan langsung pulang." Sambung Jane.
Tuan Reed kemudian menarik lengan Jane dan mengajaknya duduk di sofa.
"Mungkin Julian masih ingin berbincang denganku. Aku pun ingin. Tapi, jika tak pulang sekarang, aku akan tertinggal bus." Gumam Jane dalam hati.
"Jane, jangan pulang." Ujar Tuan Reed merajuk.
"Tidak bisa. Aku harus pulang. Saat ini aku harus tetap berada di rumah walaupun esok hari libur. Aku belum sah menjadi istrimu." Ujar Jane memberikan pengertian.
"Jane.... Aku ingin itu" Ujar Tuan Reed sambil kedua tangannya memegang pundak Jane.
"I... itu?!" Jane ingin memastikan apa yang sebenarnya diinginkan oleh Tuan Reed.
Tuan Reed kemudian menatap Jane tanpa berkedip. Kemudian menjatuhkan dirinya diatas tubuh Jane, sehingga tubuh Jane terbaring diatas sofa dan sedikit tertindih tubuh.
"Jangan-jangan... maksud Julian adalah...." Pikir Jane. Ia yakin dari yang ia lihat saat ini Tuan Reed penuh dengan gejolak gairah. "Gawat... aku takut" Tubuhnya mulai sedikit gemetar dan wajahnya pucat pasi.
Kemudian Tuan Reed sedikit menyibakkan baju bagian bawah Jane, hingga perutnya terekspos. Tanpa bicara Tuan Reed menyentuh perut Jane dengan tangan besarnya, dan hal itu membuat Jane sangat merinding. Tangan Tuan Reed meraba tubuh Jane keatas dan semakin keatas.
"Aghhh... Tidak!!!" Teriak Jane dalam hati.
Tiba-tiba...
BUAKK...!!!
Kaki Jane menendang keras dada Tuan Reed sehingga calon suaminya itu terjatuh dari sofa. Tuan Reed tersungkur di karpet.
"Ouch...!" Tuan Reed mengaduh kesakitan.
"Maaf Julian. Kau tidak apa-apa?" Ujar Jane terbangun kemudian beranjak dan mengelus dada Tuan Reed sebagai tanda penyesalannya. Jane tetap masih waspada terhadap Tuan Reed, terlihat dari dirinya yang sedikit memberi jarak antara dirinya dan Tuan Reed.
"Tidak begitu." Ujar Tuam Reed sok kuat. "Jane, apakah aku terlalu kasar tadi?" Tanya Tuan Reed menghawatirkan Jane.
"Bu... bukan seperti itu Julian." Ujar Jane terbata-bata, masih shock dengan apa yang dilakukan Tuan Reed padanya barusan. "A... Aku hanya... eee..." sambung Jane masih terbata-bata.
"Kalau begitu aku akan membuatmu lebih rileks" Ujar Tuan Reed menenangkan. "Atau kau ingin melakukannya di kamar?" Kemudian Tuan Reed mendekati Jane, berniat menggendongnya ke kamar.
"Tidak... tidak... bukan seperti itu!" Ujar Jane panik. Tangannya mendorong pelan tubuh Tuan Reed sehingga tak mendekatkan diri lagi padanya. "Aku hanya belum siap Julian. Ta... tapi aku pasti akan melakukannya. Hanya denganmu saja. Namun tidak hari inu" Jelas Jane kepanikannya bertambah. Jane pun mencoba mengatur nafasnya kembali agar kepanikannya berkurang.
"Melakukannya hanya denganku saja?" Tanya Tuan Reed. "Maksudmu, kau..."
"A... aku masih virgin!" Ujar Jane memberanikan diri untuk mengatakannya kepada calon suaminya. Ia yakin setelah ini Tuan Reed mungkin akan menertawainya karena diumurnya yang sekarang, ia belum pernah bercumbu dengan lelaki manapun.
Jane pun menutup wajahnya menggunakan telapak tangannya karena merasa dirinya memalukan. Telinganya sudah bersiap mendengar ejekan dari Tuan Reed.
Kemudian Tuan Reed menepukkan telapak tangannya ke wajahnya sendiri. "Astaga, pantas saja kau ini selalu kikuk ketika bersama denganku"
Kemudian Tuan Reed memeluk lembut Jane. Mencoba menenangkan Jane yang masih dilanda kepanikan akan perbuatannya barusan. Sedangkan Jane masih menutupi wajahnya dengan telapak tangannya.
"Maaf... aku pasti membuatmu takut." Ujar Tuan Reed.
"Hei. Sudah, aku tidak akan memaksamu." Sambung Tuan Reed sambil menurunkan tangan Jane yang menutupi wajah cantiknya.
Tuan Reed kemudian mengelus pipi kanan Jane yang memerah.
"Jadi aku adalah pria pertama yang memeluk dan dipeluk olehmu?" Tanya Tuan Reed.
Jane hanya mengangguk.
"Dan mencium pipimu?"
Jane mengangguk lagi.
Tuan Reed kembali memeluk Jane dengan erat. "Jangan berikan pelukanmu, ciumanmu dan yang lainnya kepada orang lain. Itu semua milikku" Perintah Tuan Reed.
Jane kemudian menatap wajah Tuan Reed dalam-dalam. "Kau tidak menertawakanku atau mengejekku?"
Tuan Reed tersenyum. "Tidak" ujarnya sambil menggeleng. Tuan Reed yakin wanita yang di hadapannya adalah wanita baik-baik dan polos. Dan tentunya sangat jarang ia temui pada masa sekarang.
"Jane kau menyukai cincinnya?" Tanya Tuan Reed mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Ia membantu Jane untuk kembali duduk di sofa.
"Menurutku ini sedikit berlebihan"
"Kau tidak menyukainya?"
"Aku sangat menyukainya Julian. Maksudku, kau terlalu berlebihan menyiapkan semua ini untukku."
"Tapi kau menyukainya 'kan?"
"Ya. Terima kasih" Ujar Jane sambil menatap cincin cantik yang menghiasi jarinya. Kemudian ia melingkarkan pelukannya di lengan Tuan Reed dan menyandarkannya kepalanya di bahu lebar milik pria tampan itu. "Julian.." sapanya sambil menatap Tuan Reed."
"Ya?" Ujar Tuan Reed membalas tatapan Jane.
"Aku bukan hanya menyukai setiap kejutanmu. Tapi sepertinya aku semakin sangat menyukaimu" Ujar Jane dalam hati, ia tak memiliki keberania untuk langsung mengatakannya.
"Aku beruntung memilikimu, Julian" Ucap Jane, hanya kalimat itulah yang bisa ia keluarkan dari bibirnya.
"Kau menginaplah disini. Kumohon" Lagi-lagi Tuan Reed merajuk. "Aku berjanji tak akan nakal padamu." Ujar Tuan Reed sambil mengacungkan kelingkingnya.
"Aku mohon. Aku ingin kau buatkan sarapan pagi untukku." Pinta Tuan Reed, mimik wajahnya mirip seperti anak kecil yang minta dibelikan mainan.
Jane pun menghela nafas panjang. "Baiklah." Ujarnya menyetujuinya, ia memberanikan diri untuk menginap karena Tuan Reed memperlakukannya sangat sopan sehingga ia yakin tak akan ada kejadian seperti tadi terulang.
"Bagaimana kalau kita menonton film action?" Ujar Tuan Reed sambil menyalakan TV. Kemudian kedua kakinya dilipatnya bersila diatas sofa.
"Ide yang bagus."
Akhirnya mereka berdua menonton beberapa film action diselingi dengan sedikit obrolan ringan, layaknya sepasang kekasih yang menghabiskan waktu santai di waktu friday night.
"Sepertinya dia adalah penjahatnya." Ujar Tuan Reed berkomentar pada film yang mereka tonton. "Hoaaahhmmm" kemudian menguap lebar.
"Kalau kau mengantuk, kau bisa tidur di kamar yang pernah kau gunakan dulu." Ujar Tuan Reed menoleh ke arah Jane yang ternyata sudah terlelap tidur sambil memeluk lengannya.
Kemudian Tuan Reed menatap wajah cantik Jane yang terlelap, dan perlahan melepaskan pelukan Jane pada lengannya. Kemudian beranjak dari duduknya untuk mengambil sebuah selimut dari kamarnya dan menutupi tubuh Jane dan dirinya. Dan Tuan Reed menyandarkan Jane kembali ke arahnya.
"Kau tahu? Aku pun beruntung memilikimu Jane." Bisik Tuan Reed sambil mendekatkan wajahnya ke arah Jane.
¤ ¤ ¤
Tuan Reed sedikit demi sedikit membuka matanya. Ketika matanya terbuka penuh, ia kembali memejamkan matanya karena silau dengan cahaya matahari pagi yang memenuhi sudut ruang apartemennya.
"Julian, kau sudah bangun?" Tanya Jane sambil sibuk menggunakan vacum cleaner untuk memebersihkan ruang apartemen Tuan Reed.
"Selamat pagi Nyonya Reed" sapa Tuan Reed sambil sedikit merapikan rambutnya agar tetap terlihat tampan di depan Jane.
Mendengar kata sapaan dari Tuan Reed, hati Jane kembali berdebar.
"Tadi pagi aku mengambil sebuah sikat gigi baru yang ada di rak untuk kupakai. Nanti akan kuganti" Ujar Jane.
"Tak perlu." Ujar Tuan Reed beranjak dari sofa tempatnya terlelap tidur bersama Jane semalaman. Ia pum melipat selimut yang digunakan oleh mereka berdua.
"Aku membuat waffle pagi ini. Pergilah cuci muka dan gosok gigi dulu" Ujar Jane.
"Kau sedang apa?"
"Bersih-bersih"
"Bukankah ruangan ini sudah cukup bersih?"
"Ya kelihatannya memang seperti itu. Tapi sepertinya ada serangga bersarang di ruangan ini." Ujar Jane. "Lihatlah. Aku sepertinya digigit serangga semalam" lanjut Jane sambil sedikit menurunkan kerah pakaiannya untuk menunjukkan sebuah tanda merah pekat dilehernya.
Tuan Reed membalikkan tubuhnya dan beranjak menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Ia seolah tak mempedulikan apa yang dilakukan Jane yang mencoba mencari sarang serangga yang tak pernah ada di apartemennya.
Dia melangkahkan kakinya, kemudian menepukkan telapak tangan ke wajahnya.
"Astaga... wanita ini..." gumamnya pelan.
¤ ¤ ¤
Tbc.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro