Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

02. BALLOON

Jane beberapa kali membolak-balikan beberapa kertas yang dipegangnya. Dibaca berkali-kalipun tulisan-tulisan itu tak ada yang tercerna di kepalanya. Otaknya tak bisa berpikir jernih, karena terpaku dengan tulisan besar di lembaran yang paling depan.

Sedangkan pria tampan di depannya duduk tenang sambil matanya fokus memperhatikan tepat kearah Jane. Dan hal itulah yang semakin membuat otak Jane semakin tak bisa dipergunakan secara optimal saat ini.

Pria itu sedikit menyingsingkan lengan jasnya untuk melihat apa yang ditunjukkan arlojinya.
"Sudah waktunya aku harus pergi." Ujar Tuan Reed sambil berdiri dari kursinya.

"Kuberi waktu tujuh hari untuk memutuskannya. Jika perlu penjelasan lain, kau tinggal tanyakan kepada Tuan Coleman." Jelasnya singkat. Ia pun pergi dari ruangan itu meninggalkan Jane sendirian.

¤ ¤ ¤

Kontrak Pernikahan
Julian Reed dan Jane Fisher

Julian Reed selaku pihak pertama sebagai pemberi kontrak. Jane Fisher selaku pihak kedua sebagai penerima kontrak.

Kontrak pernikahan ini berlaku sampai dengan adanya kesepakatan dari kedua pihak, terutama pihak kedua mengenai pemutusan atau pembatalan kontrak.

Pihak pertama dan kedua diwajibkan untuk hidup sebagai suami istri sampai kontrak ini berakhir.

Pihak pertama berkewajiban untuk memenuhi segala kebutuhan pihak kedua baik berupa materi ataupun hal lainnya.

Pihak kedua berkewajiban untuk mematuhi serta mengurus segala sesuatu yang dibutuhkan oleh pihak pertama.

Kontrak ini akan otomatis dibatalkan ketika salah satu pihak menghilangkan kepercayaan pihak lainnya.

Demikianlah kontrak ini ditulis tanpa ada maksud merugikan pihak manapun.

Pada pagi ini Jane sudah hampir sepuluh kali berulang membaca isi kontrak tersebut. Keningnya berkerut lagi, berpikir sebenarnya apa yang Tuan Reed rencanakan dengan membuat kontrak ini dengan dirinya.

Di usianya yang sudah mencapai dua puluh lima tahun ini banyak diantara teman kuliah ataupun teman sekolahnya yang melaksanakan pesta pernikahan di tahun ini. Sedangkan Jane bahkan tak pernah berpikir mengenai pernikahan sama sekali.

Tentu saja, jangankan pacar, teman dekat pun tak dimilikinya. Sejak sekolah maupun kuliah waktunya habis untuk belajar dan bekerja paruh waktu. Baginya untuk saat itu tak ada waktu untuk sekedar bermain atau mengobrol dengan orang seumurnya. Sehingga jadilah ia seorang penyendiri yang dianggap membosankan oleh teman-temannya.

Jam wekernya menunjukan pukul delapan pagi lewat. Dan dirinya masih terbaring menggunakan piyama merah muda lengkap dengan selimut yang menutup sebagian tubuhnya.

Kejadian kemarin membuatnya malas pergi ke kantor. Hari ini, Jane memutuskan untuk membolos masuk. Entah itu akan sedikit membuat dirinya refresh atau malah membuatnya malah terlibat masalah.

¤ ¤ ¤

"Selamat datang di Wonderland!" Sapa ceria seorang pegawai taman bermain.

Ya. Hari ini untuk sedikit meringankan pikirannya, Jane memutuskan pergi ke sebuah taman bermain di pinggir kota untuk mengisi hari bolosnya.

Tak seperti biasanya, pada weekday hari ini cukup banyak pengunjung yang datang ke tempat itu. Pengunjung yang ada kebanyakan adalah pasangan-pasangan muda, namun terdapat pula beberapa gerombolan anak muda. Kebetulan sekali pada hari ini, taman bermain yang Jane datangi memberikan potongan harga khusus bagi mahasiswa.

Tepat di depan Jane berjalanlah sepasang pria dan wanita yang sepertinya mereka sepasang kekasih. Sang pria merangkul sang wanita sembari mengobrol ringan dan ditengahnya disisipi oleh tawa ceria mereka berdua.

Tiba-tiba Jane membayangkan sang pria dan wanita itu adalah dirinya dan Tuan Reed. Saling tertawa bersama, bergandeng, merangkul dan kemudian...
berciuman.

"Astaga... apa sih yang kupikirkan" ujarnya dalam hati sambil menggeleng-gelengkan kepala, mencoba membersihkan otaknya dari apa yang baru saja ia bayangkan tadi.

Setelah masuk menaiki roller coaster beberapa kali, dirinya merasa pikiran yang tak karuan di dalam otaknya sedikit berkurang karena melepaskannya dengan cara berteriak-teriak dalam wahana itu.

Akibatnya, suaranya agak serak karena berteriak-teriak tak karuan di dua wahana yang menaikkan hormon adrenalinnya itu. Akhirnya Jane putuskan untuk membeli soft drink rasa jeruk favoritnya di vending machine.

Namun, ketika ia hendak memasukkan uang ke dalam vending machine, matanya menangkap seorang anak perempuan yang berada di samping mesin itu. Anak perempuan berumur sekitar 5 tahunan, ia memakai baju terusan bermotif bunga matahari. Ia terduduk di tanah tanpa alas. Di wajahnya terlihat butiran-butiran air mata menghiasi pipinya yang kemerah-merahan.

Jane pun merasa penasaran apa yang terjadi dengan anak itu.

"Hai adik kecil! Kenapa kamu sendirian? Dimana ayah dan ibumu?" Tanyanya ramah kepada anak kecil itu. Feelingnya kuat mengatakan bahwa anak kecil ini terpisah dari kedua orang tuanya.

"A... aku tersesat tante. Aku tidak tahu dimana Papa dan Mama.." Ujar anak perempuan itu sambil mengelap air matanya.

Jane iba dengan anak itu, kemudian menawarkan diri untuk membantunya mencari kedua orang tuanya. "Kalau begitu, kita cari yuk! Aku akan membantumu menemukan mereka. Oh iya siapa namamu?" Ujarnya sambil berusaha membuka percakapan agar anak tersebut tidak menangis lagi.

Jane cukup pandai dalam berkomunikasi dengan anak kecil, karena sebelumnya ia pernah bekerja paruh waktu di tempat penitipan anak untuk waktu yang cukup lama.

"Namaku Carol." ujar anak itu, tangisannya sedikit mereda.

"Ok Carol, kalau begitu kita cari papa dan mamamu sekarang." Ujar Jane tersenyum sambil menuntun Carol menuju ke pusat informasi.

Ditengah perjalanan menuju pusat informasi, tiba-tiba langkah Carol terhenti karena melihat sekumpulan balon yang dipajang untuk dijual. Matanya tak lepas dari balon-balon itu.

Langkah Jane pun ikut terhenti mengikuti langkah Carol. Jane memperhatikan mata Carol yang berbinar melihat sekumpulan benda itu. Ia sangat mengerti bocah itu menginginkan balon.

"Hei... Carol kau ingin balon?" Tanya Jane sambil menunduk sehingga tingginya hampir sejajar dengan Carol. Carol terdiam, malu-malu untuk mengatakan iya.

"Tuan... saya beli satu" ujar Jane kepada Tuan si penjual balon. "Kau ingin yang warna apa?" Tanyanya kepada Carol.

Raut wajah Carol berubah sumringah. "Aku ingin yang merah itu" tiba-tiba nada bicaranya sedikit bersemangat sembari jari tangannya menunjuk ke arah balon berwarna merah cerah. Jane pun mengambilkan balon yang ditunjuk Carol.

"Wah... pilihan yang bagus. Dulu juga ketika seumurmu aku senang sekali dengan balon warna merah." Ujar Jane mengajak Carol berbicara agar ia tidak menangis lagi.

"Iya aku sangat suka warna merah" ujarnya sambil memegang tali pita balon itu terkadang ia menggoyang-goyangkannya sedikit sehingga balon merahnya bergerak kesana kemari.

Mata Jane terpaku melihat balon merah yang bergerak-gerak sejajar dengan kepalanya. Ingatannya tenggelam dalam memori masa lampaunya.

Ya. Balon berwarna merah, jauh sebelum dirinya membenci warna merah. Warna yang mirip dengan darah.

¤ ¤ ¤

Siang hari yang cerah di taman bermain yang sama dua puluh  tahun yang lalu. Matahari bersinar terik memamerkan ke agungannya. Seakan tak ada segumpal awan pun yang berani menutupinya.

"Mama... aku ingin yang berwarna merah" ujar Jane kecil yang masih berumur lima tahun itu memohon kepada ibunya. Sedari tadi memang matanya tertuju dengan sekumpulan karet yang terisi angin itu.

"Yang ini?" Ujar wanita Mama Jane sambil memberikannya pita pemegang balon itu ke tangan Jane.

Jane pun melompat kegirangan ketika mendapatkan balon itu.

Tiba-tiba tangan besar nan hangat mengelus-ngelus kepalanya penuh kasih sayang. Jane kecil menoleh, ternyata itu adalah ayahnya.

"Jane kalau sudah besar nanti ingin jadi apa?" Tanya ayahnya tersenyum.

"Mmm..." Jane kecil berfikir sambil sedikit memanyunkan bibir mungilnya. "Jane ingin jadi pengantin yang cantik" ujarnya spontan.

Kedua orang tuanya saling menatap satu sama lain, agak terkejut mendengar jawaban dari anak sekecil itu. Biasanya untuk bocah umur sepantar Jane akan menjawab ingin menjadi dokter, tentara, polisi atau yang lainnya ketika ditanyai mengenai cita-citanya. Kemudian mereka berdua tertawa, gemas dengan tingkah anak perempuan satu-satunya itu.

¤ ¤ ¤

"Carool..." Suara teriakan seorang wanita itu membuyarkan lamunan masa lalu Jane. Seorang wanita yang berumur sekitar tiga puluh tahunan berlari kecil mendekat kearahnya.

"Mama!" Teriak Carol mimik wajahnya berubah kegirangan melihat wanita itu yang ternyata adalah ibunya.

Akhirnya mereka berpelukan. Sang ibu berkali-kali menciumi kepala Carol, tanda syukurnya menemukan Carol.

Kemudian datanglah seorang pria berkacamata menghampiri mereka.

"Papa...." sapa ceria Carol berlari kearah pria itu. Kemudian dengan tatapan lega pria itu langsung merangkul anaknya dan memeluknya erat.

"Ahh... melihat mereka terlihat harmonis sekali mereka.." pikir Jane sedikit iri dengan apa yang ada di hadapannya itu. Melihat mereka saling menyayangi rasanya hangat sekali.

Suatu saat ia sangat ingin mengalami hal seperti itu. Berada di tengah-tengah keluarga.

"Nona, kami sangat berterima kasih karena sudah menjaga anak kami dengan baik. Sebagai tanda terima kasih bagaimana kalau..." ujar Mama Carol, ajakannya terputus oleh...

Oleh suara deringan ponsel Jane. Seseorang meneleponnya, ternyata Tuan Coleman.

"Mungkin Tuan Coleman ingin menanyakan mengenai pekerjaan..." pikirnya. Ia pun langsung sigap mengangkat ponselnya.

"Halo..."

"Nona Fisher, sebaiknya anda segera menemui saya secepatnya. Ada sesuatu yang sangat penting..." terdengar suara Tuan Coleman dengan nada seperti orang yang sedang tergesa-gesa.

Tuut... Tuut... tuuut...

Sambungan telepon pun terputus. Perasaannya mulai tak enak.

¤ ¤ ¤

TBC.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro