01. PAPER
Beberapa tumpuk kertas nampak memenuhi meja kerja Jane, sebagian diantaranya sudah ditandai dengan stabillo warna-warni. Jemarinya nampak cekatan menari-nari diatas keyboard komputer. Terkadang ia mengeryitkan keningnya ketika menemukan hal yang tidak beres dengan ketikannya.
"Huff..." Jane menghembuskan nafasnya. Sesaat kemudian tersadar bahwa seisi ruangan telah kosong. "Astaga sudah jam segini!" Ujarnya terkejut sambil melihat arloji warna bronzenya.
Dirinya tak sadar bahwa dia sudah hampir tiga belas jam berada di kantornya. Lalu ia pun bergegas merapikan dokumen-dokumennya untuk bersiap pulang.
Jane memang salah satu karyawan terbaik di perusahaannya, jadi seringlah ia menghabiskan waktunya dikantor daripada waktunya di apartemennya.
Jane pun bergegas keluar ruangannya sedikit terburu-buru karena takut tertinggal bus terakhir malam ini. Tanpa ia sadari terdapat seseorang sedang mengamatinya via CCTV kantor.
Beberapa saat kemudian tibalah Jane di apartemennya. Apartemen tipe studio yang sangat mini ukurannya. Jane memilih untuk tinggal di apartemen kecil karena dia hanya tinggal sendiri dan menggunakan apartemennya hanya sebagai tempat istirahat saja.
Di dalamnya terdapat balkon yang menyajikan pemandangan kota dimalam hari yang penuh gemerlap lampu.
Ia kemudian menjatuhkan tubuh lelahnya ke atas kasur. Tanpa tersadar matanya sedikit demi sedikit tertutup mengantarkannya menuju alam mimpi.
¤ ¤ ¤
Tiba-tiba semuanya gelap, dan dingin pun serasa menyeruak menembus tulang. Sepi.
"Mama... Ayah... sakit...."
Pandangan Jane kecil lama kelamaan sudah tak tersamar. Dilihatnya dua sosok tak bernyawa bersimbah darah, beberapa bagian kulitnya robek dan diantaranya pula ada yg tertusuk pecahan kaca. Lama kelamaan pandangannya terlihat jelas, kedua jasad manusia itu adalah kedua orang tuanya.
Tangannya mencoba menggapai jasad ibu dan ayahnya mencoba membangunkan mereka. Tapi apa daya tubuh kecilnya tersangkut dengan posisi kepala menghadap ke muka tanah di dalam bongkahan mobil yang terbalik di tengah jalan yang penuh salju. Semakin ia mencoba menarik tubuhnya keluar dari badan mobil, semakin besar pula rasa sakit yang mendera tubuh bagian bawahnya.
"Tolong... tolong..." ujarnya berkali sekuat tenaga sampai habis sudah suaranya.
"Mama... ayah... bangun!" Ujarnya masih berharap kedua orang tuanya bisa terbangun dan menolong dirinya.
"MAMA... AYAH...!!!" Teriaknya sekuat tenaga.
Lalu Jane tersentak bangun dari tidurnya itu. "Ahh.. lagi-lagi mimpi..." ujarnya sambil menghapus beberapa tetes air mata yang mengalir disebabkan mimpi buruknya. Tidak. Itu bukan mimpi buruk, itu adalah memori jane kecil pada saat kecelakaan dan harus kehilangan keluarganya yang sangat berharga.
"Sepertinya aku terlalu letih bekerja" ujarnya kemudian menengguk air putih untuk menenangkan diri. Kemudian matanya tertuju pada foto anak kecil berpakaian dress pink, di sebelahnya terdapat kedua orang tuanya memeluknya.
"Ahh.. Mama, Ayah aku rindu sekali" ujarnya memeluk foto berbingkai putih itu. Tak terasa air matanya menetes kembali menjatuhi pipinya kemudian mengalir ke dagunya.
Sudah delapan belas tahun semenjak kecelakaan yang membawa kedua orangtuanya ke alam lain membuat hidup Jane merasa sangat kesepian karena harus sebatang kara sejak masih kecil.
Sejak kecil ia mati-matian untuk membunuh rasa sedih dan kesepiannya dengan cara belajar dengan tekun di sekolah. Selain itu Jane pun berusaha keras untuk mendapatkan beasiswa untuk sekolah serta untuk penopang kehidupan sehari-harinya.
Alhasil kesungguhannya membuat sampailah seperti jane yang seperti saat ini, yang berhasil lulus kuliah dengan melalui beasiswa yang ia dapat dan sekarang menjadi pegawai andalan di kantor yang cukup ternama.
Jane kemudian menaruh foto kenangannya di atas side tablenya miring empat puluh lima derajat sehingga simetris dengan fotonya seorang diri ketika hari kelulusan di kampusnya.
Kemudian dia menatap dalam- dalam foto kelulusannya dan berkata "Mama dan Ayah pasti sangat bangga kamu bisa melewati semua ini" ujarnya kepada foto dirinya yang mengenakan pakaian wisuda dan toga.
Jam masih menunjukan pukul dua malam. Ia tidak bisa lagi menutup matanya untuk tertidur. Gelisah karena mimpi yang baru saja ia alami.
Ia pun membuka ponselnya, berniat untuk hanya sekedar browsing memancing rasa kantuknya. Terlihat adanya pesan singkat dari atasannya Tuan Coleman yang belum sempat ia baca karena sudah terlanjur tidur kelelahan.
Nona Fisher, dimohon untuk menggantikan saya mengambil tas koper hitam Tuan Reed yang tertinggal esok pagi jam 9.00 di apartemennya untuk dibawa ke kantor. Saya tidak bisa melakukannya karena harus menjemput Tuan Reed di bandara. Nomor kunci pintu apartemennya 696393.
"Ja.. jadi aku harus ke apartemen Tuan Reed?! Tumben sekali Tuan Coleman tidak mengurusnya sendiri, mungkin dia sudah terlalu sibuk dengan urusan Tuan Reed.
Ya. Ini adalah pertama kalinya Tuan Coleman mempercayakan suatu hal mengenai Tuan Reed kepada orang lain. Biasanya, Tuan Colemanlah yang selalu mengurus semua kebutuhan Tuan Reed. Tuan Coleman merupakan pria yang berusia sekitar enam puluh tahunan, tubuhnya masih tegap untuk ukuran laki-laki paruh baya.
Tuan Reed sendiri adalah CEO yang masih muda, usianya sekitar tiga puluh tahun kurang. Beliau tidak pernah secara langsung memerintah terhadap karyawannya, semua perintah atau tugas-tugas hanya disampaikan melalui Tuan Coleman, orang yang sangat ia percaya. Para karyawannya pun sangat jarang bertemu dengannya, hanya bisa bertemu pada saat lewat ataupun satu lift dengannya. Intinya, bagi karyawannya, Boss besarnya itu sangatlah misterius.
Jane pun mengeset schedule yang diperintahkan oleh Tuan Coleman di reminder ponselnya. Dan bersiap untuk memaksakan dirinya supaya tertidur berharap agar esok tidak terlambat.
¤ ¤ ¤
696393
Piiip... Piip...
Suara kunci pintu digital apartemen Tuan Reed terbuka.
Jane pun memasuki ruangan yang didominasi furniture berwarna hitam dan abu-abu. Lantai marmer putihnya mengkilat memantulkan plafon ruangan tersebut. Apartemen yang cukup besar untuk ditinggali seorang diri.
Mata Jane pun mulai memperhatikan ke seluruh ruangan, mencari-cari tas koper hitam milik Tuan Reed. Kemudian matanya tertuju ke sebuah kabinet hitam yang diatasnya terdapat sebuah tas yang sepertinya ia cari. Kakinya pun melangkah menuju ke kabinet tersebut. Terlihat koper tersebut dalam keadaan tidak tertutup dan sedikit memperlihatkan isinya, yaitu beberapa tumpuk uang yang jumlahnya lebih besar dari pada gajinya selama setengah tahun.
"Astaga, sembarangan sekali..." ujarnya kaget melihat uang sebanyak itu. Kemudian dia langsung menutup tas koper milik tuan Reed itu. Ketika hendak mengangkat koper yang sedikit berat itu Jane tak sengaja menjatuhkan sebuah album yang ditumpuk dibawah koper itu.
Srak..
Ia menjatuhkannya sampai album tersebut terbuka menghadap ke lantai. Jane pun membalikkannya dan hendak menutupnya. Ketika hendak menutupnya, terlihat sebuah foto agak tua seorang bocah laki-laki berasama seorang wanita cantik di sebuah kamar rumah sakit. Wanita cantik itu sedikit kurus dan pucat, ia memakai baju pasien berwarna biru muda, parasnya sangat mirip bocah laki-laki yang berada disampingnya. Jane sedikit lama melihat muka bocah itu dan dia merasa familiar dengan wajahnya, seperti...
Tuan Reed.
Dia pun cepat-cepat menutup album itu dan meletakannya ke tempat semula.
¤ ¤ ¤
"Jane, tumben sekali kamu terlambat. Ternyata karyawan teladan kita sudah mulai santai" Ujar Beatrice, salah satu rekan kerja Jane dengan nada menyindir.
Jane pun hanya tersenyum kemudian berlalu ke mejanya, mulai menyalakan komputer miliknya.
"Apa kamu tidak takut Tuan Coleman akan menegurmu? Bagaimana ya kalau dia datang lebih pagi darimu dan mengetahui karyawannya belum hadir?" Sambung Beatrice.
"Nona Beatrice, aku lebih takut kalau Tuan Coleman menegurmu karena waktumu untuk membuat laporan terpakai untuk mengkhawatirkanku saja" Balasnya dengan bibir yang tersenyum berharap Beatrice berhenti mengoceh.
Beatrice pun cemberut dan kembali ke mejanya sambil berbisik-bisik membicarakan Jane dengan karyawan lainnya.
Beatrice merupakan karyawan yang cukup dominan dalam bersosialisasi antar karyawan. Biasanya Beatrice lah yang selalu mengajak karyawan lain untuk membuat acara antar karyawan di luar kantor. Sebelumnya Beatrice pernah beberapa kali mengajak Jane pulang lebih awal untuk makan bersama, shopping atau sekedar pergi ke bar. Namun karena Jane terbiasa memprioritaskan pekerjaannya maka Jane pun menolak ajakan Beatrice.
Terkadang Jane iri dengan Beatrice yang dengan mudahnya mendapatkan banyak teman. Tidak seperti dirinya, sejak remaja waktunya untuk bergaul bersama teman seumurannya lebih banyak terpakai untuk bekerja paruh waktu demi memenuhi kebutuhannya.
"Jane, tas koper yang kau bawa itu mirip sekali dengan tas yang biasa dipakai Tuan Reed." Ujar Tom, rekan kerjanya yang duduk tempat di samping Jane. Tom sedikit keheranan karena karyawan seperti Jane tidak mungkin bisa membeli tas yang harganya sangat mahal itu.
"Ya. Ini memang milik Tuan Reed. Tuan Coleman menyuruhku untuk mengambilnya dari apartemen Tuan Reed. Maka dari itu aku masuk kantor sedikit terlambat." Ujar Jane menjelaskan kepada Tom, dan sekaligus menjelaskan alasan keterlambatannya.
"Jadi kau masuk ke apartemen Tuan Reed?!" Ujar Tom terkejut menarik perhatian seisi ruangan
Kemudian seluruh karyawan di dalam ruangan pun tiba-tiba mengarahkan pandangan matanya ke arah Jane.
¤ ¤ ¤
"Nona Fisher, bisa keruanganku sebentar?" Panggil Tuan Coleman.
"Ah iya. Baik Tuan!" Sambil beranjak dari kursinya kemudian berjalan menuju ruang Tuan Coleman.
Ruangan Tuan Coleman merupakan satu kesatuan dengan ruangan Tuan Reed. Di ruang Tuan Coleman terdapat sebuah pintu kayu besar berwarna hitam yang menuju langsung menuju ke ruangan Tuan Reed.
"Silahkan duduk!" Perintah Tuan Coleman. Jane pun duduk di kursi yang berhadapan dengan meja Tuan Coleman.
"Nona Fisher, selama tiga tahun bekerja di perusahaan ini, saya rasa anda memberikan kinerja yang cukup baik. Jadi untuk kelanjutan kontrak kerja di masa depan akan segera di urus secepatnya. Dengan kata lain kontrak anda akan diperbarui secepatnya." Ujar Tuan Coleman.
Mendengar kata-kata Tuan Coleman, Jane pun sangat senang dengan apa yang ia dengar. Optimis bahwa akan ada kemajuan pada kariernya.
"Dan pada masa yang akan datang anda tidak akan bekerja dibawah saya lagi..." Lanjut Tuan Coleman.
"Apa?! Tidak bekerja dengan Tuan Coleman lagi? Jangan-jangan aku terkena PHK?!" Pikir Jane.
"Sepertinya di lain waktu anda juga harus berusaha lebih keras..." Sambung Tuan Coleman.
Feeling Jane bahwa dirinya akan di PHK semakin kuat.
"Umm... Maaf Tuan Coleman, apa maksud anda, saya terkena PHK?" Tanyanya penasaran.
"Untuk hal itu, sepertinya akan dijelaskan lebih detail oleh Tuan Reed. Silahkan Nona Fisher, Tuan sudah menunggu anda di dalam." Jelas Tuan Coleman berdiri dari kursinya kemudian tangan kanannya menunjuk ke arah pintu hitam yang besar itu.
Jantung Jane berdegup semakin kencang ketika kakinya mulai melangkah mendekati pintu itu. Berkecamuklah pikirannya itu mengenai kesalahan besar apa yang ia lakukan sehingga boss besarnya itu menyuruh langsung berhadapan dengannya.
"Sepertinya aku akan benar-benar terkena PHK" pikirnya.
Tok.. tok...
Jane mengetuk pintu itu sambil menghela nafas, mengira-ngira dirinya akan dimarahi habis-habisan ketika memasuki ruangan itu.
"Yap... masuuk..." Terdengar suara lelaki yang agak berat dari balik pintu itu.
Jane pun membuka pintu tersebut, masuk ke dalam ruangan Tuan Reed dan tidak lupa menutup kembali pintu hitam itu.
Terlihat di belakang sebuah meja terdapat kursi kerja modern besar yang menghadap ke belakang meja, diatasnya duduk seorang pria yang menggunakan jas.
"Duduklah di sofa itu." Perintah pria itu.
Jane pun duduk di tempat yang tak begitu jauh dari meja kerja tempat pria itu berada. Suhu tangan Jane mulai mulai mendingin diakibatkan dirinya yang berdebar dan ditambah AC di ruangan ini cukup dingin.
Pria itu-Tuan Reed kemudian memutar kursi kerjanya sehingga menghadap kearah Jane. Terlihat sesosok pria berambut coklat dan berparas tampan dengan tatapan mata yang bisa meluluhkan hati semua karyawati di kantornya. Pria itu beranjak dari kursi kerjanya, kemudian berdiri sambil sedikit merapikan setelan jasnya. Kemudian dia mengambil sebuah amplop coklat dari atas mejanya, dan melangkah menuju sofa tempat Jane terduduk.
Pria itu pun menaruh amplop coklat itu diatas coffee table di depan Jane. Lalu Pria itu duduk di egg chair berwarna merah menyala sambil menyilangkan kedua kakinya.
Jika dilihat dari dekat pria itu semakin menawan, mata coklatnya indah terbingkai oleh kelopak matanya. Bahunya lebar, badannya tegap, bahkan hanya dengan melihatnya sekilas pun semua orang langsung mengetahui bahwa pria itu amatlah karismatik.
"A... apakah saya melakukan suatu kesalahan dalam pekerjaan saya Tuan? Saya sangat senang bekerja disini, saya mohon jangan pecat saya..." mohon Jane dengan muka sedikit memelas, jari-jarinya disilangkan membentuk seperti orang yang sedang berdoa. Ia tau betul bahwa di perusahaannya cukup sering melakukan pemutusan hubungan kerja kepada karyawannya tanpa mengenal basa-basi. Dan ia sadar dalam keadaan ekonomi di negaranya saat ini lapangan pekerjaan yang ada sangatlah terbatas. Ia tak ingin mengulang masa lalunya ketika bersekolah yang harus menahan lapar beberapa hari demi mengirit uang untuk biaya hidupnya.
"Pffftt..." Tuan Reed tertawa kecil mendengar apa yang Jane ucapkan. Kemudian tawanya terhenti dilanjutkan dengan senyum yang tidak simetris terkesan meremehkan lawan bicaranya itu.
"Di amplop coklat itu akan menjelaskan kelanjutan dari statusmu di perusahaan ini." Ujar Tuan Reed, raut wajahnya tiba-tiba menjadi serius.
Jane pun mengambil dan kemudian membuka amplop coklat yang berada di hadapannya secara hati-hati. Dia belum siap jika isi dari amplop yang ia genggam adalah surat pemecatan dirinya.
Di dalamnya terdapat beberapa lembar kertas putih. Lalu Jane menutup matanya mempersiapkan diri jika tulisan besar berhuruf tebal yang berada di halaman pertama kertas itu adalah hal yang tidak diinginkannya.
"Huuufff...." Jane menghela nafas panjang. Lalu sedikit demi sedikit membuka matanya untuk membaca tulisan itu.
Jane pun membaca tulisan teraebut dengan hati yang pasrah sepenuhnya. Dan... isi dari tulisan itu adalah...
"KONTRAK PERNIKAHAN
ANTARA
JULIAN REED & JANE FISHER"
Jane terkejut dengan apa yang ia baru saja baca. Matanya terbuka lebar mencoba membaca ulang beberapa kali tulisan itu, kemudian menatap Tuan Reed seakan-akan 'menodong' Tuan Reed untuk menjelaskan semua ini.
"Tu... tunggu, ini maksudnya apa?!" Tanya penuh heran Jane dengan nada yang agak tinggi.
Dan lagi-lagi, Tuan Reed hanya tersenyum, senyuman yang tidak simetris lagi. Kemudian diikuti oleh tawa kecil karena melihat mimik muka Jane yang sedang terkejut.
Dan Jane pun merasa ruangan yang ditempatinya jauh lebih dingin, membuat tangannya yang sedang memegang kertas itu bergetar. Di dalam otaknya berkecamuk beribu pertanyaan.
¤ ¤ ¤
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro