Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Redamancy | Yagi Shokichi

Redamancy | Yagi Shokichi
Episode 2

○○○○○○○○○○○

Cast : Yagi Shokichi x Aihara Miyu
Genre : Romance, Drama
Rate : Mature
Disclaimer : Yagi Shokichi milik Allah SWT, Agensinya, ortunya, serta dirinya sendiri, termasuk member Exile yang mungkin akan menjadi cameo di dalam fic ini.

Commission for GXMYUN9

======================

Semalaman Shokichi menemani Miyu yang tengah berduka di flat-nya, Miyu hanya bisa menangis ketika ia tahu bahwa ayahnya telah meninggalkan dirinya. Gadis itu sungguh kehilangan orang yang ia cintai, bahkan ia sampai tak bisa tidur semalaman akibat menangisi kepergian ayahnya.

Shokichi hanya menghembuskan nafasnya dengan berat, ketika melihat manager pribadinya yang masih dalam keadaan terguncang. Pria berusia tiga puluh enam tahun ini mencoba bangun dari duduknya, berjalan menuju pantry, dan membuatkan dua cangkir coklat panas untuknya serta Miyu.

Setelah Shokichi selesai membuat dua cangkir panas, lalu ia berjalan menghampiri Miyu yang masih duduk diam atas kasurnya.

Shokichi menyodorkan secangkir coklat panas itu kepada Miyu. "Hiyoko-chan, ini untukmu. Minumlah ..."

Miyu mendonggakan wajahnya dan menerima secangkir coklat panas itu dari Shokichi. "Arigatou, Shokichi-san." lalu Miyu menyeruput pelan coklat panas itu.

"Douita." Shokichi menaruh pantatnya di atas kasur dan duduk di sebelah Miyu, lalu ia menyeruput coklat panas yang ia buat. "Kau yakin bisa pergi sendiri ke London hari ini? Apa lebih baik aku ikut ke sana bersamamu? Aku mengkhawatirkanmu, Hiyoko-chan."

Miyu menatap cangkir coklat panasnya yang ada di tangannya. "Tidak perlu, Shokichi-san. Aku bisa pergi sendiri." Miyu kembali meminum coklat panasnya, lalu menatap jam dinding yang ada di flat-nya. "Pesawatku akan berangkat pukul 10.45 pagi, aku harus bersiap sekarang, Shokichi-san."

Shokichi hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan pasrah. "Baiklah, jika itu maumu, Hiyoko-chan." Shokichi bangun dari duduknya dan berdiri di depan Miyu. "Tapi ... biarkan aku yang mengantarmu ke bandara, Hiyoko-chan."

Miyu mendonggakan wajahnya, menatap netra milik Shokichi. "Tidak per-"

"Aku tidak menerima penolakkan, Hiyoko-chan." Shokichi langsung memotong pembicaraan.

"Baiklah ..." Miyu hanya bisa pasrah saat Shokichi memaksa untuk mengantarnya ke bandara hari ini.

.

.

.

Selama perjalanan menuju Bandara Narita, Miyu hanya terdiam. Ia tak bisa berpikir jernih, ditambah ayah yang hanya ditemuinya beberapa kali itu kini telah tiada.

"Hiyoko-chan." Shokichi memegang kepala Miyu. "Tenanglah ... aku yakin kau masih bisa bertemu ayahmu untuk terakhir kalinya."

Miyu menatap Shokichi yang tengah menyetir di kursi pengemudi. "Arigatou, Shokichi-san."

Shokichi mengelus surai milik Miyu dengan sayang. "Jangan khawatir, semuanya pasti baik-baik saja, Hiyoko-chan."

Miyu kembali terdiam saat Shokichi mengelus surai miliknya, gemuruh di hatinya mulai berteriak kembali, rasa yang sempat ia ingin tepis kembali muncul.

Butuh waktu satu setengah jam untuk menempuh jarak dari Meguro ke Narita, mobil hitam sedan jebolan dari brand ternama Subaru itu telah sampai di Bandara Internasional Narita. Mobil milik Shokichi itu sudah terparkir di kawasan parkir area Terminal 2. Shokichi menatap Miyu yang baru saja melepas seatbelt-nya, ia memegang tangan Miyu sejenak. Miyu menoleh, menatap Shokichi dengan tatapan penuh arti.

"Hiyoko-chan, kau yakin tidak perlu kutemani masuk hingga ke gate?" tanya Shokichi dengan nada rendah.

Miyu menggeleng pelan. "Aku sudah cukup berterima kasih kepada Shokichi-san, karena Shokichi-san sudah cukup direpotkan olehku." Lalu Miyu membuka pintu mobil. "Lagipula nanti wartawan bisa heboh jika melihat Shokichi-san berada di sekitar Bandara."

"Demo ... Hiyoko-chan ...?" Shokichi mencoba membujuk Miyu yang telah turun dari mobil.

Miyu yang masih tertahan di depan pintu mobil itu tersenyum kepada Shokichi. "Aku tak mau Shokichi-san terkena rumor denganku. Jadi, tenang saja! Aku sudah lebih baik dari semalam, terima kasih ... Shokichi-san." Miyu menutup pintu mobil milik Shokichi dengan hati-hati.

Lalu gadis itu berjalan ke arah bagasi mobil, mengambil koper yang ia taruh dibagasi. Sedangkan, Shokichi hanya bisa menatap Miyu dari balik kaca mobil, pria berusia tiga puluh enam tahun itu hanya bisa terdiam.

Setelah Miyu mengambil koper berwarna kuning itu, ia menggeret koper itu berjalan menuju Terminal 2 yang jaraknya tak sampai 500 meter dari area parkir. Saat Miyu telah melewati mobil Shokichi, lelaki itu menurunkan jendela mobil miliknya. Kepalanya tersembul keluar dari kaca mobil. "HIYOKO-CHAN!!" teriak Shokichi

Miyu menoleh saat mendengar suara Shokichi. "E-eh?!"

"JANGAN TERLALU LAMA DI LONDON!! CEPATLAH PULANG!! AKU MEMBUTUHKANMU!!" teriak Shokichi sekali lagi.

"E-eh!?? Chotto ...??!!" belum sempat Miyu memproses ucapan dari Shokichi, jendela mobil itu telah tertutup sempurna, bahkan mobil itu sudah bergerak meninggalkan tempat parkir.

"Apa maksud ucapan dari Shokichi-san?!" Miyu mengerutkan alisnya, ia tidak bisa mencerna maksud dari ucapan Shokichi. Bukan, ia hanya tidak mau berharap kepada lelaki itu.

Dengan langkah berat, Miyu kembali menggeret kopernya menuju Terminal 2. Ia harus kembali melihat realita bahwa ayahnya menunggu kedatangannya.

.

.

.

London, Inggris.

Suasana hangatnya musim semi terasa jelas di London, hanya saja musim semi di London tidak seperti musim semi di Jepang yang identik dengan bunga sakura. Miyu yang baru saja tiba di London hanya bisa membuang nafasnya dengan berat, ia menggeret koper menuju crub. Menurut informasi dari Trevor, gadis bersurai coklat itu akan dijemput oleh body guard milik keluarga Chambers.

Miyu yang terhenti sejenak, ia memandang langit London. Tangan kecilnya itu meremas mantel coklat miliknya, hatinya sedang kalut bahkan sebelum ia tiba di Inggris. Aku bahkan sudah lelah menangis.
Miyu berjongkok di sebelah koper miliknya yang berwarna kuning.

Saat Miyu tengah merenung, tiba-tiba ada beberapa sedan hitam keluaran mercedes benz itu berhenti tepat di depannya. Pintu mobil hitam itu terbuka, ada seorang pria dengan kebangsaan Inggris yang turun menghampiri Miyu.

"Lady Miyu ...?"

Miyu mendongakkan wajahnya. "E-eh?" alisnya berkerut, "Sir Liam, Right?"

"Yes. MiLady. Mr. Trevor told to me for pick up you, Milady." jelas pria bernama Liam Blouse itu dengan hormat.

"Where is Trevor?" Miyu mencari sosok kakak tirinya yang tidak terlihat batang hidungnya. "I didn't see him in any where."

"Mr. Trevor has already at Heaven Funeral Home, Milady." jelas Sir Liam

Miyu bangun dari jongkoknya. "Okay. Thanks for information, Sir Liam."

Lalu, Liam Blouse membukakan pintu mobil untuk Miyu. Miyu masuk ke dalam mobil hitam itu, disusul oleh Liam yang masuk ke dalam mobil itu dan duduk di samping supir. Iring-iringan mobil sedan hitan itu melaju menuju Heaven Funeral Home. Selama di perjalanan menuju Heaven Funeral Home, Miyu hanya bisa terdiam sambil menatap jalanan yang membelah Kota London.

Dad ... maafkan aku baru bisa datang ke sini lagi. Maaf karena egoku, aku tidak bisa melihat saat-saat terakhirmu.

Miyu memejamkan netranya, ia menahan rasa pilunya. Sir Liam beserta supir yang mengemudi mobil yang tengah ditumpangi oleh Miyu itu hanya bisa menatap iba nona besarnya.

Hanya butuh waktu setengah untuk Miyu tiba di Heaven Funeral Home, suasana mencengkam dan penuh kesedihan tergambar jelas di sana. Bahkan ketika Miyu menginjakkan kakinya di sana, terasa amat berat untuk melangkahkan kakinya.

"Milady ... are you alright?" tanya Sir Liam

Miyu mengangguk pelan. "Hn, i'm okay, Sir." dengan berat ia mengatur nafasnya, sebelum memasuki Heaven Funeral Home.

Crystal Room, merupakan salah satu ruangan yang ada di Heaven Funeral Home, di depan pintu ruangan terdapat sebuah karangan bunga dan tulisan 'Rest in Peace Ashton Chambers'. Ruangan itu dihiasi rangkaian bunga mawar putih dan bunga magnolia, terlihat jelas banyaknya orang yang menggunakan pakaian serba hitam yang menandakan bahwa mereka tengah berkabung. Netra cokelat milik Miyu berkaca-kaca saat melihat figura ayahnya yang dihiasi bunga di altarnya.

Miyu berlari sambil berteriak histeris. "Dad ...!!"

Trevor yang saat itu sedang berbicara dengan salah satu tamunya yang datang melayat, langsung teralihkan pandangannya kepada Miyu yang sedang histeris. Trevor pun menghampiri adiknya, ia memeluk adik tirinya itu. "Calm down ... Miyu. I know it so hurts for you ..., but it's also hurt for me, too."

Miyu menangis, ia tak kuasa menahan air matanya. "Trevor ... Dad? Why did Daddy left us?"

Trevor memeluk erat adik tirinya, pelan-pelan ia mengusap punggung adik tirinya itu guna untuk meredakan isak tangisnya. "Hey ... Miyu. Listen to me ..." Trevor memegang kedua pipi adiknya. "Daddy didn't left us. He's still alive in our hearts, Miyu."

"But ... i lost him, Trevor. I just met him at two times in my life." Miyu memegang kerah jas milik Trevor, ia menatap kakak tirinya itu dengan tangisnya. "And now ... he passed away."

Trevor melepaskan pelukannya kepada Miyu, ia merangkul adiknya. "Look ... look over there,"

Miyu menatap altar ayahnya dengan sendu. "Dad, he is sleeping peacefully right now. You must see him in his place." ujar Trevor

Pria berkebangsaan Inggris itu ingin adiknya melihat wajah ayahnya untuk terakhir kalinya sebelum di kubur pada besok pagi. "I will take you to see him," Trevor mencoba menguatkan adik tirinya untuk melihat wajah ayah mereka untuk terakhir kalinya.

"I can't ..." tolak Miyu halus sambil terisak. "It hurts so much ..."

"Please ... Miyu." Trevor menatap adiknya lagi. "I don't want you to regret for not be able to see him for the last time in the future."

Miyu terdiam, ia masih tidak sanggup melihat wajah ayahnya dalam tidur damainya. Dengan bujukan Trevor, Miyu pun melihat wajahnya yang ada di dalam peti. Tuan Besar Keluarga Chambers itu tidur dalam damainya dibalut dengan pakaian jas yang melekat di tubuhnya. Miyu memegang sisi pinggir peti, ia menahan tangisnya saat melihat sosok ayahnya yang sedang tidur dalam damainya. "Dad ... i'm here now. I love you so much, Dad ..."

Miyu masih terisak, bahunya bergetar hebat. Trevor yang ada di sebelahnya hanya bisa merangkul Miyu, ia berharap adik tirinya dapat merasa tenang akan ada kehadirannya di sisinya. "Miyu ... listen to me. Dad always love you, he always asked to me 'Where is Miyu? I want to meet my daugther.' and you know, i just said 'Miyu is working in Japan, Dad. Next Summer she will come to London for holiday.' And he was exicted to wait for you to come to London."

Miyu hanya bisa menangis dalam diam ketika Trevor menceritakan tentang ayah mereka yang menanti kedatangan Miyu. Miyu merasa bersalah, jika saja ia memilih untuk menetap sementara di London. Setidaknya ia bisa menemani ayahnya hingga akhir hayatnya, tapi nasi telah menjadi bubur. Keputusannya 3 bulan lalu untuk kembali ke Jepang, untuk mengejar cintanya kepada Shokichi, membuat ia harus merelakan waktu untuk bersama ayahnya yang baru saja ditemuinya sebanyak dua kali dalam hidupnya.

"Trevor ... when will Dad buried?" tanya Miyu sambil menatap wajah ayahnya.

"Tomorrow ... 12 pm at Finewall Cemetery." jawab Trevor

Miyu membuang nafasnya dengan berat. "Okay ... i will come tommorow."

"Thanks, Miyu."

Kedua bersaudara beda ibu itu berbincang-bincang pelan di pojok ruangan, keduanya mencoba saling menguatkan satu sama lain. Duka yang mendalam dialami Miyu dan Trevor, apa lagi Trevor sebagai anak tertua sekaligus penerus mafia tersohor di dunia bawah Inggris. Ada beban berat di pundak Trevor, ditambah Trevor harus ikut andil memikirkan nasib saudara tirinya kelak.

"Miyu ... you can go to home now. I know you need more take a rest after jetlag." Trevor begitu mengkhawatirkan kondisi adik tirinya. "I will comand Sir Liam for taking you go to home now."

Miyu mengangguk pelan. Ia lelah dengan semuanya, ia tak sanggup untuk menghadapi semua ini.

Setelah Miyu menyetujui untuk pulang ke rumah mereka, Trevor memanggil Sir Liam untuk mengantarkan adiknya terlebihi dahulu ke mansion tempat ia tinggal. Miyu pun akhirnya mengikuti Sir Liam untuk pulang ke Chambers Mansion.

.

.

.

Kediaman Chambers terletak di kawasan elit, distrik Chelsea, London. Distrik Chelsea memang terkenal dengan kawasan super elitnya, di sana terdapat banyak sekali pusat perbelanjaan kelas atas, serta beberapa ruang publik yang bersejarah.

Mobil sedan hitam keluaran Mercedes Benz itu tiba di kediaman Chambers, mansion mewah yang berdiri kokoh di tanah Inggris itu kadang kala sering kali membuat Miyu takjub. Namun, kali ini bukan perasaan takjub saat menginjakkan kaki di kediaman ayahnya. Ada rasa bersalah dan sesak karena meninggalkan rumah ini tiga bulan lalu. Miyu meremas pelan tali ranselnya, berusaha mengatur nafasnya agar terlihat baik-baik saja.

"Milady, please come in," ujar Sir Liam

Miyu mengangguk pelan. "Hn."

Lalu, Miyu pun berjalan memasuki kediaman ayahnya diikuti oleh Sir Liam. Suasana di rumah ayahnya masih tampak sama dengan tiga bulan lalu, beberapa pelayan wanita menyambutnya, serta beberapa pengawal keluarga Chambers yang turut berjaga di sekitar kediaman itu. Setiap Miyu melangkahkan kakinya, pasti para pegawai rumah di kediaman ayahnya itu menyapa, Miyu pun membalas sapaan mereka dengan canggung.

Tak butuh lama Miyu sampai di kamarnya yang berada di lantai dua, ia menaruh tasnya, sedangkan kopernya baru saja ditaruh oleh salah satu seorang pelayan wanita yang ikut mengantarkan dirinya ke kamarnya.

Miyu menoleh ke arah pelayan wanita itu. "Thanks, you can go now."

"Yes, Milady." lalu pelayan wanita itu keluar dari kamar Miyu dan meninggalkan Miyu seorang diri.

Suasana kamar Miyu berbeda dengan flat tempat ia tinggal di Jepang. Kamar ini tiga kali lipat lebih luas dari flat-nya, kamar yang terdiri dari tiga ruangan yang saling menyambung dengan conecting door. Ruangan pertama adalah mini living room dengan beberapa rak buku yang menghiasi ruangan itu, lalu yang kedua adalah kamar tidur, dan terakhir adalah dressing room yang terhubung dengan kamar mandi. Kadang Miyu berpikir jika banyak wanita yang suka membaca manhwa itu sering kali mengidam-idamkan kamar seperti ini, tapi tidak dengan Miyu. Semua ini terasa asing baginya, kemewahan keluarga Chambers sangat asing baginya yang telah terbiasa hidup dalam kesederhanaan.

Miyu duduk di kasurnya, ia memegang gawainya, menatap foto Shokichi yang terpasang sebagai home screen-nya. "Shokichi-san, aku harus ... bagaimana?"

Gadis bersurai cokelat itu merebahkan dirinya di atas ranjang sambil menggenggam gawainya, ia tak bisa berpikir jernih, semuanya terlalu tiba-tiba bagaikan bom waktu yang siap menyerang dirinya. Miyu terlalu lelah dengan semua ini, ia ingin hanya ingin tidur satu harian untuk menghilangkan rasa lelahnya.

Line!

Pesan notifikasi dari Line masuk ke gawainya, dengan malas Miyu melihat ponselnya.

"Dari Goro-san ternyata."

Miyu membuka aplikasi Line itu dan membaca pesan dari Goro-san.

"Goro-san mengucapkan turut berduka cita kepadaku, lalu ia memberikanku cuti selama dua minggu untuk mengurus keperluan yang ada di sini."

"Haaah ..." Miyu membuang nafasnya dengan berat. "Kenapa ini semua terjadi? Aku tidak sanggup menanggung ini semua, Kami-sama."

Ddrrttt ... dddrttt ....

Miyu terkejut melihat Shokichi menelepon dirinya padahal perbedaan waktu antara London dan Tokyo adalah 8 jam.

Tangan Miyu bergegas mengangkat telepon dari Shokichi.

"Moshi-moshi, Shokichi-san. Miyu desu."

"Hiyoko-chan, ogenki ka¹?"

"Yoku genki da ne, Shokichi-san wa²?"

"Hmmm ... amari genki jyan ne³."

"Doushite?" tanya Miyu lirih.

Terdengar jelas hembusan nafas berat milik Shokichi dari seberang. "Hmm ... datte kimi wa boku no soba inai no ni, Hiyoko-chan.⁴"

Miyu terkekeh pelan. "Kekeke ... usotsuki!"

"Hontou da yo, Hiyoko-chan." Shokichi menegaskan ucapannya.

Miyu terdiam saat mendengar suara tenor milik Yagi Shokichi. Ia tidak percaya ucapan dari pria bernama lengkap Yagi Shokichi itu, karena Miyu paling tahu jika hubungan keduanya hanya sebatas rekan kerja dan ditambah Shokichi itu tidak menyukai dirinya saat pertama kali berkerja sebagai road manager untuk The Exile Second.

"Hiyoko-chan ... iru no?" panggil Shokichi dari seberang telepon.

Suara dari Shokichi membuyarkan fokusnya. "Hn. Irun da yo, Shokichi-san."

"Hiyoko-chan, nihon ni modorenai⁵ ...?" tanya Shokichi dengan suara sedikit lirih.

Miyu mengambil nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya. "Saa ... nee ... wakaranai⁶."

"Souka ..." ujar Shokichi

"Gomen." Miyu meminta maaf kepada Shokichi.

"Daijoubu yo. Hiyoko-chan no sei de jyaa nee, hayamaru na⁷." Shokichi mencoba mengalihkan pembicaraanya.

Keduanya berbincang hingga satu jam lamanya dan diakhiri oleh Miyu, karena ia tahu saat ini di Jepang sudah menunjukkan pukul 8 pagi sehingga Shokichi harus memulai aktivitasnya. Miyu meletakkan gawainya di sebelah bantalnya, ia menatap langit-langit kamar sejenak sambil meletakkan tangan kanannya di atas dahinya. "Tsukareta na ... mou ii⁸ ..."

Miyu mencoba memejamkan kedua netranya, sekarang ia benar-benar butuh tidur.

.

.

.

Finewall Cemetery, London, Inggris.

Hari Pemakam kepala keluarga Chambers pun tiba. Banyak orang yang hadir di prosesi pemakaman kepala keluarga Chambers, semuanya menggunakan pakaian serba hitam, termasuk dengan Miyu.

Suasana duka terlihat jelas dengan iringan isak tangis dari kerabat maupun para anak buah yang melayani keluarga Chambers, ketika prosesi pemakam berlangsung yang dipimpin oleh pendeta setempat. Prosesi pemakam berlangsung kurang lebih dua jam dan diakhiri dengan acara tabur bunga sebagai bentuk penghormatan terakhir untuk mediang Ashton Chambers yang telah pergi dengan damai di Bapa Surga. Setelah acara tabur bunga selesai, para kerabat mulai meninggalkan pemakaman satu per satu, tapi tidak dengan kedua anak dari mendiang Ashton Chambers yang masih tetap berdiam diri di makam ayahnya.

Trevor menghampiri adik tirinya yang masih duduk di samping pusara makam ayahbya sambil menangis, pria bersurai cokelat tua itu memegang bahu Miyu. "Miyu ..."

Miyu mendonggakkan wajahnya, lalu menatap wajah kakak tirinya itu. "Trevor ... i ... don't wanna leave him."

"But ... we must go now, Miyu. The sky has already cloudy. Soon, it will be raining." Trevor membujuk adik tirinya untuk pergi meninggalkan makam ayah mereka.

Karena melihat cuaca yang tengah berawan, Trevor yakin jika sebentar lagi Kota London akan diguyur oleh hujan. Miyu melihat langit yang mulai mendung, ia pun lantas bangun dari duduknya. Tangan kecilnya itu memegang pusara ayahnya, ia memandang pusara ayahnya dengan tatapan sedih.

"Dad ... rest peacefully. Me and Trevor will be visit you again in next time," Miyu mencoba tersenyum di depan pusara ayahnya biarpun berat. "I love you so much ... Dad."

Trevor pun merangkul bahu adiknya. "Dad, i'll protect Miyu with my life. Please look at us in the heaven." Lelaki itu menatap adik tirinya sejenak. "Let's go!"

Keduanya pun akhirnya meninggalkan Finewall Cemetery dan kembali ke kediaman keluarga Chambers yang berada di Distrik Chelsea.

.

.

.

Satu minggu setelah kematian kepala keluarga Chambers, Trevor telah resmi menjadi kepala keluarga Chambers yang baru. Suasana di kediaman Chambers masih seperti biasa, para pelayan yang sibuk membersihkan rumah, serta para penjaga yang siap sedia menjaga keluarga Chambers. Keluarga Chambers merupakan salah satu keluarga mafia tersohor di dunia bawah Inggris, ia memiliki berbagai macam bisnis yang bekerja sama dengan pihak kerajaan.

Trevor yang mulai sibuk mengurus pekerjaannya yang terbengkalai karena adanya kabar duka dari ayahnya, sedangkan Miyu hanya bisa berdiam diri di rumahnya. Trevor tidak ambil pusing jika adik tirinya mau bermalas-malasan di rumah ini, lagi pula jika Miyu ikut terjun dalam dunia bawah sepertinya, pasti tidak akan berguna juga. Jadi, menurutnya lebih baik Miyu cukup bermalas-malasan di kamarnya sambil membaca buku ataupun menonton serial drama korea kesukaannya.

Tok ... Tok ...

Suara ketukan pintu terdengar, seorang pelayan yang berada di luar pintu kamar Miyu itu memberi tahu tentang kedatangan Tuan Muda Trevor.

"Milady, Mr. Trevor is here." ucap pelayan yang berada di luar kamar Miyu dengan suara lantang.

Lalu salah pelayan wanita yang berada di dalam kamar Miyu itu memberitahukan informasi tersebut. "Milady, Mr. Trevor wants to meet you. May i allow him to come in?" tanya salah satu pelayan wanita yang sedang menuangkan teh untuk Miyu.

Miyu yang tengah duduk di ruangan santainya sambil membaca buku. "Let him in," ujar Miyu tanpa melihat pelayan wanita itu.

"Yes. Milady." lalu pelayan wanita itu pergi ke pintu kamar Miyu dan membukakan pintu untuk Trevor.

Lalu pria bertubuh tegap itu masuk ke dalam kamar Miyu, ia berjalan menghampiri Miyu dan duduk di sebelahnya.

"Miyu." panggil Trevor lembut.

Miyu menutup bukunya dan menoleh ke arah Trevor. "Yes?"

"We need to talk." nada bicara Trevor berubah, suasana sedikit tegang dan Miyu tahu pasti ini akan membicarakan soal dirinya dan masa depannya.

"I think you should stay here. Because I only have you, as my sister. I'm not asking you to enter the dangerous world, just like me; but as long as you would like to live here, you can continue your postgraduate studies or get a job as you like. What do you think?"

Miyu terdiam, ia tidak tahu harus merespon seperti apa. Trevor yang melihat Miyu tidak ingin merespon ucapannya, hanya bisa membuang nafasnya berat.

"It's okay if you cannot answer it now, I wont push you." Trevor bangun dari duduknya, ia hendak meninggalkan kamar Miyu.

Namun, sebelum meninggalkan kamar Miyu, ia mengusap kepala adik tirinya dengan sayang. "But .... please think about it, Miyu." lalu Trevor pun meninggalkan kamar Miyu dan menyisakan Miyu dalam kegalauannya.

Gadis bernama lengkap Aihara Miyu itu menjatuhkan dirinya ke sofa panjang miliknya, ia memiringkan tubuhnya sambil menatap interior yang ada di depannya.

Aku harus bagaimana? Aku tidak bisa berpikir jernih. Dad ... menurutmu aku harus bagaimana?

Sosok wajah Shokichi yang tersenyum lebar itu terlintas sejenak di dalam pikiran Miyu. Shokichi-san ... gomen. Miyu memejamkan kedua netranya, ia mengambil nafasnya dalam-dalam dan dengan berat ia menghembuskannya. Watashi, kimi no soba ni inai no ni⁹. Miyu mencoba membulatkan tekadnya untuk menetap di Inggris bersama dengan kakak tirinya.

.

.

.

Tokyo, Jepang.

Sudah dua minggu semenjak Miyu pergi ke London, seluruh jadwal milik pribadi Shokichi dilimpahkan kepada manager utama, yaitu Goro-san.

Saat ini Tetsuya, Shokichi, dan Nesmith tengah berada di ruang tunggu. Mereka bertiga tengah menunggu pergantian segment untuk siaran bersama dalam salah satu acara variety show di NHK.

"Oi, Shokichi." panggil Nesmith yang duduk di seberangnya.

"Hn?" jawab Shokichi tanpa melihat Nesmith karena ia sedang sibuk berselancar di sosmed.

Nesmith menatap kesal Shokichi, "Serius banget, sih? Lagi liat apaan, sih?"

Shokichi menatap Nesmith tajam. "Lagi scrolling tik tok, ada banyak video lucu. Mau liat gak?"

Nesmith bangun dan duduk berpindah tempat. "Mana, gue juga mau lihat."

Keduanya pun asyik menonton video tik tok bersama, mengabaikan Tetsuya yang tengah membaca naskah. Saat ditengah-tengah membaca naskah, Tetsuya teringat akan ucapan Goro-san soal Miyu beberapa waktu lalu.

"Shokichi!" panggil Tetsuya yang duduk di seberangnya.

Shokichi mengalihkan pandangannya, ia menatap Tetsuya. "Ada apa, Tetsuya-san?"

"Kau sudah tahu jika Miyu-chan berhenti kerja?"

Seluruh fokus Nesmith dan Shokichi langsung tertuju ke arah Tetsuya.

"APA MAKSUDMU, TETSUYA-SAN?!!" keduanya kompak berteriak panik saat mendengar ucapan dari Tetsuya.

Tetsuya menatap keduanya bingung, ia bahkan mengerutkan kedua alisnya. "Apa kalian berdua tidak tahu?"

Keduanya menggeleng pelan. "Kau tidak berbohong 'kan, Tetsuya-san?" Nesmith mencoba memastikannya.

"Untuk apa aku berbohong soal Miyu-chan? Kau coba saja tanya dengan Goro-san." jawab Tetsuya

Shokichi langsung bangun berdiri dan berlari ke arah pintu. Melihat Shokichi yang berlari untuk keluar ruangan, Tetsuya pun berteriak memanggil Shokichi. "OI, SHOKICHI. DOKO E IKU NO¹⁰?!!"

Namun, Shokichi tidak menghiraukan teriakan dari Tetsuya. Ia tetap keluar dari ruangan itu. Nesmith yang tadinya duduk di sebelah Shokichi pun bangun dari duduknya dan berusaha mencegah Shokichi biarpun tetap tidak bisa dicegah.

"Shokichi!! Sebentar lagi kita akan on air!!" Teriak Nesmith dari pintu ruang tunggu.

Shokichi tetap berlari, ia tergesa-gesa keluar dari gedung siaran NHK. Masa bodoh dengan siaran, Shokichi harus segera bertemu Miyu. Ia butuh jawaban dari Miyu, kenapa Miyu meninggalkannya? Padahal gadis berkacamata itu sudah berjanji kepadanya.

"Hiyoko-chan .... nande? Nande boku wo oite iku no? Boku no soba ni modorutte yakusoku shita noni¹¹."

.

.

.

Redemancy - Episode 2
TBC ...

****
Footnote :

1. "Hiyoko-chan, ogenki ka¹?"
Takarir : "Hiyoko-chan, bagaimana kabarmu?"

2. "Yoku genki da ne, Shokichi-san wa²?"
Takarir : "Aku baik, Shokichi-san bagaimana?"

3. "Hmmm ... amari genki jyan ne³."
Takarir : "Hmmm ... aku tidak terlalu baik-baik saja."

4. "Hmm ... datte kimi wa boku no soba inai no ni, Hiyoko-chan.⁴"
Takarir : "Hmm ... karena kau tidak ada disampingku, Hiyoko-chan."

5. "Hiyoko-chan, nihon ni modorenai⁵ ...?"
Takarir : "Hiyoko-chan, apakah kau akan kembali ke Jepang?"

6. "Saa ... nee ... wakaranai⁶."
Takarir : "Entahlah ... aku tidak tahu."

7. "Daijoubu yo. Hiyoko-chan no sei de jyaa nee, hayamaru na⁷."
Takarir : "Tenanglah. Ini bukan salah Hiyoko-chan, jangan minta maaf."

8. "Tsukareta na ... mou ii⁸ ..."
Takarir : "Aku sangat lelah ... sudahlah ..."

9. "Watashi, kimi no soba ni inai no ni⁹"
Takarir : "Karena aku tidak bisa disampingmu."

10. "OI, SHOKICHI. DOKO E IKU NO⁷?!!"
Takarir : "Oi, Shokichi. Mau kemana kau?!"

11. "Hiyoko-chan .... nande? Nande boku wo oite iku no? Boku no soba ni modorutte yakusoku shita noni⁸."
Takarir : "Hiyoko-chan ... kenapa? Kenapa kau meninggalkanku? Padahal kau sudah berjanji kepadaku untuk kembali ke sisiku."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro