Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

⚘݄ Oneshoot.

Coming home.
┊⇄ ◁◁ II ▷▷ ↻ ┊

Taeil memandang Haechan yang tertidur di sampingnya. Anak itu bernapas dengan teratur, tangan dan kaki kirinya mencuat keluar dari selimut. Taeil tertawa kecil, kemudian menyelipkan kedua tangannya ke ketiak Haechan, mengembalikan anak itu ke dalam pelukannya dengan lembut.

Di sebelah lain Taeil, disadarinya sosok sang istri tidak terlihat. Taeil lekas menyambar smartphone yang dia letakkan di dekat bantal dengan panik. Lelaki itu membuka aplikasi chat—dan saat itulah gerakannya berhenti.

1 message from "My Wifeyyy♡"
Maaf, ternyata aku ada pertemuan mendadak. Sepertinya akan pulang malam. Tidurmu nyenyak jadi tidak kubangunkan.

Jemarinya yang menggenggam smartphone itu perlahan-lahan mengendur, lega. Sekali lagi Taeil menenggelamkan tubuhnya ke dalam selimut. Kemarin pun dia terjaga sampai malam agar bisa mendapatkan libur hari ini.

Namun, dia juga pernah tidur hanya tiga jam dalam dua hari berturut-turut saat pekerjaannya benar-benar menumpuk. Jadi, selama ia bisa tidur, lebih baik dia menggunakannya untuk tidur semaksimal mungkin. Menurutnya, itulah satu-satunya jalan agar dia bisa tetap menjaga kesehatan.

Taeil tidak percaya Haechan juga bisa tidur sampai siang seperti ini. Biasanya, anak itu akan terbangun pagi-pagi sekali, membuat Taeil bahkan tidak bisa merasakan tidur-tidur ayam padahal ia ingin sedikit bersantai.

"Ah, padahal kukira hari ini bisa jalan-jalan bertiga."

Bagi istrinya yang menjadi ibu runah tangga, hari Sabtu dan hari libur adalah saatnya pergi ke kegiatan organisasi. Tapi kadang ada juga pertemuan mendadak begini.

Taeil sengaja meliburkan di hari Jumat ini—yang juga hari valentine— untuk menikmati quality time bersama keluarga kecilnya. Tapi mau bagaimana lagi, ia juga sering meninggalkan anak dan istrinya di rumah, apalagi jika hari perilisan lagunya semakin dekat.

"Papa...," sebuah gumaman kecil terdengar. Lelaki mungil yang baru bangun itu mengucek mata, menoleh ke belakang untuk mencari ibunya.

Tangan yang biasa menyentuh partitur lagu itu, kini mengusap kepala Haechan. "Mama ada kesibukan. Hari ini sama papa saja, ya? Jadi, mau melakukan apa?"

Terdiam sesaat, sang anak tiba-tiba berdiri di atas kasur. "Oh, iya, cokelat!"

"Aku mau membuatkan cokelat untuk Mark! Boleh, 'kan?" Wajah Haechan berseri. Matanya berbinar ceria.

"Heh, panggilnya pakai hyung. Iya, boleh. Sana, mandi dulu." Taeil ikut turun dari kasur dan melangkah mengambil handuk.

🍫🍫🍫

Mark itu anak laki-laki pertama keluarga Jung Jaehyun. Karena Haechan sering dititipkan pada keluarga Jung saat kedua orangtuanya sibuk, Haechan dengan cepat menjadi akrab bersama Mark.

Sayang, rencana membuat kue cokelat kali ini gagal. Kuenya tidak mengembang sempurna. Terlihat berantakan, padahal ia yakin takaran bahan-bahannya sudah sempurna.

"Gagal." Haechan cemberut, ia sendiri tidak mau menyentuh kue mengenaskan itu.

"Ini kita simpan saja. Kalau Mama pulang, minta tolong ajarkan Mama saja ya," hibur sang ayah sambil memasukkan loyang ke dalam kulkas.

"Nah, sebagai gantinya, mau ikut beli cokelat untuk Mama? Haechan bisa belikan untuk Mark juga," hibur Taeil. Dan benar saja, detik berikutnya Haechan kembali ceria. Mood anak kecil itu memang labil.

"Mau!"

🍫🍫🍫

"Kalau sudah besar, Haechan mau jadi apa?" tanya Taeil sesampainya di minimarket.

Sambil berlarian menuju rak yang berisi bungkusan cokelat, Haechan menjawab riang, "mau jadi anaknya Taeyong dan paman Jaehyun!"

Itu maksudnya bagaimana? Taeil tertawa canggung saja mendengarnya.

"Paman Jaehyun baik sekali. Haechan juga sering bermain dengan Jeno. Kemarin Jeno mengenalkan temannya padaku," tambah Haechan sambil memasukkan cokelat bon-bon ke dalam keranjang bawaan.

"Tapi maksud Papa itu, cita-cita. Tidak mau jadi penyanyi seperti Papa?"

Haechan meletakkan tangan di dagu, posenya seperti berpikir keras. "Ingin, sih. Tapi nanti Mama sedih!"

Sebelah alis Taeil terangkat, menuju Haechan melanjutkan. Ia tahu ia tidak seharusnya terlalu memikirkan perkataan seorang anak yang masih sangat labil ucapannya. Tapi ia juga penasaran.

"Mama sering melamun kalau Papa jarang pulang, jadi aku menyalakan rekaman Papa dan Paman Doyoung yang sedang menyanyi di tv agar tidak sedih!"

Lelaki berkalung liontin bulan berjongkok, menyetarakan tingginya dengan sang anak. "Kira-kira Haechan tahu tidak, kenapa Mama jadi seperti itu?"

"Karena Papa jarang pulang! Mama suka Papa menyanyi, tapi Mama tidak suka kalau Papa jadi jarang pulang gara-gara harus menyanyi." Tanpa pikir panjang, jawaban itulah yang terlontar.

"Tapi Haechan tidak suka Mama ikut ogasasi!" seru Haechan lagi.

"Organisasi," Taeil mengoreksi sambil tertawa kecil dan membawa keranjangnya ke meja kasir. Organisasi di mana istrinya bergabung adalah sebuah organisasi perlindungan anak.

"Kenapa Mama harus pergi ke or— organisasi? Apa gunanya memperhatikan anak orang lain sementara anaknya sendiri dititipkan ke Paman Taeyong?"

Pada kata-kata memperhatikan anak orang lain, jantung Taeil seperti diremas oleh tangan tak kasat mata.

"Makanya, minta Mama mengajakmu, dong."

Putranya yang berpipi tembam itu langsung menggeleng. "Haechan lebih suka bersama Mark!"

Tuh, kan, memang labil.


🍫🍫🍫

"Oh? Sudah pulang?" Taeil berjalan ke ruang makan, mendapati istrinya duduk di sini melahap kue gagal buatannya dengan Haechan tadi pagi.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.

"Aku membangunkanmu?"

Taeil menggeleng, "aku bangun karena haus."

Taeil melirik 4 bungkus cokelat di meja yang tidak tersentuh. "Aku dan Haechan membelikanmu cokelat ini, lho."

"Tahu, kok." Perempuan itu menunjuk loyang kue di depannya dengan kuku yang tidak terpoles. "Kalau ini, siapa yang buat?"

"Anakmu, tuh, ingin membuatkan kue untukmu dan Mark, katanya."

"Anak kita," koreksi si istri.

"Yah, aku makan yang ini saja." Kemudian sang istri menunjuk cokelat bungkusan di meja sambil berkata, "Kita berikan yang kamu beli pada keluarga Jung."

"Bentuknya memang tidak meyakinkan, tapi yang ini rasanya enak." Taeil tersenyum saja mendengarnya, ya syukurlah kalau rasa kuenya masih manusiawi.

"Hari ini di Suns Mart, Haechan menceritakan keluhannya tentang kita. Dia tidak suka ini, dia tidak suka itu," tutur Taeil sambil menuangkan teh yang diambil dari kulkas ke cangkir.

Perempuan itu mendengus geli sambil menyuapkan sesendok kue pada Taeil. "Keluhan. Seperti di rumah sakit saja."

"Mau dengar? Ini akan panjaaaaaaang sekali." Taeil memanjangkan kata-katanya dengan wajah mengantuk yang dibuat-buat.

Perempuan itu tertawa, menyendok whipped cream sebelum tersenyum kecil. "Aku tidak masalah mengobrol sampai pagi denganmu."

Ini masih beberapa jam hingga valentine berakhir, dan dihabiskan untuk mengobrol ketimbang tidur.

Obrolan santai dari hati ke hati yang biasanya tidak terlaksana sebab jarang pulang. Maka hari kasih sayang ini akan berakhir dengan perbincangan keduanya, ditemani cake yang acak-acakan bentuknya.

.
.
.
.
.
"Rindu adalah jalan pulang yang membawaku kembali padamu."

» [The End] «
0:00 ─〇───── 1:00
⇄   ◃◃   ▷  ▹▹   ↻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro