~2~
Hai Minna. Kembali lagi di book ini, dah lah jangan banyak omong. Btw, ini chap flashback ya. Jadi satu chap ini berisi kejadian sebelum pemberitahuan konser Ainana dan juga setelah kecelakaan yang Riku alami.
So happy reading~
-----------------------------------
BRAK!
Suara pintu di dobrak pun bergema di seluruh ruangan, menyita perhatian orang-orang didalam termasuk sang dokter sendiri. Pelaku pendobrakan itu di tatap sinis oleh beberapa orang namun ia tidak memperdulikannya.
Perhatiannya hanya terpaku pada seseorang yang saat ini berada di kasur rumah sakit.
Dia mendekat ke arah pemuda itu, berdiri di depan kasur dengan wajah sedih. Keadaan pemuda bersurai merah itu terlihat mengenaskan.
Kepala di perban, kaki kanan di perban juga dan yang lebih parah ia koma.
"A-apa yang terjadi? Kenapa..... Kenapa dia bisa seperti ini?..."
Dia berbalik menatap dokter itu dengan wajah marah namun air matanya berjatuhan.
"Dia.... Mengalami kecelakaan sehingga menyebabkannya koma. Supir yang membawanya meninggal di tempat.."
Dia berbalik dan menatap pria paruh baya yang berada di sisi kasur yang lain tengah menatap si surai merah dengan tatapan sendu.
"Benarkah..... Tou-san?..."
Pria yang di panggil ayah tersebut menganggukkan kepalanya pelan. Membuat si pemuda dengan rambut hitam dan manik merah Semerah bunga mawar itu menangis.
Dia menggenggam tangan yang berada di atas kasur dengan erat seakan tidak ingin melepaskannya.
"Kei.... Gomenne..."
•
•
•
Beberapa hari kemudian Keito alias Riku di bawa pulang dan menjalani rawat inap, kondisinya saat ini masih dalam keadaan koma. Sang ayah meminta agar anak bungsunya itu di rawat di rumah saja agar tidak merepotkan.
Saat ini sang ayah berada di kamar si bungsu, duduk di samping kasur seraya mengelus kepala merah itu, sesekali memainkan ujung rambutnya yang panjang.
"Keito.... Bangun nak. Apa kau tidak rindu dengan ayahmu ini? Dengan kakakmu Rei? Apa kau juga tidak rindu dengan teman-teman yang ada di sana? Kalian biasanya akan berbicara sampai berjam-jam. Apa kau tak merindukan suasana seperti itu?"
"Ayah...."
"Ah. Haru. Ada apa?"
Pemuda yang di panggil Haru itu terdiam sejenak lalu kemudian membuka suara.
"Rei memanggil. Katanya ada yang mau di bicarakan"
"Oh. Kalau begitu aku pergi sebentar, bisa kau jaga Keito?"
"Tentu saja"
Yukio pergi dari kamar Keito, Haru duduk di kursi yang terletak di pinggir kasur. Menatap sendu adik angkatnya yang masih memejamkan mata, alat-alat medis masih terpasang di tubuh mungilnya.
"Apa kau tidak bangun juga? Aku sudah membelikan Rubah Orange seperti yang kau mau? Ini beneran rubah loh. Apa kau tidak ingin melihatnya?"
//Kenapa ga ambil Kurama Naruto aja? Ato ga Tenn versi karatoga terus di cat Orange?
Haru: masa gue harus pindah dunia dulu. Ga mungkin lah.//
Dia mengelus Surai merah itu dan pandangannya beralih pada lengan kecil milik Keito, mengambil tangan itu dan menggenggam tangannya.
Haru meletakkan kepalanya dikasur dan di antara kedua tangannya, masih setia menggenggam tangan Keito.
Saat dia baru saja ingin masuk ke dunia mimpi, tiba-tiba tangan yang ia genggam bergerak dengan sendirinya. Dia lantas mendongak dan menatap pemuda yang kini masih berada di atas ranjang.
Tapi, sekali lagi tangan itu bergerak dengan sendirinya lalu ia melihat sang pemuda yang perlahan-lahan membuka kelopak matanya.
Manik merah serupa matahari terbenam itu terbuka. Haru masih tidak percaya dengan apa yang terjadi namun tetiba dia teriak sangat keras.
"KEITOO!!"
Menerjang di Surai merah yang masih belum sadar akan keadaan sekitar.
"Ha.... Haru...-nii.."
"Iya. Iya ini aku. A-apa kau butuh sesuatu?"
"Mi... Minum..."
"Ba-baik. Akan ku ambilkan"
Haru langsung berlari keluar dan tak lupa berteriak memanggil Rei serta Yukio. Tak lama terdengar suara derap kaki yang menuju ke arahnya, dia yakin itu adalah sang Ayah dan kakaknya.
"Keito! Kau sudah sadar?!"
"Nii...-san.."
"Akhirnya kau sadar juga anakku. Kau membuatku khawatir selama seminggu ini"
"Go....Gomen..Tou-san..."
"Ssh~ tak apa. Sekarang aku akan panggilkan dokter. Rei, hubungi dokter yang kemarin merawat Riku, suruh dia datang ke Mansion ini segera"
"Baik Tou-san"
Selang beberapa detik, Haru masuk membawa segelas air putih. Dia berlari dan hampir saja tersandung kakinya sendiri, untung saja ia masih bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.
"Hati-hati Haru. Nanti kau jatuh"
"Haru-nii..... Ceroboh..."
"Hei! Kau baru saja bangun dan langsung mengejekku"
Keito terkekeh pelan dan diikuti oleh Yukio yang sedikit terhibur dengan tingkah kedua anaknya itu. Haru berjalan mendekat ke arah Keito dan memberikannya segelas air untuk ia minum.
Yukio membantu anak bungsunya untuk minum, setelah segelas air itu habis, Keito langsung kembali berbaring. Kepalanya masih sedikit sakit dan kakinya juga tidak bisa di gerakkan.
"Tou-san dokternya sudah datang"
Rei masuk bersama dokter di belakangnya, sang dokter langsung memeriksa keadaan Keito. Bertanya-tanya sedikit tentang kondisinya pada si pemuda itu sendiri.
"Baik. Untuk kesehatannya dia sudah cukup baik namun kondisi kakinya bisa dibilang masih belum cukup bagus. Mengingat dia juga pernah mengalami kecelakaan sebelumnya yang mengakibatkan lumpuh ditambah sekarang dia mengalami patah tulang, jadi saya menyarankan agar ia tidak boleh terlalu banyak bergerak"
"Baik. Terimakasih dokter"
"Sama-sama. Baiklah Pangeran, anda tidak boleh terlalu banyak melakukan aktivitas dan mohon minum obat anda denhan teratur. Kalau begitu saya permisi"
"Ah. Mari saya antar"
"Terimakasih. Selamat siang"
Haru bersuka rela mengantar sang dokter sampai keluar mansion, sekarang yang tersisa di dalam kamar Keito hanyalah Yukio dan Rei. Pemuda berambut hitam itu duduk di pinggir kasur sang adik dan mengelus surainya pelan.
"Dengarkan apa kata dokter? Kau tidak boleh bergerak terlalu banyak, dengan kata lain kau hanya boleh berada di kamar ini sampai kau sembuh"
"Heee?! Aku tidak mau! Tou-san, bilang pada Nii-san untuk jangan mengurung ku disini! Kamar ini membosankan!!"
"Hihi~ benar kata kakakmu. Kau harus istirahat total sampai kau sembuh dan tidak boleh keluar dari kamar ini"
"Cih. Baiklah tapi belikan aku lima buku novel baru, gitar baru, 2 kotak donat dan strawberry cake setiap hari sampai aku sembuh! Harus belikan kalau tidak aku akan pergi dari rumah!"
Keito memajukan bibirnya tanda ia sedang merajuk, Yukio gemas sendiri dan ingin mencubit pipi gembul milik sang anak sementara Rei menganga lebar.
2 kotak donat dan strawberry cake setiap hari!!? Bukan kah itu gila, di tambah gitar yang harganya bisa sampai berjuta-juta dan lima buku novel. Kalau novel mungkin masih bisa ia maklumi karena harga novel tidak terlalu mahal.
"Itu terlalu banyak Keito!! Bisa kah kau kurangi? Habis uang ku hanya untuk semua keinginan mu itu!"
"Tidak. Nii-san kan pangeran dan juga seorang pengusaha, uangnya pasti banyak lagipula itu masih beberapa dari sekian banyak barang yang aku inginkan"
"Itu pemerasan namanya! Tou-san. Beritahu dia untuk jangan menghabisi uang ku"
Rei mengadu kepada Yukio yang sejak tadi hanya diam memperhatikan kedua anaknya berdebat.
"Belikan saja. Nanti uangnya Tou-san ganti. Lebih baik seperti ini bukan daripada Keito pergi dari sini, apa kau mau kehilangan adikmu lagi? Tidak kan?"
Rei menghela nafas lelah dan mengangguk setuju akan membelikan semua barang keinginan Keito tak lupa membelikan 2 kotak donat dan strawberry cake setiap hari.
Tak lama Haru masuk lalu menatap Rei yang duduk di kasur dengan wajah ingin menangis. Dia mendekati Rei dan menepuk pundaknya
"Kau kenapa?"
"Haruuuu~ Keito. Dia... Dia memeras ku~ dia meminta ku untuk membelikan Gitar dan Novel di tambah 2 kotak donat setiap hari--"
"-- jangan lupakan Strawberry cake yang aku minta"
"--lihat lah. Bisa-bisa uang ku habis~ kau bantu aku ya? Kita patungan. Kau beli gitar dan aku beli novel--"
"--mana ada patungan seperti itu!! Lagian gitar kan mahal! Kau saja lah. Aku sudah membelikannya rubah Orange yang sangat-sangat susah di cari! Sekarang giliran mu memenuhi keinginannya"
"Hidoii~"
Keito hanya tertawa melihat tingkah kakaknya yang lebih kekanakan dari dirinya dan wajah Haru yang sangat memprihatinkan. Akhirnya mereka bertiga di usir dari kamar oleh Yukio karena berisik.
Yukio sekarang berada di kasur, duduk di sebelah Keito dan mengelus kepalanya. Keito hanya diam dan memejamkan mata, merasakan sensasi hangat menyentuh kepalanya dengan lembut.
"Sekarang istirahat lah. Kau baru saja sadar dari koma jadi masih harus istirahat total"
Yukio berdiri dan menyelimuti Keito lalu ia berjalan keluar kamar, membuka pintu lalu keluar tapi sebelum itu dia berbalik dan mengucapkan sesuatu.
"Sampai jumpa"
"Sampai jumpa juga Tou-san"
Yukio menutup pintu, Keito pun sekarang mencoba tertidur. Tak lama ia pun masuk ke dunia mimpi.
--------------------------------
Fyuuh~ akhirnya selesai. Setelah ujian sekolah langsung dapat ide, waw. Btw, untuk chap selanjutnya juga masih flashback. Sebenarnya aku ingin membuatnya menjadi satu chap aja untuk flashback tapi karena terlalu banyak, mungkin akan jadi beberapa chap.
Gaku: uwaw. Banyak juga wordnya, sampe seribu lebih.
Iya.
Mitsuki: lu itu Hiatus apa enggak sih? Heran gue.
Sama aku juga heran.
Dahlah.
Silahkan di vote dan komen, kritik dan saran juga gapapa^^
Jaa Nee 👋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro