C3
"Oke, ini nggak lucu." Usai mengatakan hal tersebut dia berputar pelan. Matanya menelisik penampilan barunya; rambut panjang sewarna jelaga, jemari kecil dengan warna kulit gading, dan suara yang terdengar halus. Pemuda—gadis—itu terdiam untuk waktu yang lama. Dirinya sedang kabur dari sesuatu saat tiba-tiba saja fisiknya berubah total.
Kalau ini prank, dia ingin ini berakhir sekarang juga.
Baru saja menjadi anggota FLC, dia tak menduga malah terseret ke tempat tak dikenal. Seakan tak cukup, saat tiba-tiba dipindahkan ke gurun pasir ini dia hanya sendirian. Sendirian.
Kotak yang bisa berbicara menjelaskan beberapa hal padanya, memberikan jam tangan setelah itu. Namun, alih-alih paham, dia malah berdiri diam di tengah gurun pasir selama sepuluh menit.
Demi dewa Neptunus dalam film Spongebob, dia ingin kabur saja ke planet pluto.
Cahaya matahari menyengat kulitnya, kendati demikian pandangannya terfokus pada sosok yang berjalan ke arahnya. Cukup lama dia memandang sosok itu, ketika jarak di antara mereka semakin dekat pemuda itu dapat melihat siapakah gerangan yang dia pertanyakan.
"Kak Erzet?" Suaranya keluar tanpa bisa dia cegah. Erzet menoleh saat dipanggil, gadis itu berjalan terseok-seok. Matanya tak memandang orang yang memanggilnya, kendati demikian jemari berkuku panjang itu terarah kepadanya.
Ada yang aneh. Erzet tak memiliki kuku yang panjang.
Persekian detik setelahnya kuku-kuku itu melesat, hampir mengenai kulitnya jika tak segera menunduk. Pemuda itu memandang Erzet tak percaya. Itu bukan Erzet.
Serangan selanjutnya melesat, masih dengan kuku panjang yang terlempar ke arahnya. Entah darimana munculnya kuku-kuku tersebut, padahal baru saja diluncurkan ke arahnya. Erzet, atau sesuatu yang menyerupai Erzet semakin mendekat ke arahnya. Pemuda itu lantas tancap gas, berlari sejauh mungkin dari jangkauan kuku terbang tersebut.
Adrenalinnya naik sampai ke ubun-ubun, memaksanya memacu lari lebih keras. Kendati napasnya yang mulai pendek, fokus pemuda itu masih utuh. Yah, memang kalau kena kuku nggak akan langsung mati, tapi tetap aja. Sakit.
Mengedarkan pandangan, dia mencari hal apapun yang bisa dia gunakan untuk berlindung atau setidaknya melawan Erzet gadungan tersebut. Namun, tak ada apa-apa di sana.
Yah, kan cuman ada pasir.
Atensinya kemudian terfokus pada sebuah tembok yang ada di sebelah kanan. Dia langsung berlari ke arah tembok panjang itu. Erzet yang terseok-seok jauh tertinggal di belakang, tetapi luncuran kuku masih tak berhenti—malah makin cepat ditembakkan olehnya.
Rasa-rasanya dia pada akhirnya akan tertangkap, jika tidak merubah penampilannya.
Tak lama tembakan kuku hilang, pemuda itu lantas menoleh ke belakang dan tak menemukan Erzet; hanya ada dirinya sendiri di sana. Kendati demikian, di sinilah dia, berubah wujud tanpa operasi plastik.
"Gélo, bisa yeuh urang muka klinik operasi téh,"* komentarnya. Dia kemudian tertawa, geli dengan celetukan yang dia lontarkan.
Merasa tak ada apapun lagi, dia akhirnya memilih bersandar pada tembok tersebut. Tak ada bangunan apapun selain tembok yang dia gunakan untuk beristirahat. Pasir yang mengenai pakaiannya terasa panas pun dengan tenggorokannya yang mulai terasa kering. Dia mencoba mengumpulkan informasi. Walau begitu, pada akhirnya tak ada hasil.
Menghela napas untuk yang kesekian kalinya, dia memejamkan mata sejenak; berusaha mengabaikan dahaga dan terik yang membakar kulit.
"Kamu siapa?" Suara dari arah depan membuatnya membuka mata. Ada dua gadis di sana, salah satunya adalah yang baru saja dia lawan.
Dia lantas bangkit, berjalan mundur menjaga jarak aman dari sosok itu. "Kak Chacha, mending kakak mundur sekarang dari samping Kak Erzet kw 1," ujarnya.
Chacha terdiam. Gadis itu menoleh ke arah Erzet sejenak kemudian kembali kepadanya. "Kamu siapa? Tau nama kami dari mana?" Chacha tak menggubris peringatannya dan malah bertanya siapa dirinya.
"Saya Raya," jawabnya singkat. Kedua gadis yang berdiri tak jauh darinya saling pandang. Lirikan matanya terlihat tak mempercayai Raya.
Chacha adalah orang pertama yang angkat suara setelah pengakuan dari Raya, gadis itu mengeluarkan pisau saku yang biasanya dia bawa ke manapun dirinya pergi. Menodongkan pisau itu ke arah Raya. "Jangan bohong, mana mungkin cewek tulen kayak kamu Raya. Dia 'kan laki-laki."
"Tapi aku emang Raya, Kak." Raya berusaha tenang, dirinya sedikit gentar melihat pisau saku yang Chacha todongkan. "Aku nggak tau kenapa tiba-tiba berubah gender kayak gini. Tadi, ada Kak Erzet yang terseok-seok, dia kemudian menembakkan peluru kuku. Aku lari, tapi saat melewati tembok ini malah berubah jadi kayak gini. Sumpah, ini Raya."
Kedua gadis itu saling pandang. Erzet hanya mengangguk kecil, dia merasa bahwa Raya tak berbohong padanya.
Melihat hal itu Chacha menurunkan pisaunya. "Oke deh," ujarnya singkat.
"Raya tadi lari-lari karena dikejar Erzet?" Gadis yang satunya—Erzet—bertanya. Raya mengangguk, membuatnya termenung sejenak. "Kalau emang yang kamu bilang benar, berarti ada sesuatu di sini, dong?" Gadis itu melirik ke segala arah. Hanya ada desiran pasir yang terbawa angin, membuat mata ketiganya sedikit kelilipan.
Mereka bertiga tak paham, tiba-tiba bisa berada di sini. Gurun pasir bukanlah tempat yang ada di Indonesia, lantas, apakah mereka berada di luar negeri? Tapi, untuk apa membawa mereka sejauh ini?
"Kamu dapat jam tangan?" Chacha bertanya kemudian. Raya mengeluarkan jam tangan dari saku celananya. Wanita berhijab tersebut menerimanya dengan cepat, membandingkannya dengan jam tangan yang juga dia dapatkan.
Erzet memperhatikan Chacha sebelum beralih pada Raya. "Ketika diberikan ini, apa yang orang itu katakan?" ucapnya.
"Dia hanya berkata soal kita harus berkumpul sebelum lewat 30 hari atau ada hal yang harus kita bayar jika gagal. Katanya juga jam ini kayak GPS yang bisa deteksi member kalau udah di ranah jangkauan sinyal jam tangan." Erzet mengangguk, adis itu mengembalikan jam tangan Raya.
Infomasi dari Raya sama dengan yang dirinya dan Kak Chacha dapatkan. Mereka yang tiba-tiba saja berada di gurun pasir bertemu dengan seseorang—kotak yang dapat berbicara. Dia mengatakan bahwa tugasnya hanyalah memberikan sedikit petunjuk kepada mereka. Namun, memangnya infomasi semacam itu petunjuk yang sangat mereka butuhkan? Padahal, dia lebih ingin tahu alasan kenapa mereka berada di tempat itu.
Katanya, waktu mereka untuk keluar dari tempat ini hanya dua hari. Jikalau lebih dari waktu yang kotak itu berikan, akan ada hal buruk yang menimpa mereka. Namun, hal yang paling Erzet tak paham, hal buruk apa yang akan mereka hadapi.
Monster yang menyerupai salah satu dari mereka dan menyerang?
Cacing alaska dari film Spongebob yang menjadi nyata?
Atau, kelaparan dan dahaga yang akan menggerogoti mereka secara perlahan?
Semuanya pun sama saja.
TBC
A/n : Gws Raya :")
Translate : "Gila, aku bisa buka klinik operasi nih."*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro