Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 30

"Jadi mama lo hari ini boleh pulang?"

Zara mengangguk pada Hana yang berdiri di sampingnya. Teriknya matahari membuat Zara malas berbicara. Sebenarnya ia senang sekali karena nanti sore mama sudah boleh dirawat di rumah. Tapi apa daya, ia harus menghemat tenaga agar saat gilirannya membaca UUD nanti suaranya tetap lugas dan lantang.

Sekarang kelas X-4 sedang bersiap melakukan geladi bersih latihan upacara. Latihan berjalan lebih serius dari biasanya karena Pak Agus--sang wali kelas rela turun ke lapangan untuk memantau anak kelasnya.

"Terus lo nggak ada niat jualan jus lagi?"

Zara mengedikkan bahu. Gadis itu menatap Hana dengan gamang. Tante Firda yang memang tidak ia beri tahu masalah yang sempat menerpanya pun sering menanyakan hal serupa.

Dalam hati keinginan untuk membuka stan jus lagi masih sangat besar. Tapi Zara takut. Meski teman-teman sudah bersikap baik lagi kepadanya, bayang-bayang cemoohan yang pernah ia terima terus menghantui dan mengikis semangatnya.

"Karena orang tua lo sekarang udah berubah, lo nggak mau jualan lagi?"

Zara menggeleng. Salah satu alasannya membuka stan memang untuk menunjukkan kelebihannya pada orang tua, tapi jiwa dagangnya masih tetap melekat kuat meski keluarganya kini mulai berusaha memperbaiki hubungan satu sama lain.

"Gue pikirin nanti, deh," pungkas Zara akhirnya.

Hana mencengkeram pundak Zara seakan telapaknya bisa menyalurkan energi. "Gue bakal seneng kalau lo jualan lagi. Biar gue bantu-bantu kayak dulu, jadi bisa bolos les. Capek gue tuh belajar mulu."

Zara menepuk kening Hana, supaya pikiran miring sahabatnya itu lekas menjauh dan kalau bisa jangan pernah kembali. Zara menyesal pernah menyuruh Hana jangan terlalu fokus sekolah. Sekarang begini akibatnya.

"Mending gue nggak buka stan lagi kalau itu bikin lo males belajar. Entar gue malah kena omel sama orang tua lo," larang Zara yang ditanggapi Hana dengan cengiran. "Cukup Prama aja yang sering kena marah, kita jangan," lanjutnya lebih lirih dan diakhiri dengan kikikan kecil.

"Gue denger."

Zara menoleh kaget. Sedangkan Hana kabur ke sudut lapangan menghampiri teman-teman yang sudah berbaris di sana. Sekarang ia dijadikan dirigen menggantikan Leni karena dianggap lebih mumpuni gara-gara Hana ikut ekskul paduan suara.

"Tumben ikut latihan?" Zara mengalihkan pembicaraan sebelum Prama melayangkan gerutuannya.

"Gue gantiin Faisal. Kan hari ini dia nggak masuk, sakit katanya." Prama menjawab santai.

Zara baru sadar jika Prama memang meneteng map yang berisi teks doa.

"Baca doa gini biar gue jadi alim," ujar Prama lalu berdiri di samping Zara, posisi yang biasanya Faisal tempati.

"Ya elah, baca doa doang mana bisa berubah alim dalam sekejap?"

Prama mendengkus. "Tinggal jawab iya susah amat," sahutnya sambil melirik Zara yang sedang mengangkat telapak tangan untuk menghalau sinar matahari. "Panas gini doang muka ditutup-tutupin, kampungan!" oloknya. Tapi berikutnya tanpa Zara minta ia agak maju sedikit di depan gadis itu. Hingga kini punggungnya menjadi peneduh bagi Zara.

Zara terpaku saat mendapati Prama tiba-tiba menjulang di hadapannya. Dengan mengulum bibir, perlahan Zara pun menurunkan tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk berlindung.

"Kalau mau senyum ya senyum aja. Nggak usah ditahan-tahan." Bagas yang melintas tanpa ragu menyeloroh. "Seneng kan lo dapet guardian angel macem Prama?" tanyanya yang makin membuat Zara jengah.

Prama sendiri lalu menoleh, dengan senyum ia memperhatikan Zara yang tetap anteng di belakangnya. "Gue buka jasa payung kayak gini juga butuh dibayar."

Zara melengos saat mendengar itu.

"Bayarnya gampang, nggak pakek uang. Besok kan Minggu, nonton bareng gue mau?"

Zara melebarkan mata. "Dih, belajar modus dari siapa tuh?"

"Ck! Padahal gue butuh jawaban ya atau nggak. Udah lah, yang penting besok gue ke rumah lo. Siap-siap aja."

Zara hilang kata. Ini dia diajak jalan?

***

Semua sibuk mengelap keringat. Setelah latihan cukup lama, kini mereka istirahat di depan aula yang memang letaknya dekat dengan lapangan upacara.

Pak Agus masih setia menemani karena di akhir pekan seperti ini jadwal mengajar beliau hanya satu jam. Itu pun nanti setelah istirahat. Bagas bisa sedikit leha-leha karena teman-temannya tidak akan berulah banyak jika ada wali kelas.

"Menjadi petugas upacara ini jangan kalian anggap sebagai beban. Laksanakan tugas ini sebagai bentuk cinta kalian pada tanah air. Panas matahari belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan pahlawan yang dulu melawan penjajah."

Semua mengangguk mengerti. Pak Agus memang terkenal dengan ketelatenannya. Kenalan Zara dari kelas lain sering mengutarakan keirian mereka terhadap X-4 yang beruntung bisa mendapat wali kelas sebaik Pak Agus.

"Sebagai bentuk penghargaan, kalau hari Senin nanti kalian bisa menjadi petugas yang baik, saya akan membelikan kalian sesuatu."

Kontan saja area depan aula itu diramaikan dengan suara riuh tepuk tangan penuh suka cita. Mendengar hadiah antusias mereka kembali terlecut.

"Belikan apa, Pak?" tanya Gilang semangat.

Pak Agus tampak berpikir. "Zara jual jus buah, kan? Pesan jus di Zara saja. Satu siswa satu porsi. Jadi beli tiga puluh jus. Zara siap terima pesanan sebanyak itu?"

Zara masih tercekat. Sedangkan teman-temannya kini menatapnya tidak sabar menanti jawaban. Zara tiba-tiba merasa rendah diri. Apakah mereka benar-benar percaya pada jusnya lagi?

Hana yang duduk di samping Zara segera menggenggam jemari gadis itu. Ia mencoba meyakinkan Zara agar tidak ragu untuk memulai semua dari awal lagi. Prama yang ada di seberangnya juga mengangguk memberi dukungan.

"Kalau repot bikin pesanan sebanyak itu, saya pesan di lain tempat saja. Tapi kan sayang, muridnya ada yang jual kok saya beli di tempat lain."

Zara memantapkan hati. Ia tidak boleh terus terkurung dalam ketakutan akan cibiran orang. Orang tua, sahabat, bahkan guru sudah memberinya dukungan. Apa lagi yang perlu dikhawatirkan?

"Siap, Pak. Pesan di saya saja. Karena Bapak beli banyak, nanti saya kasih bonus salad buah."

Pak Agus mengangkat jempol. Teman-teman Zara bersorak senang karena lusa akan mendapat jus gratis.

"Nah, makanya ayo latihan lagi biar nanti makin lancar."

Anjuran Pak Agus mendapat seruan dari anak-anak karena mereka masih merasa lelah. Tapi akhirnya mau tak mau semua kembali beranjak ke lapangan untuk latihan satu kali lagi.

"Pram," panggil Zara lalu ia berjalan mendekati cowok itu. "Besok habis nonton kita belanja buah, ya?"

Prama menghela napas. Tapi kemudian ia mengangguk saja. Yang penting bisa jalan-jalan dengan Zara.

Zara tersenyum senang. Gadis itu lalu mencari sosok Hana untuk memanggilnya. Tapi baru saja ia membuka mulut, Prama segera menarik tangan Zara untuk mencegahnya.

"Berdua aja, cuma kita."

Penjelasan Prama sederhana, tapi efek yang ditimbulkan luar biasa. Zara merasa pipinya panas, namun sebisa mungkin ia harus bersikap santai di hadapan Prama.

"Oke, terserah lo aja. Besok jam delapan pagi jemput gue. Nggak boleh molor," jawabnya cepat. Ia sudah tidak sabar untuk membeli buah-buahan. Zara sudah rindu dengan stan jualannya yang pastinya sekarang sudah berdebu. Zara ingin segera berjualan lagi dengan langkah awal yang lebih baik dari sebelumnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro