Bab 28
"Meruntuhkan egoku bukanlah satu hal yang mudah. Dengan kasih lembut kau pecahkan kerasnya hatiku."
Setelah sebagian lirik lagu Bukti dari Virgoun itu selesai dinyanyikan, Beni yang mana menjadi vokalis abal-abal langsung kena pukul dengan kemoceng oleh Bagas. "Nyanyi terus! Daripada genjrengin tuh gitar di sini, mending lo ngamen buat lunasin kas yang numpuk."
Beni memeluk gitarnya, meratap dengan sedih yang dibuat-buat cowok itu lalu berdiri dan kembali pada tempat duduknya dari yang semula bersimpuh di bawah papan tulis. "Semua yang gue lakuin diprotes mulu. Bahkan napas aja salah," katanya menggerutu.
Zara tersenyum tipis saat menyaksikan perdebatan kecil itu. Tiap hari ada saja kelakuan teman kelasnya yang membuat Bagas harus mengomel. Tapi kadang sikap ketua kelas yang perfeksionis itu malah membuat anak-anak X-4 sengaja melakukan ulah yang memicu naik darahnya Bagas.
Biasanya jika sudah ada pertengkaran ringan seperti ini Zara akan bergabung dengan Clara yang terkenal ceriwis untuk ikut mengompori keadaan untuk seru-seruan. Tapi karena hubungannya dengan teman sekelas menjadi sedikit renggang gara-gara ulah Prama, sekarang Zara hanya bisa melipat tangan dalam duduknya. Mengamati tanpa suara.
"Gue ngerti lo nyanyi gitu buat ngode si Caca," sahut Bagas yang langsung membuat Beni mengumpat pelan. "Tapi harus liat sikon juga, kali. Sekarang waktunya bersih-bersih. Lagian dari dulu kode-kodean mulu, ada hasil enggak."
Caca yang duduk di depan Zara mendecak kesal. Gadis berhijab itu lantas memutar tubuhnya ke belakang. Menarik-narik lengan Zara dan Hana, merengek minta ditemani keluar dari kelas karena lelah menjadi bahan guyonan.
"Cuekin aja, Ca." Hana memberi saran.
Sedangkan Zara hanya mematung karena terkejut. Setelah berhari-hari tidak ada yang mau berurusan dengannya, tiba-tiba sekarang ada yang mengajaknya berinteraksi lebih dulu seperti ini.
"Kelas lain udah pada nyapu sama ngelap kaca. Kelas kita masih santai kayak nggak punya tanggung jawab.
"Biasanya Zara kalau Jumat Bersih kayak gini bantu gue nyuruh yang lain kerja. Hari ini melempem aja, lo lagi sakit apa gimana?"
Zara mengerjap bingung. Di sekolahnya memang setiap hari Jumat ada program kerja bakti selama 30 menit. Tidak hanya membersihkan kelas masing-masing, biasanya seluruh siswa juga diharuskan membersihkan wilayah sekolah dengan gotong royong.
Zara sering memanfaatkan Jumat Bersih sebagai ajang promosi barang dagangannya. Karena pasti ia akan bertemu dengan siswa kelas lain yang wara-wiri melakukan bersih-bersih. Maka supaya tidak malu saat menawarkan barang, Zara menyuruh teman-temannya untuk cepat keluar kelas agar secara tidak langsung bisa menemaninya promosi.
"Berarti Zara lagi nggak mood bersih-bersih, dia maunya di kelas dengerin gue nyanyi." Beni yang memberi jawaban.
"Jadi sebenernya lo nyanyi buat Caca apa buat Zara?"
Zara refleks menoleh ke pojok kelas. Pertanyaan Prama terkesan menentang hingga membuat Beni meringis sambil menggaruk tengkuknya.
"Kalem, bosku." Hanya itu yang bisa Beni ucapkan untuk menanggapi Prama.
"Perhatian kepada seluruh siswa yang ada di dalam kelas. Dimohon sekarang juga berkumpul di aula. Terima kasih."
Pemberitahuan melalui pengeras suara itu langsung menjadi pengalih. Semua segera bersiap untuk mematuhi arahan tersebut. Tentu saja mereka pergi ke tempat yang dimaksud dengan rasa penasaran. Jika semua siswa dikumpulkan begini biasanya ada suatu hal penting yang akan disampaikan oleh pihak sekolah.
"Kira-kira ada apa, ya?" Zara bertanya pada Hana. "Jangan-jangan mau ngumumin hukuman buat Prama? Prama bakal dikeluarin dari sekolah?" Zara terus berbisik dengan kecemasan yang ia ciptakan sendiri.
Hana menekan kedua pipi Zara hingga bibir gadis itu mengerucut. "Omongan adalah doa. Lo jangan sembarangan gitu."
***
Kelas Zara bergerombol di bagian kanan depan aula. Dengan duduk lesehan beralaskan karpet sederhana mereka menunggu acara dimulai. Beberapa anggota OSIS terlihat sibuk menyiapkan mikrofon. Waka kesiswaan dan utamanya kepala sekolah tampak sedang membicarakan sesuatu tak jauh dari anggota OSIS yang bertugas.
Jika mayoritas seluruh siswa Grahita sedang menikmati momen ini karena mereka terbebas dari kerja bakti, Zara dan Hana justru merasa cemas. Tapi Prama yang sedang dikhawatirkan malah tampak tenang. Ingin Zara menarik telinga cowok itu dan berteriak lantang menyadarkannya. 'Hukuman lagi on the way, Pram!', begitu kira-kira yang akan Zara katakan.
Suara percakapan dari banyaknya siswa yang menyerupai bunyi dengungan lebah seketika berhenti saat kepala sekolah mengucapkan salam pembuka.
Ternyata tujuan dikumpulkannya seluruh siswa ini adalah untuk sosialisasi tentang bahaya narkoba. Zara dan Hana berangsur tenang karena prasangka mereka melenceng dari kenyataan.
Tapi dari penjabaran yang mulanya tentang jahatnya obat-obat terlarang tersebut, pembahasan menjadi melebar sampai pada masalah kasus pencurian yang sempat membuat resah beberapa waktu lalu.
"Tuduhan yang sebelumnya mengarah pada siswa X, dengan ini saya klarifikasi bahwa itu tidak benar. Pelaku yang sebenarnya sudah diringkus dan mendapatkan ganjaran yang setimpal.
"Juga tentang ulah siswa tersebut yang rekamannya beredar hampir ke seluruh warga sekolah, saya mohon masalah itu cukup kita selesaikan sampai di sini.
"Karena kejadiannya di luar jam sekolah, kami tidak memberi hukuman apa pun pada siswa yang bersangkutan. Peristiwa itu dia lakukan murni karena ada beberapa hal yang terjadi dalam kehidupan pribadinya.
"Penyelesaian masalah itu sepenuhnya kami pasrahkan pada keluarga siswa X. Maka saya mewakili semua guru mengimbau pada murid-murid untuk kembali memperlakukan dia sewajarnya seperti dulu. Kami tidak mengharapkan adanya perundungan di sekolah ini."
Zara dan Hana saling menautkan jemari. Mereka berdua lega dengan keputusan yang baru disampaikan itu. Teman laki-laki sekelasnya yang duduk di dekat Prama pun merangkul cowok itu dan samar-samar Zara mendengar bahwa mereka sebenarnya juga mengira jika Prama tidak akan mempunyai hobi mencuri seperti itu.
"Sst ... Bagas."
Zara menoleh pada Vinta yang duduk di sampingnya. Zara heran kenapa tiba-tiba temannya itu memanggil ketua kelas dengan raut wajah tidak sabar.
Bagas yang duduk agak di depan menengok ke arah Vinta. Tatapan matanya menyiratkan perihal apa yang akan disampaikan padanya.
"Bentar lagi kan Pkn. Kelompok gue harus presentasi. Tapi dari tadi remote proyektornya dicari-cari tetep nggak ada. Bu Asfiah bisa marah kalau belum disiapin. Jadi gue mau duluan balik ke kelas, nyari lagi."
Bagas menggeleng. "Bentar lagi ini juga selesai. Lo bakal kena marah kalau balik duluan."
Zara mengernyit. Remote hilang? Dengan perlahan gadis itu melirik Hana yang sepertinya tidak mendengar obrolan Vinta dan Bagas barusan. Begitu acara ini selesai ia harus bertanya pada Hana apakah hilangnya benda itu ada hubungan dengan kleptomanianya.
Semoga aja Hana nggak ngambil. Dia harus berusaha sembuh.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro