Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

• Gray : A wish sent

.
.

Alternate storyline. It's a warning.

.
.

    Alcyone sudah lama menghilang.

    Atau itu yang selama ini ia tahu sepanjang hidupnya. Ia tidak pernah melihat sosok Alcyone lagi setelah Alcyone menghilang di malam yang dingin beberapa puluh tahun yang lalu.

    Bahkan, meski mereka sama-sama seorang penyihir Sage mereka tidak pernah bertemu lagi. Padahal Great Calamity menyerang tiap tahunnya dan rasanya aneh jika ia tidak pernah menemuinya sekalipun.

    Lantas, siapa sosok yang berdiri di depannya ini? Sosok dengan rambut putih dan mata heterokromia partial–sangat mirip dengan Alcyone. Hanya bedanya terdapat pada panjang rambutnya, gadis di depan ini memiliki rambut yang pendek, meski rambut pada bagian depannya lumayan panjang.

    "Ah... Rupanya kamu sudah bertemu dengannya ya." Pria dengan mahkota pink itu berjalan mendekati Snow. Sebelah mata hitamnya menatap Snow kemudian ia tersenyum.

    "Perkenalkan, ini Almine. Almine, ini Snow. Dia penyihir yang sempat aku ceritakan padamu beberapa waktu yang lalu." Pria itu menatap kedua orang itu bergantian.

    "... Dan tuan Snow, kenapa anda kelihatan kaget begitu saat melihat Almine?" Pria itu memiringkan sedikit kepalanya.

    "Ah... Tidak ada apa-apa. Tolong lupakan saja tentang reaksiku tadi." Ujar Snow, ia tersenyum.

     Tapi sebuah pertanyaan tiba-tiba terbesit di dalam benaknya, kenapa Alcyone menghilang tanpa memberikan pesan apapun?

      Snow menatap pria tersebut dengan sedikit pandangan curiga. Ia tentu tidak mudah ditipu, ia dapat sepenuhnya merasakan bahwa gadis ini adalah Alcyone. Lantas mengapa pria tersebut berbohong dan 'Almine' malah setuju?

     "Tuan Mertvaya!" Sosok berambut cokelat panjang itu berlari menghampiri pria dengan rambut pink itu. 

     "Ahh... kalau tidak salah kau kenja bukan? Senang bertemu denganmu." Mertvaya tersenyum.

    "Apa benar kami tidak apa-apa untuk tinggal disini sementara?" Akira bertanya, nafasnya sedikit terengah-engah akibat berlari di sepanjang perjalanannya menuju kemari.

    "Tentu. Lagipula penghuni mansion Zvezda hanya ada tiga orang. Asalkan kalian tidak membuat keributan berlebih disini, aku tidak masalah. Mungkin tambahannya jangan coba membuka kamar yang pintunya memang terkunci kecuali sudah meminta izinku." Mertvaya menjawab disusul dengan senyuman senang dari Akira.

.

.

     Mansion Zvezda. Berada di pegunungan yang berbatasan antara wilayah Utara dan Barat, pemiliknya adalah seorang penyihir bernama Mertvaya Zvezhya. Sikapnya cukup unik jika dibilang. Daripada berlaku seperti penguasa, Mertvaya sering berkeliaran saat malam di bar yang ada di sekitar wilayah yang dijaga olehnya. Penduduk sekitar mengetahui Mertvaya, pun begitu sebaliknya.

     Tapi apa yang ada di dalam mansion Zvezda? Kalau soal itu tidak ada seorang pun yang tahu. Bahkan pemilik bar yang paling sering dikunjungi Mertvaya pun tidak mengetahuinya. Yang diketahui oleh warga sekitar hanyalah bahwa di dalam mansion itu tinggal seorang penyihir lagi bernama Zela, dan penyihir yang baru datang bernama Almine.

      Seorang penyihir mengangkat muridnya. Itu hal yang normal. Tidak ada yang aneh. Tapi bagi Snow ini semua terasa aneh. Setelah jalan-jalan singkat malamnya dimana dia bertanya tentang penghuni mansion, ia mengetahui bahwa tahun dimana Almine datang ke mansion itu adalah tahun dimana Alcyone juga menghilang. 

      Sayangnya tak ada yang mengingat jelas kapan Almine datang, tapi dengan hal itu saja sudah membuat Snow yakin bahwa bukan hanya aura sihirnya saja yang mirip, tetapi gadis itu memanglah Alcyone.

.

.

      "Kau ketahuan ya, Alcyone." Mertvaya mengambil minuman dari rak kemudian menuangkannya dalam gelas. Gadis itu hanya tertawa getir sambil menatap ke dalam gelas yang berisi cairan ungu kemerahan.

     "Yah, begitulah. Padahal kukira tidak akan ketahuan dalam waktu dekat." ia membenahi posisi syalnya.  

      Perasaannya terasa campur aduk saat ini. Senang? Tentu saja, ia sudah lama tidak bertemu dengan orang itu. Tapi di saat yang bersamaan hatinya terasa sakit, ia tidak ingin bertemu dengannya.

       Mertvaya menyodorkan gelas berisi wine itu ke arah Alcyone yang kemudian isinya langsung di teguk olehnya.

        Kepalanya pusing.

        Sudah berapa lama dia tidak mabuk seperti ini? Mungkin sejak dia meninggalkan markas penyihir. Ia juga selama ini memilih untuk tidak meminum hal seperti ini karena takut membocorkan hal-hal yang seharusnya tidak ia ucapkan.

       Tapi malam ini pengecualian, dia memintanya khusus pada Mertvaya–yang tentunya kemudian Mertvaya memandangnya dengan aneh.

        Cahaya yang terlihat di matanya semakin berkunang-kunang dan sepertinya kesadarannya telah diambil darinya.

       "Vaya..."

       "Hm?" Mertvaya yang sedang memain-mainkan gelasnya menghentikan aktivitasnya untuk memandang gadis bermahkota putih.

       "Apakah menurutmu aku salah?" Alcyone bertanya.

       "Pertanyaan macam apa itu? Tentu tidak. Baik kematian keluargamu maupun apa yang terjadi selama ini." Mertvaya menghembuskan nafasnya dan kemudian meneguk wine miliknya.

       Ia mengangkat sebelah alisnya saat tidak mendengar jawaban apapun dari Alcyone. Ia menatap lamat-lamat wajah gadis yang memerah itu dan kemudian menggelengkan kepalanya singkat.

       'Saat kudengar dia lemah dengan alkohol, tidak akan pernah kukira dia akan selemah ini...'

.

.

     Kaki kecil Snow melangkah menuju dapur, dari yang ia dengar Alcyone sedang ada disana–bersama Mertvaya.

    Namun belum genap langkahnya menuju dapur, ia dapat melihat pria berambut pink itu menggendong Alcyone. Rasa cemburu perlahan mulai membakar dirinya, namun toh apa yang bisa ia lakukan?

     Dia hanya bisa berdiri diam di tempat menatap punggung Mertvaya yang perlahan-lahan menjauh.

     Dari dalam hatinya ia selalu berharap ia dapat mengutarakan perasaan yang sering ia bagikan pada langit ketika ia bergemuruh dan berubah sewarna abu; Sebuah perasaan manis yang akan selalu ada dan tak lekang oleh waktu.

     Meskipun begitu, apa dengan menyatakannya saja itu dapat merubah segalanya? Ia tidak yakin akan hal itu.

.
.

    

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro