ーSnow; purenocent
🌹
.
.
.
Pemuda dengan rambut berwarna merah itu mengetukkan pensil seraya menatap ke arah halaman buku bersampul putih. Lembaran-lembaran tersebut dibuka perlahan dengan enggan, sepertinya sosok merah itu, Riddle, ingin melakukan sesuatu yang lain tapi bukan membaca. Hanya saja Riddle terkesan menegakkan bahwa ia harus belajar sebanyak mungkin. Yah, lagipula dia adalah ketua dorm.
Hawa mulai dingin, tentu saja, karena musim dingin semakin mendekat. Begitu pula dengan ujian. Irisku melirik ke arah jendela. Entah sudah berapa hari aku berada di sini dan para murid Heartslabyul tak merasa keberatan sama sekali. Bahkan Gakuincho pun mana peduli, benar-benar kerjaannya selama menjabat apa, sih?
Iris berwarna [eye colour] milikku berputar, jengah dengan keadaan hening. Mungkin saja, aku harus mengajak Riddle untuk ke luar dari tempat ini walau hanya sebentar.
Aku pun melirik ke arahnya seraya melontarkan pertanyaan, "Riddle-san, mau jalan-jalan ke luar sebentar?" Ia menoleh, mengedipkan mata sejenak lalu menggeleng dengan tegas, "Tidak. Akan lebih baik jika aku fokus saat ini agar tidak menyesal kemudian. Kau juga harus begitu, [Name]."
"Tapi, kau terlihat bosan, ryoucho. Pensil itu tak pernah kau pakai sedari tadi, lho," balasku tak mau kalah. Menekankan kata 'ryoucho' agar ia percaya padaku. Toh, lagipula, sistem dunia sihir ini tidak terlalu rumit menurutku. Asal rajin mencatat, memperhatikan saat pelajaran, dan mengulangnya sebelum ujian maka nilai tidak akan di bawah standar.
Mengalah, buku yang terbuka lebar itu pun ditutup oleh Riddle. Ia beranjak dari tempatnya, berjalan ke cermin lalu memperbaiki penampilanーyang kurasa sudah cukup rapi. Sosok berambut merah itu menghela napas sembari bertanya, "Di luar sangat dingin. Apa kau tidak ingin memakai jaket ataupun mantel?"
Aku menggeleng, mengulas senyum manis dan membalas, "Melihat Riddle-san yang akhirnya bisa refreshing malah tak membuatku merasakan dingin sama sekali!"
Semburat merah mulai menjalar hingga ke telinganya. Riddle memalingkan wajah, tak ingin agar aku atau orang lain melihat reaksi polosnya. Tak lama kemudian, ia berdehem, mencoba menetralkan kembali keadaan.
"Baiklah, ayo ke luar!"
Kuanggukan kepala dengan cepat, membalas ajakannya yang terlihat bersemangat. Sebisa mungkin aku menahan kekehanku, ia terlihat seperti anak kecil saja. Riddle berjalan di depan, sedangkan aku mengekorinya dari belakang.
Sesampainya di luar, benar saja, salju mulai turun. Apa ini tidak terlalu cepat, ya? Tapi, masa bodoh. Langit terlihat mendung, tak secerah saat di musim panas, Savanaclaw atau mungkin ... Scarabia? Entahlah, aku belum pernah masuk ke sana.
Sontak, Riddle mengalungkan syal pada leherkuーyang entah ia dapat dari mana. Atau mungkin saja, ia telah mengambilnya namun tak tertangkap oleh pandanganku. Aku mengerjap, kaget akan sikapnya, "Riddle-san?" tanyaku kebingungan.
"Ehem, kau bisa sakit. Kudengar yang bukan penyihir memiliki daya tahan tubuh lebih lemah. Jadi, kau harus menjaga kesehatanmu dengan baik, [Name]."
Alasan macam apa itu? Yang bukan penyihir memiliki daya tahan tubuh lebih lemah, omong kosong. Kita sama-sama manusia, bukan? Ingin sekali ku ucapkan seperti itu, namun mulutku terkunci rapat. Yah, tak peduli yang manapun, Riddle yang bersikap polos seperti ini bisa sudah membuatku merasa senang.
Kekehan kecil ke luar dari mulutku, "Terima kasih."
Ia mengangguk dengan wajah merah.
"Riddle-ryoucho tulus sekali, yaーkalau soal [Name]. Kalau soal kita mah tidak ada ampun," sahut seseorang dengan suara yang familiar. Siapa lagi kalau bukan sang teman tidak ada akhlak, Ace? Ia datang bersama dengan Deuce dan juga Grim.
"Apa?!" seru Riddle tak terima.
Deuce mengerjapkan matanya sembari menjauhkan diri, "Eh, ryoucho?! Kenapa kau mendekatiku, juga?! Ace, kenapa sih, kau suka sekali mencari masalah?! Aku ingin jadi murid teladan buat Ibuku!"
"Ya, mana aku tahu kalau dia bakal marah, lagi! Aku kan cuman bercanda! Lalu, kau tidak akan bisa jadi murid teladan, bodoh!" balas Ace, melotot pada partner in crime-nya tersebut.
"Hei, apa kalian lupa kalau ore-sama ini yang bakal jadi penyihir terbaik?!" Grim ikut menyahut, yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan obrolan mereka.
"Kalian ..."
Riddle mengepalkan tangan, amarahnya sudah memuncak. Wajah pemuda itu sudah sewarna dengan helaian rambut miliknya.
Lekas saja Ace kabur, begitu pula Deuce dan Grim, tak ingin dimarahi oleh sang ketua. Riddle mengejarnya dengan penuh kemarahan, meninggalkanku yang menonton aksi mereka berempat, tak ingin ikut campur. Aku heran pada pemuda berambut red cherry tersebut, mengapa senang sekali mencari gara-gara pada ketuanya, sih?
Aku hanya bisa tertawa kecil melihat tingkah mereka. Yah, tapi karena ketulusan dan kepolosan Riddle lah yang membuat pemuda berambut merah tersebut sangat menarik ... bagiku.
.
.
.
🌹
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro