ーBurgundy; desire
🌻
.
.
.
Setelah jalan-jalan terakhir tersebut, Masaomi jarang menampakkan diri bersama Kumiko dan kedua teman dekatnya. Ia bahkan kembali ke Yellow Scarves, terlibat lagi dengan segala pertengkaran di Ikebukuro. Bahkan mengurusi masa lalunya mengenai sang mantan kekasih.
Dan di sinilah mereka sekarang.
Ekspresi marah terpampang jelas di wajah seorang pemuda berambut pirang. Syal berwarna kuning ia kenakan. Dari rautnya, tersirat rasa kelelahan. Sorot matanya mengatakan bahwa sang gadis yang tengah berdiri di antara ia dan Mikado harus segera pergi.
Kumiko menghela napas, ketika melihat Masaomi dan Mikado babak belur. Setelah bertengkar selama itu, hanya karena eksistensi kedua perkumpulan yang mereka pimpin, mereka harus menanggung beban berat. Ia menyamakan tinggi, memegang dahi Masaomi dan Mikado.
"Aku tidak pernah bertemu orang sebodoh kalian," ujar Kumiko dengan ekspresi cemberut. Senapan yang tadi Mikado pegang, telah berada di tangannya.
Masaomi memberi tatapan maut pada Kumiko. Ia berniat untuk mengomel, "kau tidak boleh macam-macam dengan barang itu, Kumiko-chan. Aku sudah cukup lelah meyakinkan Mikado. Apa kau tidak lihat keadaanku sekarang ini, huh? Kakiku juga masih diperban, tahu."
"M-Mikado-kun?!" seru sebuah suara lembut yang familiar. Anri segera datang dan berada di atap gedung tinggi tersebut, lalu memberi pertolongan pada Mikado yang juga babak belur.
Membiarkan Anri dan Mikado berada pada dunianya sendiri, Masaomi memeluk Kumiko, lalu tidur di pahanya.
"Kenapa kau selalu melihatku pada bagian terburuk, sih? Lalu saat aku dikeroyok oleh gang-ku sendiri karena sebenarnya Yellow Scarves telah diambil alih dari dalam, lalu sekarang kau melihatku dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Aku tidak suka."
"Kalau Masaomi-san masih punya energi untuk bicara tidak jelas, simpan saja ya! Karena kau meminjam pahaku, jadi kau harus istirahat dengan benar," ujar Kumiko. Masaomi mengangguk, lalu memejamkan mata sejenak.
Mengabaikan masalah Dullahan dan lain yang terjadi di tempat sama yang dengan ia pijak.
.
.
.
Masaomi tengah bersama dengan seorang gadis berambut cokelat pendek. Tentu saja, siapa lagi kalau bukan Mikejima Saki, pacar sebelumnya saat ia masih awal mendirikan Yellow Scarves.
Kumiko mengenal Saki. Dengan segala kemungkinan pertemuan mereka, mengingat kedua gadis itu berada di rumah sakit yang sama, tak menghindari bahwa mereka benar-benar bertemu satu sama lain. Bahkan terkadang, saat Kumiko masih bersama Masaomi yang menjenguknya ketika ia kembali masuk di ruang pasien.
Gadis berambut biru muda itu menghela napas. Toh, kalau Masaomi ingin kembali bersama dengan Saki maka itu adalah haknya. Dan Kumiko sama sekali tak mempunyai kewenangan untuk menolak keputusan tersebut. Ia hanya bisa berharap yang terbaik bagi teman-temannya. Meskipun, ia juga ingin memiliki waktu untuk bermain dengan yang lain.
Syal berwarna putih yang ia kenakan, dieratkan. Sesuatu mulai kembali kosong di dadanya. Kedua kakaknya sibuk bekerja, Anri dan Mikado sedang menikmati waktu bersama, begitu pula dengan Masaomi. Tak ada yang bisa menemani ia.
Terkadang, Kumiko ingin merutuki mengapa ia mempunyai perasaan yang begitu merepotkan untuk diurus. Memang tidak seharusnya ia mempunyai seseorang untuk dianggap sebagai teman.
Langkah kaki kecil tersebut terhenti, ia terjatuh ketika menabrak punggung seseorang. Rambut hitam, jaket berbulu dan sorot mata yang tajam. Sang dalang dari segala pertengkaran perkumpulan di Ikebukuro, Orihara Izaya.
"Izaya-san? Eh, kenapa kau masih ada di sini? Bukannya Shizu-nii sudah mengusirmu?" tanya Kumiko curiga. Ia sudah lama mengenal pria yang hobi sekali mencari gara-gara dengan kakaknya, namun baru kali ini kembali bertemuーsemenjak berteman dengan Masaomi, pemuda itu melarangnya untuk berinteraksi dengan Izaya karena ia berbahaya.
Pria dengan helaian rambut hitam tersebut mengulas seringaian kecil, "oh, Kumi, ya? Begitulah, aku sedang ingin pergi untuk sementara waktu dulu dari Ikebukuro. Kakakmu seram. Tapi, tak kusangka akan bertemu denganmu di sini."
Kumiko mengangguk kecil lalu tersenyum.
"Heh? Kau tidak bersama anak itu? Padahal prediksiku, setelah semua yang terjadi, ia akan memilih untuk bersamamu. Ternyata lebih pilih bersama Saki, ya," ujar Izaya seraya mengusap dagunya sendiri.
Lagi-lagi, hanya anggukan kecil yang Kumiko berikan. Sedikit membuat Izaya kesal karena gadis di hadapannya tersebut tak memberikan reaksi yang seperti biasa. Namun, sayang sekali, ia harus segera pergi sebelum Shizuo menghabisinya.
Izaya hampir saja dibunuh mentah-mentah karena ketahuan kalau ia adalah dalangnya dan hampir membuat Kumiko celaka. Meskipun sebenarnya, ia tak bermaksud membuat gadis yang pernah menjadi teman main caturnya tersebut terluka.
"Yah, kalau begitu, aku pergi dulu ya! Jaga kesehatanmu sampai aku kembali, Heiwajima Kumiko," ujarnya lalu meninggalkan Kumiko sendirian.
Kumiko menunduk, iris birunya yang gelap makin kelam. Seolah tak mendapatkan cahaya sama sekali. Dengusan kasar ke luar dari mulutnya, ia pun mengangkat kepala dan berbalik.
Kelopak mata nan lentik itu mengerjap, menatap sosok pemuda berambut pirang dengan hoodie putihnya yang tengah berdiri di hadapannya sekarang ini. Cengiran besar pemuda itu perlihatkan, sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Yo!" sapa Masaomi dengan ceria.
"Oh, Masaomi-san, ya," balas Kumiko datar.
"Eh ... responmu kokーkok terdengar menjadi asing setelah kutinggal baru beberapa hari?!"
Masaomi mendekatkan diri, membuat Kumiko mundur perlahan. Ia melirik ke arah Izaya pergi. Kemudian, pemuda itu mengelus helaian rambut biru milik sang gadis dan melemparkan tatapan khawatir, "Kumiko-chan, apa kau baik-baik saja? Orang itu tidak melakukan apapun padamu, bukan?"
"Maksudmu Izaya-san? Tentu saja, tidak."
"Hah ... apa mood-mu sedang tidak baik hingga responmu seperti ini?" tanya Masaomi setelah menghela napas.
"Kau bersama ... Saki-san, lagi," gumam Kumiko dengan wajah sedih. Namun beberapa saat kemudian, gadis itu terkekeh lalu menyeringai, "dan itu hal yang baik karena kau tidak perlu menghabiskan waktu denganku, kan? Ah ya, aku ingat, Shizu-nii berjanji akan mentraktirku sushi! Sampai ketemu lagi, Masaomiー"
Jari milik Masaomi sontak saja menyentil dahi milik Kumiko dengan keras. Membuat gadis itu mengaduh kesakitan. Ia menatap galak pada pemuda yang mengecat rambutnya sendiri menjadi pirang. Dahinya mengerut, menampakkan ekspresi marah.
"Ugh, Masaomi-san! Kau ini kenapa, sih?!"
"Akhirnya kau melihatku juga."
Gadis kecil itu tersentak lalu mengembungkan pipi, kesal. Jujur saja, ia tak ingin terlalu lama bersama sosok di hadapannya, namun sayang sekali ia telah ditahan erat oleh Masaomi. Kumiko mengalihkan wajahnya, berusaha tak menatap kembali pemuda itu. Atmosfer entah mengapa terasa dingin dan tegang. Ditambah lagi, dengan Kumiko yang terasa mengacuhkan lelaki berhelai rambut pirang tersebut.
Melihat reaksi Kumiko, Masaomi hanya bisa tertawa pelan. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan kikuk, "Mikado bilang kalau aku harus segera memperbaiki kesalahpahaman ini. Benar sekali kalau katanya kita berdua ini tidak peka, haha!"
"Sekali lagi kau bicara yang tidak-tidak, aku angkat kaki dari siniー"
"ーeh! Tunggu dulu, Kumiko-chan! Huhu, kau ini kenapa sih, selalu saja rasis padaku?"
Masaomi merengek, memeluk gadis dengan helaian rambut biru muda pucat yang hendak pergi meninggalkannya. Napas Kumiko yang berderu cepat mulai kembali normal, raut wajahnya pun menjadi seperti biasa lagi.
Kedua sosok berbeda gender tersebut saling diam dalam posisi yang sama untuk beberapa saat. Hingga rona merah di pipi Masaomi mulai terlihat sempurna, ia pun segera melepaskan pelukan yang ia mulai dengan tergesa-gesa. Meninggalkan Kumiko dalam kebingungan akibat tingkah pemuda itu.
"M-maaf, aku terlalu agresif ya? Hah ... ini salahmu Kumiko-chan, aku tidak bisa menebakmu bahkan lebih dari teman-teman dekatku sendiri. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi ... aku memang tidak bisa menebak orang, sih," ujar Masaomi seraya mengacak rambutnya frustasi seraya tertawa sendiri akan kebodohannya.
"Jadi, selama ini, aku bukan temanmu?!" tanya Kumiko marah.
Mengerjap pelan lalu terdiam, itulah hal yang Masaomi lakukan ketika mendengar pertanyaan Kumiko. Setelah pernyataannya, ia malah marah akan bagian tersebut? Pemuda itu berjongkok, sudah terlalu pusing dengan segala kesalahpahaman yang terjadi. Ia bahkan merasa seperti ditolak secara tidak langsung oleh gadis di hadapannya.
Yah, memangnya aku mengharapkan apa? Dia pasti merasa sedih karena aku bersama Saki akhir-akhir ini. Dan dia tidak punya teman main. Ya, pasti itu, batin Masaomi kesal.
Helaan napas ke luar dengan kasar. Masaomi mengepalkan tangan sembari berteriak di dalam hati, meskipun aku sudah memutuskan hubunganku dengan Saki sepenuhnya dan dia langsung menolakku?! Di mana keadilan yang harus kuterima?!
Masaomi pun berdiri, mengatur ulang napasnya. Lalu, ia memegang pundak Kumiko.
"Aku sudah putus dengan Saki. Yah, sebenarnya waktu ia terluka, kami sebenarnya sudah putus. Hanya aku saja yang terlalu penakut, sampai-sampai kami berdua berada di ambang ketidakjelasan. Tapi, Kumiko-chan ... akuー"
"Oh begitu, ya ya ya. Aku paham. Setidaknya Masaomi-san punya waktu untuk diluangkan bersamaku, kan? Tidak masalah, tidak perlu dilanjutkan lagi penjelasannya. Kepanjangan, hehe," potong Kumiko sembari mengulas senyum.
Dan Masaomi tahu arti senyum itu adalah senyum yang bermaksud untuk tak peduli. Ia benar-benar mengacaukan segalanya karena menemui Saki duluan. Kida Masaomi sangatlah bodoh.
"Sudah selesai, kan? Sekarang aku mau pulang."
Kumiko pun membalikkan badan. Namun, segera ditahan oleh Masaomi. Tangan kecil itu digenggam erat.
"Tidak! Jangan pulang dulu! Kumiko-chan jadilah pacarku! Kalau kau jadian denganku, aku akan menjadi teman bermainmu setiap saat yang kau mau. Kita akan pergi ke kedai sushi atau aku akan membelikanmu macaron tiap hari. Jadi, kumohon jangan tolak aku!"
Hening melanda. Tak ada respon dari Kumiko. Tapi, yang dapat Masaomi pastikan bahwa telinga gadis itu memerah sempurna, walau ia hanya memperhatikannya dari belakang.
Kumiko menoleh, wajahnya memerah bak kepiting rebus, "ugh! Masaomi-san jelek! Jelek! Jelek sekali! kau bahkan tidak seimut Ryugamine-kun! Jelek jelek jelek! Jangan bicara padaku!"
Gadis itu segera berjalan dengan cepat, berusaha meninggalkan Masaomi. Meskipun begitu, Masaomi dapat menyusulnya sembari menyamakan barisan dengan Kumiko. Betapa senangnya ia ketika melihat reaksi menggemaskan dan tak terduga dari gadis berambut biru tersebut.
Masaomi berpikir kalau ia akan ditendang, diledek atau diacuhkan seperti biasa. Siapa sangka kalau ia mempunyai kesempatan? Tentu saja, ia tak akan melepaskan kesempatan ini.
Pemuda pirang itu menyengir ceria, "kita jadian?"
"Minta restu Shizu-nii dulu, hmph."
"Kau benar-benar ingin membunuhku, ya? Ternyata kau punya sisi Tsundere seperti ini. Lucu, haha!"
Kumiko berlari, sebal dengan tingkah Masaomi yang senang menggodanya. Pemuda itu mencoba kembali menahannya, takut kalau-kalau penyakit sang gadis akan kambuh kembali.
Seringai kecil disunggingkan di wajah milik Kumiko. Ia memperlihatkan lidahnya kecil, melet, "Masaomi-kun tidak usah sok memperhatikanku kalau masih susah memperhatikan diri sendiri, bleh!"
Pemuda bermarga Kida tersebut sontak saja mengumpat dalam hati. Tingkah gadis itu terlalu tidak baik bagi perasaannya. Terlalu banyak warna.
Bagaimana bisa aku tidak ingin memilikinya? batin Masaomi.
Kida Masaomi mulai hari ini bersumpah kalau ia akan melindungi dan selalu menjaga gadis itu. Yah, tapi rintangan pertama setelah ini adalah kedua kakak Kumiko. Setidaknya, ia bisa berjuang agar bisa kembali mendapatkan rona-rona warna yang ia nikmati saat ini.
.
.
.
[END]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro