Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

coffee shop

Hobi Junhui akhir-akhir ini adalah rajin berangkat kerja dan sebisa mungkin aktif dalam melayani pelanggan. Apalagi pelanggan yang datang tiap pukul 2 siang, dengan rambut hitam potongan mullet, mode pakaian yang stylist, dan memiliki senyuman paling manis di dunia. Mungkin orang-orang bakal mengira Jun menyedihkan, cuma bisa memandang dari sekat meja dan senyum-senyum tidak jelas. Tapi hei, itu kenikmatan tersendiri, kan?

Jam dinding yang berdetak membuat Jun geregetan sendiri untuk menunggu sampai jam 2 datang. Pemuda ini masih enggan mencari tahu apa penyebab ia sangat bersemangat kalau sudah menyangkut pelanggan setia yang satu itu. Ada sesuatu tentangnya yang bisa dengan mudah membangkitkan mood Jun. Dan yang lebih menyedihkan lagi, Jun tak pernah tahu siapa nama pemuda itu.

Bukan bermaksud menjadi pengecut. Tapi siapa, sih, yang tak bakal merasa risih jika ada orang yang tiba-tiba SKSD dan ingin sekali tahu namanya? Daripada dapat kemungkinan kehilangan pelanggan kesayangan, lebih baik menikmati dalam diam. Dan ketika jam menunjukkan menit-menit terakhir menuju jam dua, Junhui tak bisa menyembunyikan antusiasmenya.

Lonceng pintu yang bergemerincing sudah cukup membuat Jun sangat senang. Pemuda itu selalu datang tepat waktu. Kalaupun tidak pas, jeda waktunya hanya sekitar 5 sampai 10 menit saja. Hari itu pun, dia datang dengan wajah cerah seperti biasanya, seolah sinar matahari telah tertanam dalam kulitnya. Kali ini ia pakai beanie di kepalanya, dengan balutan sweater jumbo dan skinny jeans robek yang sedikit mengekspos pahanya. Damn boy, jantung Jun berdetak sangat kencang. Tangannya membawa sebuah buku seperti biasanya. Ingin rasanya Jun berbasa-basi dan sekedar bertanya apa yang suka ia baca itu, but he rather not, somehow.

Pemuda ini berjalan mendekat ke meja kasir dan menjelajahi papan menu dengan matanya yang bersinar indah. Oke, Junhui, berhenti menatapnya, tenangkan dirimu. Ia mengangguk tanda sudah tahu mau pesan apa lantas menatap mata Jun yang bergerak gelisah. Ini sudah ber-ratus kalinya ia menatap pemuda itu tepat di mata. Tapi tak sekalipun dia bisa mengenyahkan rasa gugup dalam tubuhnya.

"Hei," sapanya selagi tersenyum.

Sepertinya jantung Jun berhenti berdetak beberapa detik yang lalu. Ia memutuskan kontak mata agar menjaganya tetap fokus dan hidup.

"Seperti biasa?" tanya Jun, sepenuhnya menahan matanya untuk tak menatap anak itu lama-lama. Pemuda manis itu mengangguk.

"Oh, boleh aku tambah kue persik?" tanyanya.

"Tentu," jawab Jun.

Ia menyerahkan struk pembayaran seraya mempersilahkan pemuda itu menunggu beberapa menit. Jun beranjak ke belakang lalu berteriak tanpa suara sambil senyum-senyum tidak jelas. Wajahnya sampai merah padam. Ini lebih parah dari kemarin. Perasaan itu kian mengambil alih tubuhnya.

"You look even more creepier," cibir Wonwoo. Ia menyerahkan nampan berisi secangkir matcha latte panas dan sepiring kue persik yang lezat.

"What can I do after all?"

"Just ask his name, you coward!" dengus Wonwoo sebal. Dia tahu sekali sikap aneh Jun yang makin lama terlihat makin tak waras. Tiap menerima pesanan, ia pasti bakal jadi sangat senang dan bisa seheboh gadis yang lagi pubertas.

Selagi menerima nampan itu, Jun menghela nafas. "Aku tidak takut. Hanya saja, bagaimana kalau dia malah tidak menyukaiku?"

"Jangan bilang begitu kalau kau bahkan tak mencobanya!"

Wonwoo memberikan sepiring chocolate bomb cake lalu mendorong Jun agar keluar dari ruang staff. Ruangan yang damai itu bakal tercemar kalau anak ini ada di dalam.

"Loh, kue cokelatnya buat apa?" protes Jun. Wonwoo berdecak sebal.

"Jangan meremehkan cokelat, sobat. Dia punya efek yang besar. Sudah sana!"

Pemuda ini menatap pintu staff yang sengaja dikunci dari dalam. Mungkin Wonwoo ada benarnya. Bagaimana dia tahu kalau pemuda itu tidak menyukainya kalau mencoba saja tidak? Dengan kemampuan andalannya untuk bisa membuat orang tertarik padanya, Junhui memantapkan hati berjalan ke arah pemuda manis yang tengah membaca bukunya dengan tenang. Telinganya disumpal earphone dan agak kurang ajar rasanya kalau harus mengganggu ketenangannya. Haruskah Jun langsung pergi? Tidak. Ini kesempatan bagus. Jarang-jarang dia mau memberikan kue cokelat gratisan ke orang asing.

Ia meletakkan makanan dan minuman itu di meja, sambil sesekali melirik berharap dia di-notice. Tapi pemuda itu terlalu fokus membaca. It's not a good idea anyway. Jun mengedikkan bahunya dan berjalan balik.

"Eh, permisi?"

Gosh, Jun suka suara itu. Ia membalikkan badannya untuk melihat wajah kebingungan orang itu. Ia meletakkan buku dan sumpelan telinganya seraya beranjak mendekati Jun sambil membawa sepiring kue cokelat.

"Sepertinya aku tidak memesan kue cantik ini," katanya. Jun menggaruk tengkuknya lalu menyembunyikan tangannya ke belakang.

"Aku yang traktir," jawab Jun. Smooth one, kiddo.

"Oh, benarkah?" tanya pemuda itu sambil tersenyum kecil. "But unfortunately, I'm not a fan of chocolate, sorry."

"But it's chocolate! Everybody loves chocolate, even my dog," seru Jun kelepasan. Agak sebal dia kalau ada yang tak suka pada makanan gratisan, apalagi kue cokelat.

Pemuda ini terkikik kecil. "Maaf. Aku hanya tidak bisa makan kue lezat ini."

Bahu Jun merosot sedih. Ia sedih pada kenyataan bahwa ada seseorang di dunia ini yang tidak bisa makan cokelat, sedih lagi kalau ternyata orang itu adalah seseorang yang ia sukai. Prihatin rasanya. Ia menerima sepiring kue itu dan melihat keindahan bentuknya.

"Lalu ini bagaimana?" tanya Jun.

Ia menjentikkan jarinya dengan semangat. "Makanlah bersamaku!"

Pemuda itu menarik tangan Jun dan membawanya ke mejanya. Ia menyuruhnya duduk di hadapannya sambil tersenyum lebar. Jun sendiri masih syok dengan kenyataan bahwa dia baru saja bergandengan tangan dengan pemuda itu.

"A-ah... kukira kau tidak mau diganggu."

"Tidak. Aku malah merasa kesepian," sahut si pemuda pemilik senyum indah.

Keberuntungan sepertinya berpihak pada Jun hari itu. Ia tidak hanya bisa berbincang dengan si pelanggan manis, tapi juga bisa tahu namanya dan makan bersamanya. Well, karyawan tidak seharusnya meninggalkan pekerjaannya dan makan bersama pelanggan. But, hei, who cares anyway?

Namanya Xu Minghao. Terdengar lucu saat dia mengucapkan namanya itu. Dan ketika ia menyebut nama Jun, tubuh Jun langsung merinding geli. Dia tidak tahu kalau dampaknya bisa sebesar itu. Minghao bilang, kalau dia sedang menunggu wisudanya. Kalau pagi, dia bekerja paruh waktu di toko hewan. Malamnya ia akan mengajar di klub menari sampai pukul 1. Hao juga mengaku kalau dia punya eating disorder yang mana membuatnya tidak bisa, atau lebih tepatnya takut makan cokelat yang ia yakini memiliki banyak kalori. Itulah kenapa ia jarang pesan kue di cafe ini.

"Sayang sekali, apakah itu alasannya setiap kau pesan kue tidak pernah habis?" tanya Jun saat ia menyendokkan suapan kelimanya. Minghao mengangguk. Ia dari tadi hanya memainkan kuenya. Paling kalau makan hanya seujung garpu, lalu berhenti dengan jeda yang sangat lama.

"I have to force myself to eat it, or else I'll get skinnier, and die," guraunya.

"Hm... kau mungkin juga harus mencoba kue ini sekali-kali. Mungkin satu cuil saja. Aku yakin kau bakal ketagihan," ujar Jun.

Pemuda manis ini daritadi hanya melihat Jun makan sambil tersenyum. Saat ditanya pun, katanya dia hanya suka melihat orang makan. Dengan alasan bisa membuatnya kenyang.

"Apa enak?" tanya Minghao. Jun mengangguk agresif. Sepertinya dia jadi lupa diri.

"You have to freaking try it," timpal Jun. Tapi Minghao menggeleng.

"Ayolah sedikit saja."

"Mungkin aku akan mencoba yang ada di situ," jawab Minghao. Sambil menoleh bingung ke piringnya, Junhui bertanya. "Di situ mana?"

Minghao tiba-tiba merangsek maju dan menjilat bibir Jun yang dinodai cokelat. Ia kembali duduk sambil tersenyum, sementara Junhui diam saja atas kejutan itu.

"Hm, kau benar. Sekarang aku ketagihan," celetuk Minghao sambil terkikik kecil.

Ada keheningan panjang yang tercipta di udara. Jun berhasil mendapatkan kembali jiwanya yang tiba-tiba hilang seraya berdeham kikuk.

"T-that was an odd way to taste something. I could feed you with bigger slices tho," komentar Jun kaku seraya menyodorkan potongan yang lebih besar di garpu. "Lagipula... sekarang kau ketagihan, k-kan?"

Minghao memangku kepalanya dengan satu tangan. Matanya yang memancarkan aura sejuk dan hangat berkilat. "No. I'm not addicted to the cake, I'm addicted to your lips."

Jun menjatuhkan garpunya ke piring, sekaligus membuat bunyi berdenting nyaring yang menarik perhatian pelanggan lain. Mungkin dia sudah mati, karena dia tidak lagi bisa merasakan detak jantungnya. Minghao memangku tubuhnya di atas meja sambil tersenyum manis.

"Now, can I have a taste of your lips again, please?"

Dan Jun bilang iya.[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro