Triangle 1
Title : Triangle
Author : coffeelover98
Status : Part 1-4
Pairing : Shinichi K. x Shiho M.
Admin : Sherry
-------------------------------
Dua tahun telah berlalu.
Sekejap, hampir tak terasa.
Seperti pertama kali mereka bertemu—minus tubuh kecilnya.
"Oi."
Cuma itu yang dikatakan Shinichi Kudou ketika menemukan Shiho Miyano di depannya. Setelah bertahun-tahun tak bertemu. Setelah detik demi detik lewat karena detektif itu mencoba meyakinkan dirinya kalau gadis di depannya itu nyata—bukan mimpi yang mengabur ketika dia hendak menjangkaunya.
Senyuman Shiho samar—hampir tak terlewatkan oleh mata awas Shinichi. Gadis berambut pirang strawberry itu mengangguk pelan, matanya berkilauan dan senyum mengejeknya yang khas muncul di bibir tipisnya.
"Kau tak banyak berubah, Kudo-kun."
"Kau juga, Miyano." Mata mereka bertemu. Shiho tertegun ketika menyadari dinginnya tatapan mata Shinichi. Dia membayangkan—mengharapkan kalau suatu saat ketika jalan mereka saling bersinggungan lagi—senyuman Kudo adalah hal yang paling diinginkannya. Bukan iris kebiruan yang menyiratkan kesepian pemiliknya.
Jadi ada apa dengan garis senyum Kudo dan mata yang tersiksa itu. Juga gurat kelelahan yang tersurat di setiap gerak-geriknya.
"Ada apa yang membawamu ke sini?" tanya Shinichi pelan.
"Aku ingin mengunjungi Hakase. Selain itu—kupikir—aku rindu suasana musim semi di Tokyo."
"Dua musim semi di New York membuatmu bosan? Emailmu yang terakhir tak meceritakan kalau kau akan kemari."
Shiho tak menjawab. Dia mengalihkan pandangannya ke pucuk-pucuk bunga sakura yang bermekaran. Warna-warni merah jambu bersorak dan harumnya menyerbak ke seluruh penjuru udara.
"Musim semi di Jepang sangat indah…," gumam Shiho.
"Benar—" balas Shinichi sambil pelan-pelan mengangguk,"sangat cantik—" kerlingannya bukan pada bunga sakura melainkan pada gadis disampingnya.
Dan segalanya bermula pada pertemuan tak sengaja di taman Beika. Di sela-sela angin sepoi musim semi, semaraknya kelopak bunga yang melambai, wanginya hangat udara yang merambat, dan sepotong kisah cinta yang terpendam lalu pelan-pelan muncul kembali.
(dan juga seperti gravitasi yang tak mampu ditolak, takdir mengatur langkah mereka untuk bertemu kembali)
.
.
To love is to destroy
.
.
"Aku kesulitan mengikuti pemikiran Shinichi. Sepertinya kami berada di dua dunia yang berbeda." Ran mengaduk kopi di cangkirnya dengan jarinya yang gemetar.
Shiho tak bersuara, matanya bertemu dengan iris violet Ran. Ada kesedihan di sudut sana.
"Aku sudah berkali-kali mencoba—dan selalu berakhir dengan kegagalan." Suara gemetar gadis berambut panjang itu kentara sekali. Shiho mencoba tersenyum sedikit untuk menenangkannya. Ran menelengkan kepalanya dan matanya mengawasi pejalan kaki di sudut kota Tokyo yang super sibuk.
"Apa Kudo-kun tak mencoba untuk memahamimu?" Shiho akhirnya bersuara. Ran menoleh dan menatapnya,"Dia tak pernah memahamiku." Ujarnya pendek. Bibirnya menipis.
"Kau tau, aku tak bermaksud ingin mencampuri urusanmu, Ran-san… Tapi bisakah kita bicara soal lain saja?" tanya Shiho hati-hati. Ran tertegun dan mencoba tertawa, terdengar aneh di telinga Shiho yang peka.
"Maafkan aku, Shiho-san. Tak seharusnya aku bercerita tentang urusan rumah tangga kami kepadamu. Bagaimana kabar Jodie-san dan Akai-kun?"
"Jodie-san dan Shuichi-kun baik-baik saja."
"Benarkah cerita Jodie-san kalau Akai-kun telah melamarmu bulan lalu?" goda Ran. Shiho mengangguk kecil, tapi Ran sepertinya belum puas,"Apa kau menerimanya?"
"A-aku belum memberinya jawaban." Jawab Shiho pendek. Ran mengerti kalau Shiho selalu tak suka kalau privasinya diusik. Tapi gadis ini adalah sahabat karib Shinichi dulu, tak ada salahnya kalau dia akrab dengannya bukan? Dan ada sesuatu dalam hubungan mereka yang membuatnya tak nyaman, sesuatu yang tak sanggup terbaca olehnya.
"Kau tau pernikahan itu sebenarnya tak seperti dalam dongeng yang selalu berakhir dengan bahagia selamanya." Nada pedih di ujung suara Ran kembali menyentak pendengaran Shiho.
Shiho menghela nafas. Dia berpikir, tak seharusnya dia menerima undangan minum Ran dan menemukan dirinya berakhir di sudut meja kafe kecil. Dia tau kalau gadis berambut panjang ini sebenarnya berbaik hati untuk menemuinya mengingat hubungannya dengan Kudo dulu sewaktu sama-sama menjadi korban APTX. Dan sepertinya gadis ini sudah sampai pada titik emosinya yang rapuh, hendak menumpahkan isi hatinya padanya, walau sebenarnya Shiho sama sekali tidak ingin mencampuri urusan rumah tangga orang—terlebih lagi istri Kudo.
"Kami selalu bertengkar, tak ada pembicaraan yang berakhir tanpa ada yang mau mengalah. Biasanya setelah itu kami tak saling berbicara. Ibuku bilang—mungkin karena kami belum punya anak. Jadi kami seharusnya saling memahami satu sama lainnya. Bukan seperti ini." Terasa ironis karena mengingat ibu Ran, Eri dan Kogoro juga berpisah selama bertahun-tahun karena hal sepele.
Shiho menyesap kopinya. Terasa kesat di sela-sela lidahnya.
"Kau tau, Shiho-san, Shinichi selalu rutin mengecek email setiap hari. Sebelum tidur dan sesudah bangun pagi. Ketika aku bertanya—apa ada hal penting disana, dia menjawab—kau. Dia selalu mengirim email kepadamu setiap hari. Kau mungkin bisa lebih memahami Shinichi daripada istrinya sendiri." Ran mencoba tersenyum, walau terpaksa.
Shiho tertegun, mencoba meraba kecemburuan yang tertera di setiap kata. Hal terakhir yang dia inginkan adalah menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka.
"Tidak ada hal penting dalam email-email kami, Ran-san. Kami cuma membahas berbagai kasus yang dia pecahkan…" balas Shiho, menenangkan kegalauan Ran.
"Benarkah itu?" tanya Ran lagi. Ragu.
"Kekhawatiranmu berlebihan, Ran-san."
"Kau bisa bilang itu intuisi wanita." Ran menunduk, mengaduk kopinya dengan pelan.
"Kudo-kun juga selalu menceritakan tentang dirimu di email, Ran-san."
Walau sangat jarang sekali…
"Oh ya? Dua tahun pernikahan kami…bahkan aku telah mengenal Shinichi di separuh hidupku. Terasa ironis, Shiho-san. K-kupikir dia tak mencintaiku. Dulu mungkin…Setelah dia kembali lagi, dia seperti bukan Shinichi yang pernah kukenal."
"Ran-san." Shiho mengangsurkan tangannya ke atas meja, meremas tangan Ran perlahan.
Mereka saling bertukar senyum.
"Kau tau, ramalanku untuk tahun ini sangat buruk. Beberapa hari lalu aku bersama Sonoko pergi ke kuil Ranburi untuk mengambil ramalan cinta." Ran berhenti sejenak, menghela nafas, lalu," Ramalan itu bilang kalau kami akan berpisah." Pipi Ran terlihat pucat, bibirnya bergetar.
Shiho mengeluh dalam hati. Sepanjang hidupnya selama ini, dia tak pernah percaya pada ramalan, zodiak, fortune teller, atau apapun itu. Dia hanya percaya pada bukti dan fakta ilmiah yang telah terbukti secara empiris, bukan hanya dugaan tak berdasar dari satu lembar kertas ramalan.
"Itu hanya ramalan dan tidak ada ramalan yang terbukti seratus persen benar. Masa depan kita tidak tergantung pada secarik kertas saja."
Ran tersenyum gugup, merasa sedikit bersalah,"Tapi ramalanku setiap tahun selalu jitu, Shiho-san."
"Berarti tahun ini mungkin saja akan meleset."
Pipi pucat Ran mulai berwarna, dia menunduk.
Shiho mengamatinya, betapa miripnya dia dengan kakaknya, Akemi. Tak ada yang paling diinginkannya selain kebahagiaan Shinichi juga gadis di depannya ini. Dia akan melakukan segalanya yang bisa dilakukannya sebelum semuanya terlambat.
.
.
To be loved is to be the one destroyed
.
.
Bersambung....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro