Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 8 : Rumah

Ini nulisnya sambil ngantuk, tapi belom bisa tidur. Jadi kalo ada typo, atau ada yg kurang jelas, aku benerin entar aja. Wkwk.... Entahlah, aku lagi menjiwai tokoh² ISABB. Wkwk....

Bab 8 : Rumah

Mita disuruh tidur lebih awal oleh Mira, meski anak itu terus merengek agar dirinya diperbolehkan menonton acara televisi. Mita sedang duduk cemberut di dalam kamarnya, di saat yang sama - Sabrina duduk menangis di ruang tengah. Sepandai-pandainya tupai meloncat, akhirnya jatuh juga, dan itulah Sabrina sekarang. Ia tak bisa banyak berkutik, saat Hendri dan Mira mengetahui segalanya.

"Di mana bapak anak itu?!" Mata Hendri memancarkan amarah seorang ayah yang takkan mungkin rela jika kehormatan anaknya dirusak begitu saja.

"Di ... di...," katanya terbata-bata, Sabrina pun tidak tahu di manakah keberadaan Tian saat ini.

Terakhir kali, kata Osa, cowok bajingan itu dirawat di rumah sakit, namun pada akhirnya menghilang seperti embun di pagi hari.

"Sabrina bakal rawat anak ini sendirian," tambah Sabrina - cepat, seraya memegang perutnya menggunakan tangan kiri.

Hendri tertawa hambar. "Kamu jangan sok dewasa!"

Mira membisu, dirinyalah yang paling merasa terkejut dengan semua ini. Sepengetahuannya, Sabrina adalah anak yang baik, penurut, dan tahu tanggung jawab, tapi kenapa semuanya jadi begini?

Cinta memang begitu, ia datang untuk memperindah, atau terkadang malah hanya hadir untuk menghancurkan.

"Sabrina emang udah dewasa, Pah!" kata Sabrina dengan nada tinggi, terdengar tak mau diremehkan.

Sebuah tamparan, melayang di pipi kanan Sabrina, sebelum Hendiri bisa menimpalinya.

Sabrina melotot. Ini adalah kali pertamanya, tangan itu....

Tangan yang selalu ia cium punggungnya setiap kali izin pergi ke suatu tempat, tangan yang seringkali mengelus kepalanya kalau ia sedang ingin dimanja, tangan yang membuat masakan enak bagi perut laparnya, dan sekarang tangan itu telah menampar pipinya.

Air mata seorang ibu, menetes dari sudut mata Mira. "Kalo kamu dewasa, kamu enggak bakal berbuat sejauh ini!"

Hening, suasana menghening.

"Mi ... Mira." Hendri pun tak menyangka, kalau istrinya tega berbuat seperti itu.

Mira mengusap kedua pipinya, dan tahu-tahu ia menarik kasar lengan anaknya. "Ikut mamah!"

Sabrina langsung takut. "Ma ... mau ke mana, Mah?"

Bahkan Hendri pun juga. "Mira, Mira, kita bicarakan lagi. Kita-"

Mira menengok, menampilkan wajah datar, seperti tak memiliki emosi lagi. "Pah, anak kita sudah dewasa. Makanya, aku mau menyuruh dia untuk mencari pacarnya yang dewasa juga. Hanya itu."

Mengusir?

Ya, Sabrina hendak diusir.

Lengan Sabrina ditarik, seperti dicengkeram pula, dan perempuan itu takkan berhenti meronta untuk meminta pengampuan

"Mah, iya ... iya Sabrina salah! Sab ... ja ... jangan usir Sabrina!" Sabrina menangis, air mata ada di sana-sini.

Mendadak, Mira melepaskan lengan Sabrina dengan kasar. "Kamu kira mamah suka punya cucu yang bahkan enggak mamah minta kehadirannya?!"

"Mamah masih waras, Sabrina!" Mira menambahkan.

Seperti disambar petir di siang bolong, kehadiran cucu yang tidak mereka perkirakan, membuat keadaan keluarga kecil itu tak bisa tidur nyenyak malam ini.

~°°~

"Makan, Ez, makan," kata Osa, yang sendirinya sudah hampir menghabiskan setengah piring nasi goreng keliling.

Lagi-lagi, Osa menginap di rumah Ezra, tapi kali ini, Ezralah yang memintanya. Selain karena cowok itu kesepian, ia juga butuh tanda-tanda kehidupan di rumahnya. Ya, tanpa adanya Osa, rumah sebesar ini seperti kuburan. Lalu Ezra apa? Dia adalah mayat hidupnya.

"Eh, jaket gue mana ya?" tanya Osa, usai menelan sesendok nasi goreng.

Ezra lepas dari lamunannya. "Yang mana?"

"Itu loh, yang tau-tau lo pinjem dari gue, tadi siang," jelas Osa, sedikit membuat Ezra teringat akan kejadian tadi siang.

"Ah!" Ezra menjetikkan jarinya, "Itu kena ingus, Os. Jadi-"

"I ... ingus?!" Osa melotot seketika, "Kok lo ingusin sih?! Itu mahal Ezra! Lo kok jorok banget sih...?!"

"Bukan gue kali, gue enggak sejorok itu!" Ezra tak terima kalau cowok seganteng dia, dibilang elap ingus sembarangan.

"Terus ingus siapa?! Ih!" Osa melempar sendoknya asal, "Gue belinya pake nabung! Untuk pertama kalinya itu gue bisa nabung!"

Muka Osa ditekuk. Ia sadar diri, jika seringkali, saat ia menginap di sini, ia memang suka menghabiskan makanan di kulkas Ezra. Namun, itu bukan salahnya pula. Ia pikir, sayang sekali kalau makanan di kulkas Ezra itu hanya jadi pajangan dan kadaluarsa, karena Ezra pun jarang masak.

Tapi tidak begini caranya! Itu jaket mahal! Model jaket terkini, yang paling ia sukai! Jaket yang paling wangi! Jaket yang baru ia pakai sekali!

Ezra menyandarkan punggungnya ke kursi. "Ingus cewek, puas elo?"

Osa menoleh kembali ke arah Ezra. "Cewek?" Ia tampak berpikir, "Cantik enggak ceweknya?"

"Bego," kata Ezra, "Kalo enggak cantik, enggak mungkin gue perhatiin terus."

Kedua mata Osa tiba-tiba berbinar. "Ada nomor hapenya?"

"Enggak. tapi gue tau rumahnya," jawab Ezra, sekenanya.

~to be continue~

Oke, kayaknya Osa rada gak beres. Well, aku juga kayaknya gak pernah bikin tokoh yang 'beres'

Yasudahlah, mau diapakan. Wkwk....

Okay, Vote and Komen!! Wkwk....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro