Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 5 : Nasib

Bab 5 : Nasib

Ezra masih ada di ruang tamu, ia dihadapkan pada tatapan menyelidik Hendri dan Mira, serta; memohon dari Sabrina. Perempuan itu menerka-nerka; apa yang akan Ezra katakan kepada orang tuanya. Apakah cowok itu akan membeberkan semuanya?

"Maaf, sebenarnya tadi saya tidak sengaja menyerempet Sabrina." Itulah yang terlontar dari mulut Ezra, dan Sabrina mengembuskan napas lega.

Oh, ternyata, cowok itu pandai berbohong - demi kebaikan. Sebentar, mungkinkah?

"Sabrina, apa benar itu?" Hendri menoleh ke samping, dilihatnya Sabrina yang agak terkejut mendengar suaranya.

"I ... iya," sahut Sabrina terbata-bata. "Tadi ... Ezra nyerempet Sabrina, tapi aku enggak apa-apa kok Ayah!"

Hendri kembali memandang Ezra dengan tatapan selidik, hingga Ezra meminta maaf kembali sambil menunduk; seolah apa yang ia katakan benar adanya.

"Ini ... udah malem!" Sabrina berpikir cepat, dan menemukan alasan yang tepat untuk menyingkir dari situasi ini. "Ezra pulang aja."

Mira mungkin sama khawatirnya dengan Hendri, tapi yang namanya perempuan, ia harus segera memegang kendali. "Iya, ini sudah malam. Kalian berdua sekolah kan? Sabrina juga butuh istirahat kayaknya."

"Tapi urusan ini belum selesai!" seru Hendri, yang menunjuk-nunjuk wajah Ezra. "Bisa-bisanya dia melukai anak kita!"

Siapakah orang yang akan melindungimu dalam situasi genting? Jawabannya adalah - ayah; beliau rela mengorbankan nyawanya, jika itu harus dilakukan. Seruan Hendri, mengandung perlindungan atas anak perempuannya.

Ezra terdiam, ia tak menduga kalau Hendri akan semarah ini, padahal ia juga punya maksud yang sama - melindungi Sabrina. Tahu-tahu, Sabrina melirik Ezra, dan keduanya bertukar kode.

Pergi dari sini!

Tunggu bentar! Gue belum diusir!

Begitulah kira-kira.

"Sudah, Yah, lagipula anak itu udah minta maaf ...," Mira memegang punggung Hendri; mengusapnya. "Dan sepertinya itu juga tulus."

Garang - itulah tatapan Hendri sekarang ini kepada Ezra, namun hanya untuk beberapa saat saja, karena pria itu masih mau mengalah. Perkataan istrinya ada benarnya, setidaknya, Ezra tahu tanggung jawab.

"Pergi, sebelum saya berubah pikiran," ucap Hendri, tanpa mau memandang Ezra.

Di dalam hati, Ezra bisa bernapas lega, sama halnya dengan Sabrina. Sebagai basa-basi dan juga sopan santun, Ezra meminta cium tangan kepada kedua orang tua Sabrina, dan oke, ketiganya terkejut.

"Saya pulang dulu, Tante," kata Ezra - santun, kepada Mira, dan bergantian kepada Hendri.

Untunglah, Hendri mau diajak salaman, ia mau menerima kesopanan Ezra.

"Bye, Sab," ujar Ezra, sebelum kakinya melangkah keluar dari rumah Sabrina, gadis yang tengah berada di ambang keputusasaannya.

"Tidur, Bri," perintah Mira, dan gadis itu pun mengangguk.

Ezra sudah ada di halaman rumah Sabrina, ia pandang sejenak, sambil mengenakan helm hitamnya. Rumah yang sederhana, keluarga yang kecil, dan ketegasan yang ditegakkan.

Ezra hanya menggedikkan bahunya, lalu pergi dari situ.

Tak terasa, pagi pun mejelang, dan ada satu orang yang tidur dengan pulasnya di atas kasur orang.

"Loh? Pasien yang di sini ke mana?" Seorang suster heran dan cemas, karena kamar nomor 230, diisi oleh seorang pemuda yang tidur sambil bertelanjang dada.

Osa mengulet, dan ia tidur menyamping.

Dalam samarnya, ia tersenyum, kemudian berkata, "Pagi, suster...."

Diterangkan, Osa tersenyum tebar pesona.

~°°~

Mual lagi, mual lagi! Itulah yang harus Sabrina rasakan tiap pagi. Seperti sekarang, ia habiskan lima belas menit, hanya untuk muntah-muntah d dalam kamar mandi. Sedari tadi pun, pintunya sudah digedor oleh sang adik, yang meminta jatah gantian mandi. Sabrina lahir di keluarga sederhana, rumah yang selantai saja, jadi hanya ada sebuah kamar mandi yang letaknya dekat dapur.

"Kak! Buru! Mita terlambat nih! Pagi ini ada dapat Osis tau!" seru adiknya, yang baru duduk di bangku SMP kelas dua.

"Iya, sebentar!" sahut Sabrina dari dalam; mau tidak mau, ia cuci muka saja, persetan dengan mandi pagi ini.

Lima belas menit lainnya, Sabrina sudah berada di dalam angkot menuju sekolahnya. Berulangkali, ia melongok arlojinya, takut-takut terlambat. Bisa-bisa, ia dihukum yang berat, dan nanti bagaimana nasibnya?

Ia tidak berpikir panjang; ia sedang hamil, dan tadi malam pun, ia baru kabur dari rumah sakit, yang artinya ia tidak boleh terlalu lelah.

Dulu, ia enggan sekali untuk sarapan pagi, tapi akhir-akhir ini, ia paksa perutnya untuk mau terisi oleh sesuatu, meskipun diisi makanan yang ia benci.

"Tumben banget anak Mamah mau minum susu putih? Biassnya juga kopi."

Begitulah, keheranan Mira, yang Sabrina ingat.

Cewek itu menghela napas, berpikir. Kenapa nasibnya begitu buruk?

~°°~

"Tunggu, Pak...!" Sabrina berlari cepat mendekati gerbang sekolah, namun sayang, si Satpam lebih gesit menutupnya.

"Bukain, Pak! Ini belum telat elah!" protes anak lain, yang ikutan terlambat seperti Sabrina.

"Peraturan harus ditegakkan," kata Pak Satpam dengan tegasnya, diakhiri senyum kemenangannya.

Sabrina ada di kerumuman, ia juga tak tinggal diam. "Saya baru pernah terlambat, Pak!"

Tapi, seberapa kuat mereka protes, Satpam berkumis tebal itu takkan sudi kembali ke membukakan gerbangnya, sebelum Pembina Osis datang untuk menghukum mereka semua.

"Tunggu Pak Irsan datang, baru saya bukain!" kata Eri - satpam itu, sebelum menyesap kopi hitam; duduk kalem di posnya.

"Yah ... Pak Eri jahat!" Banyak murid tak terima.

Mereka menggoyang-goyangkan gerbang, tak peduli jika hal itu mengganggu telingga si Satpam.

Sabrina tidak punya tenaga yang cukup lagi untuk berteriak, maka dari itu, ia berjalan mundur; menjauh dari kerumuman.

Entahlah, tiba-tiba saja, ia berpikir untuk menghilang.

"Ngapain juga gue di sini," ucapnya, dan ia menimbulkan senyum sedih di wajah cantiknya.

Ia berjalan berlawanan arah, dan tekad itu muncul dalam hatinya.

Tekad untuk, bunuh diri saja.

Mengakhiri nasib buruknya.

~to be continue~

Soriiiii....gak bisa sering² apdet. Ini lagi ada kesibukan akhir² ini, semoga dimengerti ya....😂😂

Vote and Commentnya ditunggu😌

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro