Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 23: Malaikat Maut

Bab 23: Malaikat Maut

Sebelum-sebelumnya, tidak ada pertengkaran sengit yang terjadi di rumah ini. Mereka akur, mereka damai, dan saling bantu biarpun dengan tsundere feeling. Tapi hari ini ada percikan saling kutuk di antara mereka. Biarkanlah mereka berdua saling melempar ketidakpedulian meski duduk di sofa yang sama. Lain dengan mereka yang berkutat dengan saling melototi, Ezra berkendara di tengah dinginnya malam; namun tidak bisa mengalahkan dinginnya sikap yang harus Ezra tunjukkan ke orang itu nanti. Orang itu bilang, dia tidak minta dijemput, tapi seperti biasanya....

Ucapan orang itu menandakan, bahwa dia tidak menginginkan Ezra hidup damai jika dia kembali ke Indonesia.

Ezra pikir, kenapa pesawat yang orang itu tumpangi tidak meledak saja?

Orang itu punya seribu lebih cara untuk membuat Ezra cepat beruban. Dimulai sejak orang itu datang ke rumah dengan senyum lebar di wajahnya, tapi Ezra tahu bahwa sewaktu-waktu orang itu bisa menyembunyikan "pisau" untuk "menghabisinya".

Tidak ada seorangpun yang tahu, dia akan dilahirkan di keluarga mana, dan bersaudara dengan siapa seumur hidupnya-termasuk Ezra.

Tidak perlu waktu lama bagi Ezra untuk sampai ke bandara menggunakan motornya, dan hanya butuh waktu lima menit baginya untuk bertatap muka dengan Matthew Lee, adik tirinya. Butuh lima tahun bagi mereka berdua untuk bisa berdiri saling berhadapan di sini. Butuh lima tahun bagi Ezra untuk menyumpahi adiknya itu, dan butuh lima tahun bagi Matthew untuk membuatkan Ezra kejutan lagi seperti ini.

Tidak ada senyum di wajah Ezra, sementara Matthew bisa menyapanya riang dan membuka tangannya lebar, seolah mereka benar-benar dekat.

"Hei bro...!" soraknya, tapi Ezra menjawab dengan dingin, "Don't call me bro, I'm not your brother."

Matthew pura-pura sakit hati dengan bahasa tubuhnya, setelah itu dia terkikik dan berjalan mendekati Ezra. "Jangan pura-pura! Kita sudah tes DNA, dan sayang sekali kita sedarah. Kakak."

Rasanya malah sakit saat Matthew menyebut Ezra sebagai saudaranya.

"Kertas itu sudah sobek, dan itu tidak berlaku lagi," timpal Ezra dan Matthew tertawa karena dia ingat siapa yang menyobek dengan gampangnya.

"Well, itu tidak akan mengubah apapun, termasuk...," kata Matthew yang dengan cepat menghentikan tawa dan berubah serius, "Rasa benciku padamu." Dan dia tersenyum lebar seperti tidak ada apa-apa, namun arti senyum itu lebih dalam dari yang orang kira.

Ezra tidak mempedulikan semua itu, karena yang terpenting sekarang adalah; "Ada penerbangan ke Korea dua jam lagi," dia membuka dompetnya dan mengeluarkan kartu kredit sambil berjalan ke arah Matthew, "Tidak ada waktu untuk saling "bunuh" di sini."

Ezra memegang koper Matthew dan hendak mengambilnya, tapi Matthew tidak akan menyerahkannya semudah itu. "Siapa bilang aku akan "membunuhmu"?" katanya dengan nada ceria, "Um... paling aku hanya akan "meracunimu'."

Dia menjeda perkataannya sampai dia bisa menarik perhatian Ezra lebih dalam, yang emosinya lihat saat Ezra menoleh dengan tatapan tajam. "Meracunimu' sedikit... demi sedikit dan mengambil semua yang berharga bagimu. Kakak."

Ezra tidak bicara apa-apa lagi, dia hanya menarik kencang koper Matthew dan membantingnya, lalu dia meninggalkan adiknya yang tertawa terbahak-bahak.

"Sampai jumpa...!" kata Matthew, dia senang sekali dapat menganggu Ezra Abinaya yang tidak mengacuhkannya. "Aku akan menyampaikan salammu untuk Ibu!"

Mungkin sebuah labirin akan terasa lebih gampang untuk ditembus, ketimbang dinding kebencian yang kedua orang itu telah ciptakan.

~°°~

"Apa liat-liat?"

"Apa?!"

"Lo ngeliatin gue... lo naksir ya?"

"Cuih. Najis. Gue nggak suka cowok tukang makan."

"A ... apa?!"

Merasa menang, Sabrina bersedekap. "Pendek. Gemuk, pantes jomblo."

Osa yang tidak terima, sampai bangkit dari sofa. "Apa lo bilang?!"

"Jomblo! Dasar elo manusia kurang kasih sayang!" tambah Sabrina, dan ini kali pertamanya mereka berperang.

Osa hendak mengacungkan telunjuknya ke wajah Sabrina dan merendahkan perempuan itu semaunya. Untung saja Osa ingat kalau dia masih punya hati, kalau tidak semua kalimat-kalimat jahat yang sudah terencana di otaknya akan dengan mudah dia lontarkan.

Osa duduk terdiam membelakangi Sabrina, dia berusaha keras untuk menutupi rasa kesalnya.

"Untung lagi hamil lo," kata dia dalam hati.

Sabrina juga tidak banyak bicara lagi, dia berlaku sama seperti Osa. Mereka begitu terus sampai orang ketiga yang tinggal bersama di sini, akhirnya pulang.

Tidak ada dari mereka berdua yang langsung memperhatikan wajah kusut Ezra. Tadinya Sabrina penasaran tentang Ezra, tapi sikap Osa membuatnya lupa.

Ezra yang datang dengan menenteng helm, mendapati bahwa dua orang itu ada di ruang tamu, dan kelakuan mereka tidaklah seperti biasa. Bukannya Ezra butuh penyambutan, tapi dia merasa aneh dengan kesenyapan yang ada di antara mereka berdua. Namun suasana ini bisa membawa keuntungan baginya, dia jadi bisa lebih menyembunyikan amarah yang Matthew buat; dia tidak ingin menunjukkannya di depan Sabrina.

Ezra mengembuskan napas setelah dia berhasil mengaturnya. "Ini udah malem dan elo belum tidur Sab."

Baru saat Ezra buka suara, dua orang itu menoleh ke arahnya.

"Mau ngepet dia tuh, makanya jam segini masih melek," potong Osa, dan Sabrina langsung melempar majalah ke kepalanya.

Osa mengaduh saat Ezra memilih untuk duduk di sofa dekat Sabrina. "Lo berdua kenapa? Tumben-tumbenan... marahan?"

Osa memotong ucapan Sabrina lagi. "Gara-gara Sabrina! Dia itu cari masalah. Dia mau kepo soal elo yang mau ke mana dan dia nggak jadi mau bikinin gue makanan!" ucap Osa, yang lagi-lagi tidak dia sadari.

Sabrina ingin melempar Osa majalah lagi saat dia merasa malu saat kedua matanya bersinggungan dengan Ezra. Seharusnya, Osa tidak perlu membuat topik tentang ke mana Ezra barusan.

Ezra berusaha bahwa dia tidak pernah tahu bahwa Sabrina mulai penasaran dengan kehidupannya.

Di saat Osa sedang duduk dengan gaya sombong, Ezra bersadar ke sofa. Dia melihat jam dinding, dan berkata, "Setau gue, ibu hamil itu nggak boleh tidur malem-malem."

Dia sedang mengusir Sabrina dengan cara halus dan Sabrina tidak menyadarinya, dia langsung menyahut, "Iya ini baru mau tidur. Dah!"

Sabrina pergi meninggalkan Ezra dengan perasaan campur aduk. Untuk pertama kalinya juga, dia merasa aura Ezra menakutkan.

"Ya pergi lo!" kata Osa, merasa skor mereka satu sama.

"Lo juga pergi," ucap Ezra, "Perut sama mulut nggak bisa dijaga."

"Ya ampun Ez, gue nggak ngomong apa-apa soal si malaikat maut sama Sabrina!" Osa membela diri, "Masa sebagai belahan jiwa, lo nggak percaya."

"Lari keliling rumah enam kali, baru gue percaya," timpal Ezra, di dalam hati dia merasa bersyukur jika Osa belum ember.

"Aw males," jawab Osa, "Lo aja sana. Gue yang jaga lilin."

Ezra diam, tapi tangannya tidak. Dia melempar buah apel palsu pajangan yang ada di atas meja ke dada Osa.

"Tidur lo, tapi jangan bangun," katanya bercanda, dengan mimik serius.

~••~

*kalimat italic baku yang diucapan Ezra dan Matthew itu tandanya dalam bahasa Korea😁

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro