Bab 21: Rasa Calon Papah Baru
Bab 21: Rasa Calon Papah Baru
Tadinya Sabrina duduk di depan televisi hanya untuk mengisi waktu sambil menunggu cucian bajunya rampung. Diawali dengan sedikit kecanggungan karena ini kali pertamanya dia berani menyentuh remot televisi dan menekannya. Biarpun Ezra bilang, Sabrina boleh melakukan apa saja, tapi dia cukup tahu diri. Beda dengan Osa, mau itu kaos punya Ezra, sepatu punya dia juga, Osa akan asal saja memakainya. Seperti saat ini, raut wajah Sabrina yang terlihat menginginkan sesuatu, sukses dibaca oleh Osa saat dia lewat sambil senyam-senyum usai nyolong Nike Ezra.
"Elap iler lu tuh," celetuk Osa, yang jadi tertawa kecil. Bagi dia, saat ini Sabrina kayak anak kecil yang menahan hasratnya untuk memenuhi keinginannya. "Udah mau jatuh."
Refleks Sabrina menengok dan menyeka mulutnya; sial Osa hanya mengerjainya. "Aku gak pernah ngiler," balasnya.
Tadinya Osa akan langsung melenggang kangkung keluar dari rumah, namun dia tertarik untuk mengurusi Sabrina sejenak. Osa duduk di sebelah Sabrina, dan Sabrina segera ambil jarak. Dia rasa, Osa itu kayak sumber bencana yang harus dijauhi radius sekian meter.
"Apa bumil? Lo kayak jijik banget liat gue," ucap Osa yang salah mengartikan perilaku Sabrina. Bukan jijik, tapi waspada.
"Gak jijik kok, cuma ... cuma ...," kata Sabrina, dia cari alasan yang tepat untuk mengelabuhi Osa. Entahlah, Sabrina masih seringkali harus mengerti tingkah laku Osa. Kadang anak itu bisa bertingkah menyenangkan, atau super menyebalkan.
"Cuma apa?" Osa bersedekap dada dan selang lima detik dia mengibaskan tangannya. "Ah terserah lo mau jijik apa kagak sama gue. Yang penting gue tetep ganteng."
Sabrina cuma mengiyakan, padahal menurut dia, masih gantengan Ezra ke mana-mana. Sabrina mengutuk dirinya dalam hati; kenapa dia malah memuji Ezra?
Osa tidak lagi duduk menyerong, dia memainkan remot dan mengganti salurannya. "Elo pengen apa? Mumpung gue mau keluar, lo mau nitip sesuatu?"
Sabrina tidak mengerti. "Nitip apa?"
"Ya apa kek. Mungkin lo butuh sesuatu, sesuatu yang lo penginin, sesuatu yang bikin lo ngiler tadi," Osa menengok, "Asal jangan lo suruh bawa Syahrini ke sini, gue masih bisa penuhin." Dia menyengir.
Nah, benar apa kata Sabrina, Osa ini ada baiknya juga. Rupanya Osa peka dengan situasi Sabrina tadi. Bukan kehendak Sabrina, kalau kata orang, itu namanya ngidam.
Sabrina menggaruk kepalanya dan menyengir canggung. "Tapi ... gue nggak punya duit."
"Ya itu gue tau. Tenang aja, gue nggak bakal minta ganti," kata Osa.
"Orang gue tinggal minta duit sama Ezra buat beliin apa yang lu mau," ucapnya santai.
Sabrina lumayan kaget. Ingin rasanya Sabrina menyebut Osa kurang ajar, tapi dia tahan dalam-dalam.
"Gak jadi deh," jawab Sabrina; kalau ujung-ujungnya menyusahkan Ezra lagi.
"Santai aja kali Sab. Gak usah malu-malu jelek gitu," timpal Osa, yang suka mengusili Sabrina lewat tingkah atau perkataannya.
Sabrina tahu dirinya tidak terlalu cantik, namun baru Osa saja yang menyebutnya jelek secara langsung. Biasanya kalau punya adik, mereka akan saling ejek, tapi bahkan adik Sabrina tidak pernah menghinanya.
"Enggak Os, enggak," jawab Sabrina yang lain di mulut dan hatinya.
Dia ingin makan es krim rasa durian yang tadi dia lihat di iklan televisi. Rasa-rasanya kalau satu sendok saja es krim itu berada di mulutnya, Sabrina akan bersorak gembira.
"Yakin?" tantang Osa, "Ntar anak lo kalo udah gede ileran loh."
"Emangnya elo ileran," timpal Ezra yang tidak sengaja mendengar obrolan mereka. Dia baru bangun dari tidur tampannya, dia berdiri di belakang mereka sambil garuk-garuk punggung.
"Yeee... gue ileran kalo liat cewek pake rok mini doang," sambut Osa, cengar-cengir.
"Ya udah lo kunyah rok mini sanah," jawab Ezra sekenanya, dengan wajah kusut, tapi tidak dengan pikirannya.
Saat Sabrina terpaksa menahan tawanya, dan Osa menahan tangannya untuk tidak melempar bantal, Ezra duduk di sofa lain.
Dia berdeham. "Itu sepatu siapa betewe? Bagus ya... itu baru gue beli, dan entar bau kaki elo?"
"Kan siapa cepat dia dapat," Osa bangkit, "Udah ah, gak asik kalo lo udah bangun. Gue mau cabut dulu, pangeran mau berburu putri-putri rok mini. Cao-"
"Sepatu itu boleh buat elo, tapi elo harus beliin apa yang Sabrina mau dalam waktu sepuluh menit." Ucapan Ezra berhasil memberhentikan sikap lari Osa.
Osa tahu Ezra itu baik hati, tapi....
"Yakin lo mau ngasih sepatu ini ke gue? Ini baru loh, bukan bekas?" Dahi Osa berkerut.
"Kali-kali gue sedekahin barang baru," serbu Ezra dengan mimik menghina.
"Rese," tanggap Osa yang tahu kok kalau Ezra hanya bercanda.
Osa hafal sifat Ezra; dia paling tidak bisa meminjamkan barang yang belum pernah dia pakai kepada orang lain. Ezra itu sedikit anti dengan yang namanya telonyoran. Baginya, sikap itu tidak sopan, meski sahabat karib sendiri.
"Gak usah Ez, ngapain ... es krim doang," sergah Sabrina, tidak enak hati.
"Kebetulan gue pengen es krim, jadi sekalian aja beli. Jangan kepedean, Sab," balas Ezra, dan Sabrina terkejut dengan kalimat terakhirnya.
Kenapa tahu-tahu Ezra seperti bersikap dingin padanya?
Bahkan Osa pun heran. "Udah-udah, gue mau otw dulu. Lo rasa apa Ez? Samaan?"
Ezra terdiam sejenak, dia sedang menyumpahi dirinya sendiri di dalam hati. Dia sendiri pun bingung kenapa bisa sampai menyebut Sabrina kepedean?
"Rasa coklat, durian, stobeli, atau rasa yang pernah hilang?" kelakar Osa.
Ezra melirik tajam. "Rasa kunginin mengusirmu, ada enggak?"
"Ya ya ya terserah," Osa berbalik seakan tatapan horor Ezra tidak ada apa-apanya. "Entar gue cariin rasa yang lainnya aja, yang cocok buat elo."
Osa tidak melanjutkan ucapannya, karena dia tidak mau Ezra membakar sepatu sekaligus kakinya.
Dia menyambung di dalam hati saja; "Rasa calon papah baru."
Lucu bagi Osa, jika firasatnya benar kalau Ezra menyukai Sabrina selain ada alasan yang lebih kuat daripada itu.
Osa tahu, lebih tahu dari siapa pun; alasan paling kuat kenapa Ezra peduli terhadap Sabrina yang bukan teman akrab mereka; hanya satu sekolah, dan satu angkatan saja.
Setiap kali Ezra berhadapan dengan Sabrina, dia seperti melihat masa lalu seseorang.
Omong-omong, kalau Ezra jadi papah, ototmatis Osa bakalan jadi Paman.
Osa bergidik di dekat motor Ezra. "Gue belum nemu tante-tante, tapi gue udah harus jadi om-om."
Dia memakai helm hitam, dan pergi tanpa kembali.
~••~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro