Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 2 : Penolong

Bab 2 : Penolong

Jika Tuhan mempertemukan seseorang kepada kita, pasti ada maksud ilahi di dalamnya. Entah untuk memperburuk, ataukah memperindah segalanya. Lalu, dalam tidurnya; mimpinya, Sabrina duduk sendirian di sebuah bangku kayu. Ia tersenyum, menuliskan banyak nama orang yang ia sayangi. Kemudian, hadirlah sesosok yang membawa sebuket mawar, dan dari kejauhan, orang itu berkata, "Hei, bangun ... bangun, bangun...."

Detik berikutnya, orang itu berwajahkan Christian, dan berkata; membentaknya. "Jangan bangun!"

Di situlah, Sabrina langsung terduduk dan membuka matanya amat lebar. Wajah ketakutan, yang disertai kucuran peluh, diperlihatkan.

Karena terbangunnya Sabrina yang tiba-tiba itulah, orang yang tertidur di sebelahnya, jadi tersentak.

"Gue melek, Za!" kata cowok itu, yang refleks mengangkat kedua tangannya ke atas.

Sementara itu, Sabrina memegang dadanya yang bergemuruh karena diselimuti ketakutan. Mimpi buruk, ya ia tadi bermimpi buruk. Orang yang dulu ia anggap sebagai pangeran, ternyata hanyalah seorang monster yang tak berperikemanusiaan. Rasa sayang itu palsu, manis-manis itu hanyalah ada di awal saja.

"Brengsek," lirih Sabrina, ia memegang rambutnya dan hendak mengaturnya ke belakang. Tapi tak jadi ia lakuan, karena ia melihat ada yang aneh dari tangan kanannya.

"Infus?" Sabrina bingung untuk beberapa saat, sebelum sadar di manakah ia berada.

"Ah, elo udah sadar." Cowok yang bertugas menjaganya, berceloteh. "Harusnya gue gak ketiduran, tapi apa daya, gue cuma manusia biasa."

Orang itu tersenyum lebar terhadap Sabrina.

Sabrina sudah menengok ke samping, dan ia perlahan mengenali siapa orang itu, muka yang tak asing, tapi tak ada satu nama pun terlintas di kepalanya.

"E ... elo siapa?" Sabrina menarik selimut.

Cowok yang sepantaran dengan Sabrina pun menyahut, "Gue Osa, Sab."

"Osa?" ulang Sabrina, yang di dalam pikirannya, menemukan identitas cowok tersebut.

Di sekolahnya, ada seseorang yang bernama Yosafat Osa - cowok slengean - pemenang lomba voli tingkat provinsi tahun lalu, dan Sabrina menonton acara itu bersama kawan dekatnya.

"Sori lancang," kata Osa lagi. "Tadi gue buka hape elo, dan tau nama elo dari situ."

Sabrin tahu siapa Osa, tapi cowok itu tak tahu dirinya. Siapa Sabrina? Dia hanya siswi yang biasa-biasa saja. Prestasinya suam-suam kuku, dan wajahnya tak cukup menarik untuk dijadikan kekasih oleh siswa populer. Sabrina is nothing.

"Kok gue bisa ada di sini, Sa?" Lupakan soal sebagaimana tidak terlihatnya Sabrina di sekolah, ia memilih topik yang lebih penting.

"Elo pingsan, gitu aja sih yang gue tau." Osa menyengir, dan setelah itu, ia berinisiatif mengambilkan gadis itu minum.

Osa membukakan sebotol air mineral yang ada di atas nakas. "Dan kita bawa elo ke sini secepatnya."

Dahi Sabrina mengerut. "Kita?"

Sambil menyerahkan minuman itu, Osa kembali berkata, "Iya, kita. Ya kali temen gue itu sanggup bawa dua orang sendirian ke rumah sakit." Ia tertawa, seolah ada yang lucu.

Namun, Sabrina sama sekali tak tertular kekehan Osa. "Tian? Dia di mana?"

Barulah, Osa tak tertawa atau bahkan tersenyum, setelah mendengar nama laknat itu masih terucap dari bibir merah muda Sabrina.

Pastilah, Osa menganggap bahwa Tian adalah orang yang laknat - seseorang yang tak memiliki otak, apalagi hati nurani, karena menyuruh kekasihnya sendiri untuk menggugurkan anak hasil hubungan kasih mereka berdua.

"Tian koma," tutur cowok berjaket hitam, dengan wajah datarnya.

Cowok itu membuka pintu, usai berpikir bahwa pembicaraan Osa dan Sabrina memang patut untuk diinterupsi.

"Koma?!" Biarpun cowok bajingan itu jahat, tapi jika koma....

Bagaimana nasib Sabrina selanjutnya?

Osa menyodorkan botol minuman itu kembali, sambil terkekeh-kekeh kecil. "Ezra cuma bercanda kali, Sab."

Sabrina menoleh ke arah Osa kembali.

"Minum dulu, minum," suruh Osa, dan Sabrina menyambutnya, meski ia sempat terdiam untuk beberpa detik.

Baju pasien ia kenakan, dan tas Sabrina ada di meja. Jika dilihat dari seberapa besar ruang inapnya, ini bukan kamar pasien yang biasa.

Ezra - cowok yang asal ceplos tadi, memilih tidur di sofa panjang. "Cowok bangsat lo itu, bisa koma, kalo Osa enggak datang buat berhentiin gue."

Mendengar penjelasan Ezra, Sabrina menyemburkan minumannya.

Ia ingat siapa Ezra dan Osa - sepasang sahabat yang selalu bersinar di sekolah.

Dan Osa mengangguk, sebagai konfirmasi atas penuturan Ezra.

Mereka berdua adalah penolongnya.

~CTH~

Vote and Comment!!

Picisan banget, syiit.... Wkwk... Bodo ah, namanya juga khayalan authornya. Suka-suka. Haha....

Ditunggu tanggapan kalian!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro