Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 18 : Keluarga

Cerita ini udah ganti berapa judul yak? Wkwk....

Semoga masih ada yang inget sama tiga tokoh ini; Sabrina, Ezra dan si pe'a Osa😗😗

Bab 18 : Keluarga

Menurut kalian, keluarga itu apa? Mungkin; saat kamu terjatuh, merekalah yang akan terus ada untuk menopangmu dan menarik tanganmu agar tidak tersungkur terlalu jauh. Keluarga adalah lingkungan yang pasti akan membuatmu nyaman, diterima, biarpun terkadang kamu mempunyai cela. Tapi tidak semua anggota keluarga, berlaku seperti itu. Kadang, ada yang menyebalkan, berperangai munafik, atau datang hanya saat diperlukan saja. Namun yang akan mustahil berbuat begitu, adalah orang tua kita.

"Osa!" Ezra menggeram, mengepalkan tangan, karena sampai bel bunyi masuk jam tambahan belajar, Osa tidak kembali kemari.

Kalau tidak salah, cowok itu buat janji, dia bakal balik ke sekolah lagi. Namun ternyata, semuanya cuma janji manis belaka. Harusnya, Ezra sudah hafal dengan sifat mengesalkan Osa yang satu itu, hanya saja, dia kira kali ini, Osa akan menepati ucapannya. Tahunya? Osa mengambil kesempatan dalam kesempitan!

Tangan kanan Ezra yang terkepal, dia benturkan ke pilar. "Nggak gua kasih beras lagi tuh bocah," katanya, yang nggak tahu nanti, bakal dia tepati juga atau tidak.

Ezra bisa dibilang baik hati. Dia menolong Sabrina, memberinya tempat tinggal, dan apalagi untuk Osa, entah dia sudah membantunya apa saja. Seringnya ya, itu, Osa minta jantung padahal dia sudah dikasih hati.

Para murid kelas 12 yang ada di luar kelas sudah mulai berbondong-bondong masuk kembali ke gedung sekolah, bahkan gerombolan main basket dan tongkrongan Ezra, lagi rajin buat segera mengikuti les dari mata pelajaran utama Ujian Nasional. Tapi Ezra masih melihat-lihat ke gerbang sekolah, siapa tahu, Osa balik lagi, biarpun harapannya kecil sih.

Namun bukan Osa yang muncul di sela-sela gerbang besi itu, melainkan orang lain yang dia kenali sebagai ibu dari perempuan yang tengah tinggal di rumahnya.

"Itu kan mamahnya Sabrina," ucap Ezra, memperhatikan bagaimana rupa wanita itu sekarang-pucat.

Wajahnya menunjukkan kekhawatiran, sambil memperhatikan ke dalam sekolah juga, berjinjit-jinjit mencari seseorang, yang Ezra yakin pasti adalah anaknya. Sewaktu mata Mira hendak melihat ke arah Ezra, cowok itu malah dengan cepat bersembunyi di balik pilar.

Kenapa? Ezra juga tidak tahu. Dia hanya...

Bagaimana ya? Dia seperti takut? Detak jantungnya pun jadi tidak karuan, dan itu bisa dia rasakan dengan jelas. Kemungkinan terbesarnya adalah, dia akan bingung jika Mira bertanya-tanya soal keberadaan Sabrina kepadanya, kalau tadi dia sampai melihat Ezra sedang berada tidak jauh darinya. Karena Mira kenal muka Ezra, cowok itu pernah mendatangi rumah Sabrina dan mengaku bahwa dia adalah teman sekolahnya.

Ezra mengintip, saat dia sudah siap, tapi Mira sudah tidak ada lagi di dalam pandangannya.

Ezra berdiri, menggaruk kepalanya. "Kok gue merasa bersalah ya?"

~°°~

Hari ini, Osa berkendara, bahkan sampai rumah Ezra masih dengan diliputi emosi. Dia tidak minta banyak-banyak, setidaknya hadiah kecil darinya bisa Eva terima. Tapi kalau Eva mau beri banyak-banyak juga tidak masalah. Eva, Eva dan Eva, nama itu sedang memenuhi kepalanya. Tidak ada yang salah jika dia jatuh cinta dengan seseorang, tapi haruskah dia merasa bersalah kalau dia menyukai pacar kakaknya? Malah sudah bertunangan pula.

Dia rasa, jawabannya tidak. Karena saat dia menyukai Eva, wanita itu tidak punya kaitan apa pun dengan kakaknya. Namun seiring berjalannya waktu, kakak sialannya itu mempunyai niat untuk mencintai orang yang ingin dia miliki. Apa yang sebenarnya Osa tidak punya dari kakaknya? Osa tidak mengerti, kenapa Eva malah memilih kakaknya itu. Umur? Umur yang dipermasalahkan?

"Persetan," kata Osa, dengan mantap, mengutuki kakaknya.

~°°~

Bakwan jagung, tempe goreng dan sup ayam, adalah menu makanan yang bisa serta ingin Sabrina buat lalu dimakan bersama-sama dengan kedua teman barunya. Senyum ceria melengkung di wajahnya, sambil bertepuk-tepuk tangan kecil dia mengakui bahwa dia bisa punya guna sedikit di rumah ini.

"Kapan pulang ya mereka?" Sabrina melirik jam dinding yang ada di ruang makan, yang jadi satu dengan dapur juga.

Sabrina ingin makan duluan, tapi dia tidak mau. Pertama, dia tidak enak hati, kedua, dia merasa kalau makan sendirian itu tidak enak, apalagi di rumah sebesar ini.

Tidak berapa lama, dia dengar ada suara langkah kaki yang mendekat ke posisinya dengan cepat, disertai dumelan tak jelas dari pemiliknya. Saat orang itu muncul, orang itu ternyata Osa yang datang bersama tas besar di tangan kanannya. Dia taruh tas besar itu di atas kursi, tapi masih dalam keadaan emosi.

"Masak apa nih? Baunya...." tanya Osa, tapi tidak dengan muka senang, girang, namun kayak pengin mendorong seseorang ke jurang.

Osa melihat menu makan yang tersedia di atas meja, dia endus baunya. "Lumayan. Gue kira bakal masak telor juga," katanya, mulai menarik kursi yang lain untuk duduk di sana.

Biarpun lagi marah-marah, tapi tidak ada seorang pun yang bakal bisa menghalangi Osa untuk mengabiskan sepiring atau sebakul nasi.

Sabrina mencari keberadaan Ezra. "Lo ... lo sendirian?"

Osa sedang mengambil lauk semaunya, dan dia juga bisa bersikap tega lagi, untuk tidak menyisakan Ezra apa-apa. Untung saja, Sabrina lihat itu, jadi dia menabok tangan Osa yang mau mengambil bakwan lebih banyak lagi.

"Banyak amat. Gue sama Ezra aja belum makan woy!" Sabrina menjauhkan piring panjang berisi bakwan itu dari jangkauan Osa.

Osa berkedip. Dia seolah tersadar, seolah tadi dia habis kerasukan setan yang membuatnya marah-marah. Wajah emosinya sudah tidak ada lagi, dan berganti cengiran serta cengengesan.

"Sori, tadi gue khilaf," jawabnya, tapi tetap menyiduk sup ayam di depannya.

"Lo tuh kalo makan kayak udah nggak makan berbulan-bulan," kata Sabrina, dia duduk di sebelah Osa, "Itu perut apa gentong sih?"

Osa mengikuti ke mana mata Sabrina tertuju, ke perutnya yang dia anggap masih rata. "Bukan perut apa gentong, tapi pintu ke mana ajanya Doraemon. Puas elo?"

Sabrina tertawa. "Puas banget," dan dia menjulurkan lidahnya, mengejek.

Osa mulai melahap makanannya, dan Sabrina kembali mencari-cari keberadaan satu penghuni di rumah ini. "Ezra ke mana? Kok dia nggak ada."

"Oh," sahut Osa, "Gue tinggalin dia di sekolah. Kan ada les. Biarinlah, biar dia tau, kalo belajar itu penting."

Sabrina mendesis, menyenggol bahu Osa. "Lah lo sendiri gimana? Kabur?"

"Nah," Osa meletakkan sendok makan, dia kunyah dan telan cepat makanannya, "Karena gue tau kalo belajar tuh nggak penting-penting amat. Makanya, gue tinggalin."

"Ingin kutenggelamkan kau ke sop ayam itu Osa!" timpal Sabrina, yang bertanya-tanya di dalam hati; manusia macam apa Osa ini?

"Maksud lo, sopnya buat gue semua? Oke, gue siap buat ngabisin," balas Osa, dengan muka pura-pura polosnya.

Sabrina memutar mata, pengin banget mengusir Osa dari sini, namun dia tidak punya hak apa-apa.

Osa tertawa, saat dia melihat; tahu-tahu Sabrina tampak frustrasi menghadapinya.

~•••~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro