Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 12 : Tinggal

Bab 12 : Tinggal


Ezra itu asing, Sab. Dia asing! Tapi kenapa kamu pasrah saja saat dia bilang kalau dia tidak akan pulang tanpa dirimu, dan entah bodoh atau apa, kamu malah berkata; mau dibawa ke mana saja yang Ezra mau.

Ya, Sabrina merasa bodoh, dan merasa murahan kembali. Bisa-bisanya dia meminta Ezra membawanya pergi jauh dari rumahnya sendiri. Tapi memang, dia sedang tidak memiliki banyak pilihan, dan ada orang yang bisa dia manfaatkan, lalu kenapa tidak?

"Ki ... kita mau ke mana, Za?" Sabrina baru membuka mulut, saat taksi yang mereka kendarai sudah berada cukup jauh dari rumah Sabrina.

"Pulang," kata Ezra, yang sedang tertunduk, "Kan gue mau pulang, bawa elo juga."

"Pulang? Ke rumah...?" Sabrina memancing, dan Ezra menoleh ke arahnya, "rumah guelah," katanya, "rumah siapa lagi?"

Harus diulangi lagi, Ezra hanyalah orang asing, yang baru saja dia kenal sejak malam itu di gang sebelah diskotik, tapi semakin hari, dia semakin terseret ke dalam permasalahan yang Sabrina miliki.

"Bisa aja gue turunin elo di jalan sih," kata Ezra saat mendapati bahwa Sabrina tampak mulai resah duduk di sebelahnya, "Tapi gue masih punya hati, enggak ngebiarin, nyawa yang ada di perut itu hilang karena ketololan ibunya."

Sabrina menengok ke samping lagi, dia merasa getir. "Gue emang tolol, Za. Dari kapan taun gue itu udah jadi orang tolol yang mau-mau aja mengorbankan masa depan gue."

"Itu tau," timpal Ezra singkat, "Nanti kalo taksinya udah berhenti di depan rumah gue. Bangunin gue." Pemuda itu menyandarkan tubuhnya, dan bersedekap dada, dia memejamkan mata, karena dia tidak mau terlalu lama mengobrol bersama seorang perempuan yang dulu pernah menarik di matanya.

Atau....

Masih?

Atau dia salah orang?

~°°~


"Hai." Sabrina menyapa Osa yang sedang berdiri di depan pintu rumah Ezra sambil menggigit selembar roti tawar di mulutnya.

Hampir saja roti yang dia gigit jatuh ke lantai, saking terkejutnya dengan siapakah orang yang Ezra bawa ke rumah.

Ezra masuk saja ke dalam rumah, dan Osa mulai bicara. "Kok dia ada di sini?"

Melihat sofa terdekat, Ezra menjatuhkan tubuhnya ke sana. "Sabrina kabur dari rumah," katanya.

Osa langsung mendatangi Ezra, seraya menunjuk ke arah perempuan itu. "Ya apa hubungannya sama dibawa ke sini?!"

Tadinya, Osa simpati dengan Sabrina, dialah sang penyelamat Sabrina saat cewek itu berusaha bunuh diri dengan cara berdiri di tengah jalan. Tapi semenjak insiden jaket berharganya itulah, Osa gagal punya rasa simpati yang besar terhadap perempuan itu.

"Masa gue biarin dia kedinginan di emperan toko?" Ezra membuka matanya, "Atau mau lo suruh dia bunuh diri lagi?"

Osa tendang sofa yang Ezra tiduri. "Sok malaikat banget sih elo. Gue aja yang jadi malaikat cakepnya, lo selalu nyaingin gue."

Sabrina sadar, kalau Osa sedang membuat jarak dengan dirinya. Well, masalah jaket itu sebenarnya masalah kecil jika dilihat dari sudut pandang umum, namun kalau dilihat dari sisi pandang orang yang menganggap bahwa barang itu teramat berharga, maka perbuatan Sabrina (read : menodai jaket Osa) akan cukup sulit untuk dimaafkan.

"Udah masuk, ngapain bengong," kata Osa, yang tidak bisa berbuat apa-apa, toh dia bukanlah si pemilik rumah.

Ezra menyunggingkan senyumnya dalam diam, dia tahu, kalau Osa tidak membenci Sabrina, dia hanya kesal saja.

"Kalo gini caranya," Osa melihat Ezra kembali, "Ganti biaya laundry jadi tiga kali lipat."

Rasanya Ezra ingin mendorong Osa saat ini juga.

Apa hubungannya Sabrina menginap di sini, dengan biaya cuci jaket?

Osa balik ke dapur, dia sedang menanak nasi, pakai berasnya Ezra.

Sabrina mulai melangkah lebih dalam, dan dia tutup pintu rumah Ezra, sambil bersikap malu-malu. Rumah Ezra itu besar, kalau rumah Sabrina itu hanya sekitar ruang tamunya saja. Sudah Sabrina duga, bahwa Ezra itu bukanlah anak dari keluarga yang berekonomi biasa saja.

"Biaya rumah sakit, ongkos taksi, laundry," kata Ezra tiba-tiba, tanpa mau terduduk, "Lo harus ganti semua itu, selama berada di sini."

Sabrina hendak membuka mulut, tapi rupanya Ezra belum selesai berbicara.

"Besok pagi gue perjelas, sekarang elo tidur aja," tambah Ezra, "Sono cari Osa, minta tunjukkin kamar, dan minta makan malam, karena gue yakin cacing yang berisik di taksi tadi, itu adalah cacing yang berasal dari dalam perut elo."

"Iya, Za," sahut Sabrina yang sebenarnya juga sudah merasa lelah.

"Sab," ucap Ezra lagi, "Elo jangan berpikir yang baik-baik dulu tentang gue. Jangan."

Sabrina mengangguk saja, meski dia tak terlalu memperhatikan dengan omongan yang Ezra katakan barusan. Sabrina berjalan menuju dapur, menggunakan ingatannya tentang kali pertamanya lalu, mendatangi rumah ini karena dibawa oleh Osa.

Dia melihat Osa sedang memasak, sambil bersenandung tak ada merdu-merdunya.

Dua cowok, yang sikapnya berubah-rubah seperti harga cabai. Sabrina merasakan hal itu.

~to be continue~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro