☪︎⋆。❛Close Eyes.❜
Would you,
ᵖˡᵃʸᶦⁿᵍ; [ Fairy tell main Theme, violin & piano cover ]
1:07 ——◦———— -4:05
↠ⁿᵉˣᵗ ˢᵒⁿᵍ ↺ ʳᵉᵖᵉᵃᵗ ⊜ ᵖᵃᵘˢᵉ
┈┈┈ ੈ 𝓐𝓷𝓘𝓷𝓞𝓬𝓽𝓸𝓫𝓮𝓻 ੈ ┈┈┈
Ketika mata mulai tertutup, bayangan dan mimpi yang indah dimulai.
“Hei, [Nameee]~!!”
“Oh! Satoru!”
Sesuatu yang terlihat buram.
Kedua tangan kekar mendekap tubuh mungil sang gadis. Namanya adalah Gojo Satoru. Seorang pria yang dijuluki sebagai yang terkuat dikalangan penyihir. Dia sempurna, disusul dengan wajah tampan juga bakat. Tapi terlepas dari semua itu, ia tidak memiliki akhlak yang bagus.
“Bukannya kamu sibuk? Lalu, apa yang kamu lakukan di tempatku?” Sang gadis melayangkan tatapan bertanya pada Gojo. Kedua tangan mungilnya terangkat melingkari leher si pria.
Namanya adalah Mitsuki [Name]. Dia salah satu pengajar di sekolah tingkat menengah atas Nekoma. Gadis dengan surai hitam bergelombang yang indah, murah senyum juga ramah. Diikuti dengan kecerdasan. Sayangnya, dia adalah orang yang ceroboh dan pelupa.
“Yah~ aku lagi bosan makanya ke sini, sih.”
Senyuman semakin terbentuk pada wajah [Name] hingga kedua mata menyipit. Tangannya lantas memeluk lengan kekar milik sang pria, menariknya keluar dari pekarangan sekolah.
“Kamu lagi bosan ‘kan? Bagaimana kalau kafe? Sekaligus kamu istirahat juga walau sebentar,” ucap [Name], nada khawatir sayup-sayup terdengar. Mata melihat ke atas untuk menatap wajah rupawan Gojo yang kini menyunggingkan senyuman seperti biasa.
“Heee, bagaimana kalau kau membuatkan kue manis saja untukku!” Gojo mengusulkan juga. Tidak ada maksud untuk tak mengacuhkan usulan [Name]. Hanya saja seperti itulah dia.
Si gadis cukup peka. Pria ini ingin beristirahat di rumah milik gadisnya sebentar saja seraya menikmati kue manis buatannya.
“Boleh!”
.
.
.
.
Kelopak mata terbuka begitu cepat, melebarkan iris netra dengan keringat dingin yang perlahan bercucuran. Napasnya tidak beraturan layaknya orang yang habis berlari jarak jauh.
“Hanya ... mimpi?”
[Name] bangun, embusan angin dari jendela yang tidak ia tutup semalam memanjakan punggungnya yang juga berkeringat. Tangan kanan terangkat menyentuh kepala. Disusul dengan kekehan kecil yang terdengar seperti menahan tangis.
“Mimpi itu ... ngeselin, ya?” tanyanya pada diri sendiri.
Sebuah suara dari luar mengalihkan perhatian. [Name] dengan cepat turun dari atas ranjang kemudian berlari membuka pintu kamar. Mata menoleh kanan kiri, berharap menemukan seseorang yang kepulangannya sudah ia nantikan.
Seekor kucing lucu berambut putih lewat di hadapannya. [Name] menghela nafas setelah menyadari pelaku pembuat suara tadi adalah kucing ini.
“Kukira Satoru.” Nadanya terdengar kecewa.
[Name] mengusap kedua lengan. Gojo pergi menjalankan misi yang berbahaya lagi tanpa adanya kabar. Memunculkan kekhawatiran yang selalu mengganggu si gadis setiap harinya.
Apa Gojo di sana baik-baik saja? Pertanyaan itu mungkin tidak berguna untuk orang yang dijuluki sebagai yang terkuat, tapi bukan berarti dia tidak memiliki celah. Tidak ada yang tahu masa depan, bisa saja musuh ada rencana dibalik kelemahan mereka untuk mengalahkan Gojo.
[Name] menggeleng. Lagi-lagi pikiran yang sama menghantuinya. Selalu dipenuhi tentang si pria surai putih dengan segala pikiran negatif. Dia akan tenang jika Gojo sudah kembali dengan selamat di hadapannya, tetapi kapan? Sampai kapan dia harus menunggu?
Sang gadis menghitung jari. Tiga minggu adalah waktu yang cukup lama baginya untuk menunggu kepulangan Gojo. Dan selama tiga minggu itu juga, saat dia mulai menutup mata, ilusi bersama Gojo memenuhi kepalanya, lalu saat dia tidur, kegiatan manis saat bersama Gojo terus berputar dalam bunga tidurnya.
Mimpi itu seolah memberikannya sebuah harapan, ketenangan dan kelegaan sementara hanya saat ketika dia menutup mata. Kemudian tertampar kenyataan jika semua itu hanya sebatas mimpi. Gojo ... belum pulang.
“[Name].”
Suara itu begitu mengagetkannya. Si gadis mengangkat kepala dengan mata membulat, yang langsung tergantikan wajah penuh kelegaan.
“Jangan menatapku seperti itu.”
“Kak Haru kenapa ke sini?” tanya [Name].
Dia adalah Haru. Kakak laki-laki [Name]. Mata pria itu menatap sang adik dari atas ke bawah. Sirat khawatir muncul saat melihat keadaan adiknya yang tidak baik-baik saja.
“Bagaimana perasaan mu hari ini?”
“Semakin buruk.” [Name] mengedikkan kedua bahunya.
“Semalam kau menangis?” Haru melangkah menghampiri.
“Sebentar. Lalu, yah ... aku tidur tanpa sadar, hehe~”
“... Kemudian bermimpi indah itu lagi?”
[Name] menunduk ke bawah sebentar. Menggigit bibir bawahnya sedikit, lalu kembali mendongak dengan memasang sebuah senyuman. Ia lalu berkata, “Aku tidak tahu kenapa selalu membayangkan Satoru dan bermimpi tentangnya berulang kali saat aku mulai menutup mata dan tidur.”
“Kau terlalu memikirkannya.”
“Percayalah, aku selalu berusaha mengalihkan perhatianku darinya.”
“[Name], daripada kau mengalihkan pikiran. Ada bagusnya kalau kau mencoba percaya padanya. Dia kuat dan langkahnya cukup hati-hati. Sudah banyak hal yang dia lewati dan pelajari. Kau pikir orang sepertinya sangat mudah untuk dikalahkan?
“Waspada karena sifatnya yang menyebalkan itu memang bagus, tapi kalau kau selalu berpikir dan berakhir terlalu khawatir itu akan berdampak bagi dirimu sendiri. Dia baik-baik saja secara fisik. Untuk urusan perasaannya, kau yang paling tahu. Aku sudah lama ingin mengatakan itu padamu, tapi ... kurasa ini sudah waktu yang tepat.”
[Name] bungkam. Diam menyelami pikiran tentang yang dikatakan Haru. Dia terlalu khawatir dengan sifat Gojo yang bisa membawa hal buruk. Kemudian jadi lupa bagaimana kuatnya pria itu, dengan berbagai pengalaman serta jalan hidup yang sudah dia lewati.
“Aku akan coba. Makasih, ya, kak!!”
.
.
“[Name] pasti sangat merindukanku sekarang!!”
“Kalau begitu pulanglah, Satoru.”
Di saat yang bersamaan. Dua orang pria berbeda usia berada dalam satu ruangan. Gojo menolehkan kepala ke arah belakang, di mana sang guru–Yaga Masamichi– tengah menjahit bonekanya.
“Kau sudah menyelesaikan misimu dengan baik. Kau bisa pulang sekarang, Satoru. Gadis itu ... menunggumu.” Tangan Yaga tetap bergerak menjahit boneka.
“Hmm ... aku mengalami hal aneh baru-baru ini.” Gojo mengapit dagunya dengan tangan kanan.
“Hal aneh?”
“Kemarin aku sempat tidur dan [Name] datang ke mimpiku.”
“Kau anggap itu hal aneh, ya?”
“Dia membuatkan kue manis untukku dan saat bangun aku tidak jadi menikmati kue buatannya. Mungkin aku mampir ke kafe dulu kali, ya, baru pulang?”
“Anak ini ....”
“Kalau begitu aku pergi dulu. Dadah!!”
Gojo melambai tanpa menoleh. Kaki panjangnya melangkah dengan riang keluar dari dalam ruangan Yaga-sensei.
Raut wajahnya perlahan mendatar bersamaan dengan kaki yang berhenti melangkah saat telah keluar dari ruangan sang guru. Pikiran kini tertuju pada gadisnya. Seseorang yang ... menunggu kepulangannya. Ini pertama kalinya untuk Gojo. Ada seseorang yang mau menerima segala keburukannya, memahami dirinya, mau merawat dan menunggunya dengan sabar. Bagaimana bisa Gojo tidak memikirkan gadisnya?
Gojo juga manusia. Perasaan masih ada dalam dirinya. Kala mimpinya kemarin ia bertemu dengan [Name]. Gojo senang–meski tidak begitu menunjukkannya. Perasaan muncul dan membuncah jauh dalam dirinya ketika mengingat gadisnya.
“Ah, pulang, deh!!” Gojo menepuk tangannya sekali. Teleport menuju rumah sang gadis.
˚. ୭ ˚○◦ Close Eyes ◦○˚ ୧ .°
Haru yang saat ini masih berada di rumah sang adik, menyalakan televisi dan menonton acara yang sekiranya menarik. Iris matanya tiba-tiba melebar saat merasakan sesuatu datang. Sesuatu yang besar.
“Lagian [Name],” ucap Hari saat adiknya muncul dari dapur.
“Iya?” [Name] duduk di samping sang kakak.
“Bagaimana kau akan menyambut kedatangannya?”
“Itu ... entahlah. Maksudku, ini sudah hampir sebulan aku tidak bertemu dengannya. Menelponnya pun tidak soalnya aku takut mengganggunya. Dia ... memang sesibuk itu, ya?”
“Aku jadi kagum padamu–ah tidak, sudah dari dulu, saat kau mulai menerima perasaan orang itu, aku selalu berpikir jika ada yang salah dengan otakmu. Begitu mencintai seseorang dengan akhlak yang buruk. Kau memandanginya dari sisi yang berbeda, ya?”
“Kamu bukan orang pertama yang mengatakan itu padaku.”
“Kau tidak mau menciumnya?”
[Name] menaikkan kedua bahu canggung. “Kak Haru ... kamu tahu itu agak—”
“Heee, ciuman selamat datang juga tidak buruk, sih.”
Huh?
Tubuh [Name] menegak kaku ketika suara familiar itu mengintrupsi pembicaraannya dengan Haru. Ia refleks memutar tubuh ke belakang, mata nampak bergetar saat melihat seseorang yang ia tunggu kepulangannya datang padanya.
“Oh, okaeri. Kalau begitu aku yang akan pulang. Oh iya dan juga ... ini bukan mimpi, [Name]. Jadi, bye.” Haru berdiri dan tanpa mengatakan apapun melangkah pergi.
“Apa aku perginya terlalu lama sampai wajahmu memerah seperti ini saat melihat kedatanganku? Perasaan sebentar aja, deh.” Gojo membungkukkan tubuh. Tangannya mengelusi puncak kepala [Name].
Dia menahan tawa saat hidung [Name] terlihat semakin memerah. Itu menggemaskan.
“Aku pulang, loh, [Namee]~”
Tangan mungil melingkari lehernya. Aroma manis sang gadis memenuhi penciuman sang pemilik enam mata bersamaan dengan rasa hangat yang begitu menjalar.
“... Okaeri.” Bisiknya dengan suara yang sedikit bergetar.
Gojo melebarkan mata, setelah itu tersenyum dan terlihat lebih tulus–bukan senyuman atas kebanggaan dirinya sendiri.
“Tadaima~!”
Sampai di sini saja dia harus menunggu. Menahan perasaan berat dalam hati. Mengalami mimpi yang sama berulang kali setiap ingin menutup mata. Hanya sampai di sini.
Embusan angin terasa dari jendela yang tidak tertutup. Menerbangkan beberapa helaian rambut milik si gadis yang tubuhnya kini sedikit bergetar seraya menutup mata. Menahan tangis.
“Jangan nangis, dong. Sambut aku dengan kehangatanmu ya~”
Si gadis tertawa kecil sembari menghapus air mata yang hampir jatuh. [Name] menganggukkan kepala, kemudian berkata, “Um.”
“PELUUK AKUUU~!!”
Kedua insan saling berpelukan, saling berbagi kehangatan, melepas kerinduan yang mendalam.
.
.
.
.
┈┈┈ Close Eyes ┈┈┈
┈┈┈ ੈ Ann ੈ ┈┈┈
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro