Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PMS


----------------- PMS ------------------

Rintik hujan mulai berjatuhan membuat tanah yang tadinya gersang menjadi lembab. Aku menatap hujan yang semakin mengguyur lebat. Aku masih berada di rumah sakit bersama Rayner.

Aku pamit ke Rayner untuk pergi sebentar, menuju ruang dokter Reina. Dokter Reina adalah adik dari mamaku dan dia merupakan dokter spesialis jantung.

"Ada apa, Na? Tumben, kamu ke sini."

Aku tersenyum menanggapi pertanyaan Tante Reina. Kutarik kursi. Lalu, aku duduk di hadapan Tante Reina.

"Aku mau minta bantuan, Tante."

"Boleh dong, kamu mau minta tolong, apa?"

Aku mengambil satu butir obat yang kumasukkan ke dalam saku celanaku tadi. Lalu, aku berikan kepada Tante Reina.

"Tolong periksa! Obat apa itu, Tan?"

"Kamu di mana mendapatkan obat ini?"

"Hmm ... ada tetanggaku yang pingsan setelah minum obat itu. Aku jadi curiga sama obatnya."

Tante Reina mencium bau obat itu, dahinya mengerinyit. Aku semakin penasaran.

"Tetangga kamu sakit, apa?"

"Sakit jantung, Tan."

Aku memang tahu penyakit Tante Yusinta, tadi Rayner yang memberitahuku. Rayner bilang, Tante Yusinta memang sering jatuh pingsan, karena jantungnya sudah melemah.

"Ini bukan obat penyakit jantung, Na!"

Aku terkejut mendengarnya. Siapa yang memberikan obat itu kepada Tante Yusinta? Jadi, selama ini Tante Yusinta salah meminum obat?

"Terus, itu obat apa dong, Tan?"

"Ini obat penawar sakit kepala. Obat ini hanya boleh diminum pada saat sedang sakit kepala, itu pun hanya boleh diminum satu butir, jika berlebihan, maka akan menimbulkan efek lain," jelas Tante Reina.

"Tante pernah meminum obat ini, jadi Tante paham betul, ini bukan obat sakit jantung."

"Terima kasih ya, Tan."

"Sama-sama, Una."

Aku pamit undur diri dan meninggalakan ruangan Tante Reina. Siapa dalang penukar obat ini?

***

Perutku tiba-tiba terasa memelas, aku mengaduh kesakitan karena perutku terasa semakin keram. Aku memilih duduk di bangku panjang rumah sakit.

Kutekan perutku yang melilit, rasa sakit ini tiba-tiba menyerangku tanpa sebab. Padahal, aku tidak ada memakan yang aneh-aneh sebelumnya.

"Raqueen, kamu di sini ternyata!"

Aku melihat Rayner yang berjalan mendekatiku, aku semakin menekan perutku yang keram.

"Kamu kenapa, Queen?" tanya Rayner khawatir. Aku melihat raut cemas di wajahnya.

"Perut aku tiba-tiba keram," jawabku seadanya.

"Keram kenapa? Perasaan, kamu tadi hanya makan nasi goreng, kan? Sama sepertiku, tapi aku baik-baik saja," tukasnya.

Aku teringat sesuatu, kuambil ponselku di dalam saku. Lalu, kulihat tanggal di kalender ponselku.

WHAT?

Tanggal tiga puluh?

Berarti, sekarang akhir bulan? Ah, aku baru ingat, sekarang jadwalku kedatangan tamu spesial.

Aku menarik tanganku ke belakang, meraba bagian celanaku yang terasa sedikit lembab. Ah, sudah kuduga.

"Hmm ... Ray," panggilku ragu.

"Iya, Raqueen?"

"Boleh minta tol–"

Aku terdiam sebentar, ragu untuk melanjutkan ucapanku. Kutatap mata Rayner yang menatapku penasaran, alisnya naik sebelah.

"Ada apa, Raqueen?"

"Ehmm ... ak–u aku lagi dapet nih, boleh minta tolong, Ray?"

"Minta tolong beliin pembalut?" tanya Rayner tepat sasaran. Duh, aku malu banget, tapi Rayner peka juga, ya.

"Kalau kamu gak keberatan," ucapku merasa tak enak.

"Oke, tunggu di sini, ya!" ucap Rayner lalu berlalu. Eh? Dia benar-benar membelikanku pembalut?

Rayner ... kenapa sikapmu membuatku ragu dengan dendamku!

Eh!

Apa yang sudah aku pikirkan! Aku tetap harus menjalankan misi itu, tak peduli sebaik apapun Rayner kepadaku.

***

Rayner kembali membawa kantong kresek di tangannya, rambutnya sedikit basah mungkin kena hujan. Rambutnya membuat aku salah fokus, rambut Rayner yang acak-acakan menambah  ketampanannya.

"Ini, pembalutnya! Yang pake sayap, kan?"

Aku mengambil kantong kresek itu dengan malu. Ya, malu dong!

"I ... iya, makasih ya, Ray!"

"Sama-sama."

"Aku mau ke toilet dulu," pamitku lalu bangkit.

Aku berjalan menuju toilet. Namun, tiba-tiba Rayner menarik tanganku ke belakang, aku yang tak siap tidak bisa menyeimbangkan badan dan akhirnya aku terjatuh ke dalam pelukan Rayner.

Mataku bertemu dengan mata hitam legam milik Rayner, kita hanya bertatap-tatapan sebentar tanpa musik romantis seperti yang sering kulihat di sinetron.

Aku segera bangkit, Rayner berdehem pelan, aku jadi salah tingkah.

"Kamu tembus," bisiknya tepat di telingaku.

Aku segera menutupi pantat dengan tanganku, aku tadi hanya memakai celana olahraga bewarna abu-abu. Sangat tampak jelas jika ada noda di belakang.

Rayner membuka jaketnya dan memasangkan ke pinggangku, aku terdiam memperhatikannya yang begitu peduli denganku.

Rayner menatapku sebentar, dia tersenyum kecil ke arahku.

"Pakai saja jaketku, buat nutupinnya."

"Makasih, Ray."

"Iya, Raqueen."

Aku pergi dari situ, berjalan menuju toilet. Sejak tadi, aku susah sekali menahan untuk tidak tersenyum. Perhatian Rayner membuat perasaanku menghangat.

***

Setelah selesai, aku kembali ke tempat tadi menghampiri Rayner. Langkahku terhenti, melihat Rayner tidak duduk sendirian, melainkan bersama seorang gadis yang sangat kukenali.

Ya, Nenek Lampir!

Untuk apa dia ke sini? Kenapa dia sangat manja dengan Rayner?

Yunian menyandarkan kepalanya ke dada Rayner, tangan Yunian meraba-raba muka Rayner yang membuat aku muak melihat tingkahnya.

Aku berdehem pelan, menyadarkan dua sejoli yang sedang dimabuk asmara itu. Oh, ralat! Yang mabuk asmara hanya satu orang saja, yaitu Yunian. Karena, Rayner bilang, dia tak mencintai Yunian sebagai kekasihnya, melainkan hanya sayang sebagai adik angkat.

Kasihan sekali kamu, Nenek Lampir!

"Ngapain lo di sini?" tanya Yunian ketus yang membuatku ingin sekali menerjangnya sekarang juga, mukanya sangat tak bersahabat menatapku. Dih, siapa juga yang ingin bersahabat dengan Nenek Lampir itu!

"Ray, aku pulang duluan, ya!" pamitku mengabaikan Yunian.

"Bareng sama aku aja. Sebentar lagi, mamaku pasti boleh pulang. Lagian, di luar masih hujan."

"Sayang, biarin dia pulang sendiri aja! Aku gak mau ya, pulang bareng sama cewek udik kayak, dia."

"Kamu ngomong apa sih, Yun! Sebentar ya, aku mau ke tempat mama dulu." Rayner pergi meninggalkan aku dan Nenek Lampir berduaan di sini.

Aku menatap mata Yunian tajam, tak terima dihina seperti itu. Apalagi, tatapannya yang seolah-olah sedang meremehkanku.

"Ngapain lo liatin gue kayak gitu? Cewek udik dan tak berpendidikan seperti lo, jangan dekat-dekat sama cowok gue, takut bodohnya ketularan."

"Jaga ya mulut, lo! Punya mulut gak disekolahin, apa?"

"Yang sekolah otak gue, emang kayak lo! Cewek tamatan SD aja belagu. Uppss, apa jangan-jangan gak sekolah lagi!" ledek Yunian yang membuat darahku mendidih.

Biasanya, aku tak terlalu mempedulikannya, tapi sekarang. Entah kenapa aku merasa terpancing.

Apa gara-gara aku sedang PMS? Bisa jadi. Emosiku memang tak bisa dikontrol sekarang.

"Iya, gue memang bodoh!" Yunian tersenyum kemenangan dan semakin menatapku remeh.

"Cewek bodoh kayak gue ini lulusan Stanford University, United States, dengan nilai paling tinggi jurusan hukum. Sangat bodoh, bukan?" tajamku, Yunian menatapku kesal. Merasa tertampar karena telah menghinaku.

"Jangan mimpi deh, lo itu bodoh. Enggak mungkin bisa kuliah di sana."

"Sayangnya, sejak kecil, nilai gue paling rendah ya, sembilan tujuh. Duh, bego banget, kan? Rata-rata ya, nilai gue seratus. Kalau enggak sembilan sembilan, nanggung banget, kan? Banyak yang bilang, gue bukan hanya pintar, tapi genius bahkan sangat genius. Hanya orang bodoh yang nganggap gue bodoh, karena nyatanya, dia gak bisa dibandingkan dengan kecerdasan gue. Miris sekali, bukan?"

Yunian segera berjalan meninggalkanku dengan cepat, merasa tertohok tak mampu melawanku lagi.

Aku tersenyum sinis, Yunian hanya hal kecil bagiku. Sebentar lagi, aku juga akan memperlihatkan semua kebusukannya.

Yunian ... Yunian!

Gadis kecil yang malang. Sangat menyedihkan.

***

Aku up 3 chapter sekaligus loh, gak ada yang mau komen?

Ayo divote biar aku makin semangat🖤🖤

Jangan lupa follow akun aku untuk lihat update terbaru ya. Makasih semuanya🖤

Thanks

~Amalia Ulan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro