Part 4
'Hal indah hanya akan terjadi padaku di dalam mimpi.'
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ
Nara membuka mata. Dia langsung menatap langit kamar berwarna abu-abu. Nara melamun. Berusaha mengingat mimpi yang baru dia alami. Mimpi yang sangat indah di bandingkan kenyataan sekarang.
Di dalam mimpi, dia bertemu Romeo yang dia cintai. Mereka bisa kabur dari kastil. Dan hidup bahagia.
Kenyataannya dalam hidup Nara. Hanya sang Juliet yang meminum obat tidur. Sedangkan Romeo pergi. Kembali mencintai Rosaline. Melupakan Juliet yang sebenarnya masih hidup dan terus menunggu Romeo datang.
Nara keluat dari balutan selimut berwarna biru. Menguncir rambut berwarna pink nya dengan karet gelang. Ia melepas gaun baju tidur berwarna putih. Dan ia ganti dengan pakaian khas RSJ ini. Yaitu kemeja putih bergaris biru. Dan celana panjang berwarna sama.
Nara memiliki ruangan VIP di RSJ ini. Di mana ada tv, ac, dan sofa untuk tamu yang menjenguk. Ada juga ranjang besar, dan kasur empuk untuk Nara tidur.
Nara mengintip goreden berwarna kuning emas. Sinar matahari terik dan sangat menyilaukan muncul dari sana. Di sini tak ada jam atau tanggal. Jadi Nara tak tahu ini hari apa atau jam berapa. Nara juga tak ingin tahu. Itu hanya akan membuatnya berapa lama dia menderita di sini.
Nara memegang bunga mawar putih yang di berikan Vito. Orang yang telah menggagalkan upanya bunuh diri. Dia sangat kesal saat melihat Vito hari itu. Walau sebenarnya bukan cuma dia yang terus menggagalkan usahanya.
Kelopak bunga itu mulai layu. Dan saat Nara menyentuhnya, kelopak itu berjatuhan di lantai kamar. Nara meluruskan bibirnya, dan menyipitkan mata.
"Selamat tinggal," ujarnya. Ia lalu melemparnya tangkai bunga itu sampai memghantam tembok. Kini semua kelopak bunga mawar itu terlepas dari batangnya, dan berserakan.
Nara keluar dari kamarnya. Dan berjalan sendiri menyusuri lorong RSJ. Nara di tempatnya pada bagian konseling Remaja. Sehingga di sekitar sini hanya ada anak-anak bermasalah. Kebanyakan hanya pecandu narkoba. Atau pembuat onar. Sayangnya mereka tak bisa sebebas Nara. Mereka masih terperangkap di ruangan masing-masing. Karena ini bukan waktunya istirahat bagi mereka.
Nara menuruni tangga ke lantai 1. Di sini kebanyakan orang lanjut usia. Di sini orang tua bisa berkeliarang dengan bebas. Tentu saja dengan di awasi perawat.
Nara berhenti di tengah lorong. Matanya terbelalak melihat pemuda berambut hitam pekat yang sering memakai baju hitam. Mengintip dari balik kaca jendela orang-orang tua yang sedang berkumpul. Hari ini pun dia membawa buket bunga mawar putih. Hanya berbeda kertas sampul.
Merasa ada yang memperhatikan, Vito menoleh ke samping. Ia melihat mata Nara terbuka lebar-lebar ke arahnya. Dengan mulut manyung dan dahi berkerut. Padahal Nara tak berbuat apa-apa. Namun membuat Vito yang melihatnya merasa geli dan tersenyum tipis.
Sekali lagi ia menarik setangkai bunga dari buket yang ia bawa. Lalu diulurkan pada Nara. Nara lagi-lagi terbengong melihatnya. Tapi dengan alasan yang berbeda.
"Kejadian ini sama dengan yang kuimpikan tadi. Apa dia Romeo itu?"
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄ƷƸ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ
Vito duduk di meja no 10. Tempay favoritnya untuk mengerjakan tugas di cafe book dekat apartemen. Dia tak sendirian. Ada Keke di depannya yang sedang menatap layar laptopnya. Vito pun sama. Tumpukan buku ada di samping mereka. Ada juga 2 gelas minumam, Jus jeruk milik Keke, dan kopi hitam milik Vito. Mereka tampak sangat serius mengerjakan tugasnya. Dan hanya berbicara jika ada yang menanyakan pertanyaan.
Vito tak sadar, Nara berjalan melewatinya. Rambut pink Nara terurai, namun sedikit acak-acakan. Nara memakai kaos yang kebesaran berwarna ungu dan rok pendek berlipat berwarna hitam. Dia membawa plastik berisi buku-buku. Dan melangkah menuju kasir.
Melisa yang melihat Nara mendektinya langsung merinding. Seperti ada hawa dingin di sekitarnya.
"Bos! Bos!" Panggil Melisa.
Wanita berumur 30 tahun itu menoleh. Dia memutar bola matanya. Dan menatap malas ke arah Melisa.
"Apaan sih Lisa? Jangan berisik di sini!" Tegur Anggun- pemilik cafe book ini.
Melisa menunjuk-nunjuk ke Nara yang berjalan mendekati mereka. Anggun langsung berdiri, dan memasanh wajah ramah dengan senyum simpul ke arah Nara.
"Hai Nara, kamu lama gak keliatan. Apa kabar?" Tanya Anggun seramah mungkin.
Nara menaruh kantong plastik itu ke meja kasir. Lalu merogoh sesuatu di kantong roknya. Melisa bergegas mengambil kantong itu, agar bisa menjauh dari Nara. Dan Anggun berusaha tenang, walau ia berulang kali menelan luda.
Sebuah piasu kecil di Nara sodongkan ke arah Anggun. Wajah Nara yang datar dan mata sayu membuat kesan horor semakin terasa. Melisa berjalan cepat meninggalkan meja kasir, dan menuju salah satu rak. Berpura-pura menata buku.
"Kenapa kau memberitahunya kalau aku di Rumah sakit?" Tanya Nara. Enath siapa yang dia maksud.
Anggun menggaruk dagunya, sambil menoleh ke sisi lain. "Aaa… dia bertanya, dan aku tahu. Jadi… ku jawab."
Nara maju selangkah mendekti Anggun dengan pisau di depan. Anggun masih tetap diam dan berusaha tenang dengan tersenyum.
Tingkah Nara ternyata menarik perhatian para pelanggan. Mereka yang melihat saling berbisik. Dan membuat tempat yang awalnya sunyi, mulai berisik seperti suara kumpulan nyamuk.
Membuat Vito yang awalnya fokus jadi terganggu.
"Vito lihat, cwek itu nodongin pisau. Dia gila?" Keke menujuk ke arah Nara sambil menyengir geli.
Vito menghembuskan nafas panjang. Lalu berdiri. Keke sempat kaget karena Vito tiba-tiba berdiri. Apalagi Vito mendekti Nara.
"Vito kamu mau ngapain?" Tanya Keke dengan suara keras.
Vito tidak menjawab. Dia malah mempercepat langkahnya menuju Nara.
Dari belakang, Vito menutup kedua mata Nara dengan tangannya kanannya. Sedangkan tangan kirinya memegang tangan Nara yang memegang piasu kecil. Semua orang memperhatikan. Nara sendiri kaget karena ada seseorang yang memegangnya. Spontan dia melepas piasunya. Piasu itu terjatuh ke lantai. Buru-buru Anggun mengutip piasunya, dan menyimpannya ke dalam sakunya.
Nara merasa kesal. Ia merapatkan giginya, dan mendengus. Nara megang tangan yang memeganginya. Dengan sedikit kasar, Nara berusaha melepas tangah itu. Setelah lepas ia maju ke depan. Baru berbalik badan dengan wajah marah untuk melihat siapa orang yang berani menyentuhnya.
Nara melihat Vito. Berdiri di sana dengan wajah datar, namun matanya mendelik melihat Nara. Nara mengepal tangannya, dan mengeram giginya.
"Ihhh… kenapa sih kamu lagi kamu lagi! Kayak gak ada orang aja. Nyebelin banget!" Teriak Nara.
Bola mata Vito melebar. "Salahnya sendiri kenapa buat masalah dekatku," bantah Vito.
Nara semakin kesal. Ia menjijak-jijakan kaki ke lantai. Dan berjalam cepat ke luat cafe. Setelah keluat, baru dia berlari ke arah apartemen.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro