Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 10

'Apa dunia tanpa kesedihan itu ada?'

ฅ^•ﻌ•^ฅฅ^•ﻌ•^ฅฅ^•ﻌ•^ฅ

Vito baru selesai mata kuliah pertama. Semua orang sudah keluar, kecuali Vito. Vito menggores-gores bulpen ke selembar kertas. Ia menggambar pemandangan pantai saat matahri terbenam. Gambar monokrom, hitam dan putih yang dipenuhi garisan-garisan. Namun jika di perhatikan, itu sebuah karya yang indah.

Dulu dalam benak Vito, di ingin menjadi seorang ilustrator komik atau buku. Namun semua ia pendam. Sebab dengan kondisinya sekarang, itu tidak akan pernah terjadi. Vito hanya bisa menyimpan semua gambarnya dalam sebuah kotak. Dan ketika senggang ia meratapi mimpi-mimpinya yang terbengkalai.

Vito menatap jam tangannya. Sudah hampir waktunya mata kuliah selanjutnya. Masih ada 10 manit. Namun ruangan yang akan di tuju ada di ujung kampus ini. Cukup untuk memakan waktu yang tersisa. Vito Merapikan barang ke dalam tasnya. Dan beranjak berdiri.

Dia berjalan tenang dengan kepala agak menunduk. Dia malas menatap orang-orang yang tidak ia kenal. Headset terpasang di salah satu telinganya. Karena telinga satu lagi berjaga-jaga jika ada yang memanggilnya. Walau sepertinya itu tidak mungkin.

Langkah Vito berhenti, ketika ia melihat sebuah poster di Mading kampus. Seseorang baru memasangnya. Vito tahu itu karena orang yang memasang masih ada di samping Mading. Vito mengeluarkan ponselnya. Dan memotret poster itu. Lalu beranjak pergi.

ฅ^•ﻌ•^ฅฅ^•ﻌ•^ฅฅ^•ﻌ•^ฅ

Keke berlari mendekati Vito yang baru keluar dari kelas. Dengan senyum lebar, Keke melambai pada Vito. Vito yang sadar ada Keke, menyengir dan menyipitkan matanya seperti biasa.

"Kamu sibuk?" Tanya Keke.

Vito menggaruk dahinya sambil mengingat-ingat jadwalnya hari ini. Jadwal kerjanya nanti malam. Dia menjenguk ibunya akhir pekan nanti. Dan tak ada tugas apapun minggu ini. Jadi siang hingga sore dia senggang.

"Kayaknya enggak," jawab Vito.

Keke tersenyum lagi. "Mau bantuin aku gak?"

"Haaa… apa?"

Kiki hanya memaparkan senyum simpulnya dan tak memberi penjelasan apapun pada Vito. Vito sedikit bingung, namun dia tidak bisa menolak. Sebab tangan Vito langsung di geret oleh Kiki.

ฅ^•ﻌ•^ฅฅ^•ﻌ•^ฅฅ^•ﻌ•^ฅ

Keke dan Vito keluar dari lift bersamaan. Kedua tangan mereka penuh dengan kantong belanjaan. Pantas saja Keke langsung menggeret Vito, Keke minta bantuan Vito untuk membawa perlengkapan buat event kampus bulan depan.

Gita temen Keke juga bersama mereka. Hanya Gita yang berbeda, dia membawa kardus berisis Snack.

"Aku buka pintu kamar dulu ya," ujar Keke.

Keke menaruh belanjaannya ke lantai. Vito juga. "Yaudah aku ke kamar dulu."

"Eh Vito gak masuk dulu?" Tanya Keke.

Gita memutar bola matanya. "Yakali cowok masuk ke kamar cewek."

Keke mengerutkan dahinya. Sedangkan Vito menyengir. "Ku bawa masuk, baru balik kamar."

Keke mengangguk.

Vito membawa masuk semua kantong plastik juga kardus yang di bawa Gita masuk ke dalam kamar. Keke dan Gita langsung membongkar belanjaan mereka. Setelah semua barang masuk, Vito pamit pergi.

Vito berjalan hendak menuju kamarnya, tapi dia melihat Nara melewatinya begitu saja. Anak itu terlihat dingin dan suram seperti biasanya.

"Oi!" Panggil Vito.

Nara melirik. Namun cuma beberapa saat sebelum dia masuk ke dalam kamarnya. Tanpa satu katapun kepada Vito.

Vito menggelengkan kepalanya. Dia meraih tas punggungnya, dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah boneka kelinci putih dengan pita hitam di telinga kirinya. Vito berjalan menuju pintu Nara. Dia mengetuk pintu itu 3 kali. Namun Nara sekali lagi mengabaikannya. Vito menghela nafas berat. Dia mengetuk pintu lagi.

Ngiiiik… pintu terbuka. Namun tidak lebih dari seperempat. Hanya terlihat setengah tubuh Nara yang menatap Vito dengan suram.

Dengan wajah datar Vito menyerahkan boneka kelinci itu padanya. Vito mendapatkannya tadi, saat Keke dan Gita asik berbelanja. Ada satu nenek tua yang menjual boneka. Karena kasihan Vito membeli boneka itu. Rencana dia ingin memberikannya pada Keke. Tapi lebih baik menurutnya kalau diberikan untuk Nara.

"Untuk apa?" Tanya Nara.

"Anggap saja hadiah pertemanan."

"Aku tidak butuh teman." Nara mengalihkan tatapannya.

"Ambil saja, kalau tidak suka buang saja," ketus Vito.

Vito menaruh boneka itu di daun pintu kamar Nara. Dengan tatapan datar dia berjalan ke kamarnya. Nara melangkah keluar. Namun Vito sudah masuk ke kamar.

Nara menatao boneka itu dengan bengong. Perlahan dia mengambilnya. Memutar boneka itu kekanan dan kiri. Siapa tahu ada racun. Itulah yang dia pikirkan.

Nara menatap kamar Vito sekali lagi. Dia tak keluar. Nara pun kembali masuk ke dalam kamarnya.

ฅ^•ﻌ•^ฅฅ^•ﻌ•^ฅฅ^•ﻌ•^ฅ

Nara menatap dirinya sendiri di dalam cermin. Sosok yang sama dengannya. Wajah dan tatapan suram yang sama. Nara memejamkan matanya untuk beberapa detik. Kemudian membukanya.

Kini dia melihat anak kecil yang bahagia. Tersenyum riang tanpa dosa. Anak itu dikelilingi orang-orang yang menyayanginya. Anak itu tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik dan masih sangat bahagia. Menari di taman bersama teman-temannya. Memeluk keluarganya. Berpegangan tangan dengan orang yang ia percaya.

Dia tidak tahu bahwa semua itu palsu. Teman yang ia ajak menari itu akan menjatuhkannya. Keluarganya akan meninggalkannya. Dan genggamannya akan mereka lepas. Dalam sekejap gadis itu akan kehilangan semuanya dan hidup sendiri. Kesepian dan tidak di cintai seperti sekarang.

Nara memukul-mukul cermin itu.

"Kembalikan! Kembalikan hidupku yang dulu! Berikan! Tolong jangan tinggalkan aku!"

Dia terus memukul. Sampai tanahnya berdarah. Dia tak perduli rasa sakit yang mengeluarkan darah itu. Nara terus memukul cermin itu. Dia berteriak kata-kata yang sama berulang kali. Sambil mengeluarkan air mata.

Cermin itu sudah jelas langsung retak. Tak butuh wakti lama hingga semua bagian cermin itu jatuh berserakan ke lantai. Nara baru berhenti memukulinya ketika sudah tidak ada kaca di bingkai cermin itu. Hanya tinggal tepi-tepian. Sisanya hancur berserak di lantai.

Nara berlutut di atas serpihan kaca itu. Lututnya yang terkena kaca tergores dan mengeluarkan darah. Nara menatap darah yang keluar dari tangannya. Tatapan Sangat mengerikan. Ketakutan, sedih, dan marah. Perasaan itu bercampur aduk dalam diri Nara

"AAAAAAAAAAA!!" Teriak Nara.

Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan kronis ketika pengidapnya mengalami halusinasi, delusi, dan juga menunjukan perubahan sikap. Pengidap skizofrenia umumnya mengalami kesulitan untuk membedakan antara kenyataan dengan pikiran yang ada pada diri si pengidap. Dan itu yang di alami Nara saat ini.

ฅ^•ﻌ•^ฅฅ^•ﻌ•^ฅฅ^•ﻌ•^ฅ

Nara membuka matanya. Entah sejak kapan dia berbaring di kasurnya. Ia  menatap kosong langit-langit kamarnya. Baru ia mengangkat tangannya. Nara tidak ingat sejak kapan tangannya diperban seperti ini. Padahal sebelumnya banyak darah yang keluar dari tangannya.

Nara memiringkan kepala. Betapa terkejutnya dia ketika melihat Vito duduk di sampingnya. Vito menekuk kedua tangan di depan dada dan menatap Nara dengan datar.

"Kau ini benar-benar suka menyusahkanku," ujarnya.

.
ฅ^•ﻌ•^ฅฅ^•ﻌ•^ฅฅ^•ﻌ•^ฅ

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro