1 : The boys
Atmosfer keceriaan para turis dan warga lokal memenuhi garis pantai. Peselancar, pedagang cendera mata, atau kerumunan turis yang berswafoto terlihat sepanjang mata memandang. Minggu ini pertengahan musim panas jadi wajar saja frekuensi aktivitas di Distrik Hereva lebih tinggi dari minggu-minggu biasanya.
Seorang pemuda terlihat baru saja keluar dari kamar mandi di apartemen bercat putih di ujung Jalan King's. Bulir-bulir air masih menggantung kecil di tiap ujung rambut hitamnya. Kaos putih polos dan celana panjang menjadi pakaian yang akan dikenakannya. Sesekali manik matanya menatap jam digital di atas nakas.
Bertemu 'Si Bedebah' lalu memotret beberapa pemandangan dan menjualnya, batinnya sembari menutup pintu apartemen. Langkah kakinya menuruni tangga menuju tempat parkir basement.
Laju motor membelah jalanan King's yang cukup padat dengan kendaraan lainnya. Masih pukul 10 pagi padahal, tapi begitulah hiruk-pikuk jalanan distrik dengan sektor pariwisata yang paling menonjol. Selain itu, wilayah laut Distrik Hereva menjadi salah satu jalur perdagangan antar negara di dunia.
Motornya berbelok di beberapa persimpangan dan sampailah ia. Apartemen lainnya berwarna biru cerah tersaji di depan. Daerah di sini cukup ramai-melihat jaraknya dengan pantai lebih dekat-dari apartemen si pengendara motor sendiri. Jadi butuh beberapa saat sampai ia menemukan penumpangnya dan menatapnya tanpa turun dari motor.
Si Bedebah, di saat lirik matanya bertemu penjemputnya segera berjalan mendekat dan duduk di bagian belakang jok motor tanpa basa-basi sedikit pun.
"Selamat pagi juga, Dan," sapa penumpang itu kepada yang di depannya. Yang dipanggil Dan menatap penumpangnya dari kaca spion sekilas, lalu langsung tancap gas menuju tujuan berikutnya.
Dan alias Daniel terkadang heran, kenapa ia bisa menjadi sahabat dekat pemuda di belakangnya? Bahkan mereka kerap kali bercerita tentang keluh kesah kehidupan di distrik ini. Daniel sering bercerita tentang kesibukan pekerjaan-pekerjaannya dan Jim bercerita tentang honey bunny cantik yang suka memerhatikannya saat sedang berjaga di pantai—oke, itu bahkan bukan suatu hal buruk.
"Oi, terlewat kiosnya!" Jim menepuk pundak Daniel tiba-tiba. Mereka telah melewati beberapa jalan besar yang bersebelahan dengan pantai. Tangan Daniel refleks mengerem segera, mundur sedikit dan parkir, lalu mereka berdua turun dari motor memasuki kios es krim tujuan.
...
Daniel kenal dengan Jim sejak mereka berada di satu barak yang sama. Sekarang tahun 2048, berarti sudah 6 tahun yang lalu mereka menjalani masa wajib militer. Daniel memilih selesai wajib militer seperti periode yang telah ditetapkan pemerintah, 4 tahun. Tapi Jim memilih menambah satu tahun wajib militernya, jadi ia selesai tahun 2047.
Soal mengapa bisa menjadi sahabat seperti sekarang, ada kisah konyol di baliknya. Para wajib militer kala itu sedang mengikuti jam makan malam bersama. Kebetulan Daniel duduk di sebelah Jim. Jim yang sudah dikenal di kalangan tentara lainnya sibuk bercengkerama ria sembari menikmati hidangan bersama rekan-rekannya.
Saking semangatnya, epiglotis Jim masih membuka dan makanan yang belum selesai dikunyahnya salah jalur, tersangkut di trakea.
Daniel merasa pengeras suara di sampingnya tiba-tiba menjadi tenang segera menoleh. Jim sepertinya tidak mau hilang muka karena tiba-tiba tersedak, jadi ia terlihat menahan dalam-dalam batuknya lalu batuk berat sekali-dua kali. Raut 'daging ayam sialan!' dengan air mata yang hampir keluar tercetak jelas di wajah Jim yang menunduk.
Ia yang tahu seberapa fatalnya jika tersedak sesuatu yang besar reflek beranjak dari tempat duduknya dan segara memeluk pinggang Jim dari belakang. Kepalan tangannya bergerak menekan di bagian ulu hati. Untungnya tidak butuh banyak waktu untuk melakukan abdominal thrusts itu sampai seonggok gumpalan daging basah keluar dari mulut Jim.
Rekan-rekan Jim yang awalnya masih berbincang ria langsung terdiam melihat aksi Daniel. Jim setelahnya terbatuk beberapa kali sampai ia berhasil mengatur napasnya kembali. Daniel pikir Jim masih tidak mau kelihatan bodoh karena tersedak, jadi ia berkata singkat,
"Aku ... GAY!"
"Apa? Tidak! Barusan aku tersedak dan kawan kita ini menolongku mengeluarkan daging ayam sialan itu," sanggah Jim cepat dan lanjut terbatuk. Sampai saat ini Daniel masih sering menyumpahi mulutnya yang terlalu cepat mengucap sesuatu.
"Oi, kau memikirkan apa?" Tersadar dari kilas balik hidupnya, Daniel menyadari dirinya dan Jim belum memulai topik pembicaraan apapun sampai es krim ketiga Jim habis. Pria ini bisa dibilang penggila dessert, tapi otot-otot di kulit eksotisnya tetap terpajang sempurna di tempatnya.
"Tidak ada. Bagaimana kabar para Honey Bunny-mu?" tanya Daniel setelah satu sendok terakhir es krim pertamanya habis. Sementara pria di depannya baru memulai es krim keempatnya.
"Pamela, Lorraine, Wanda. Kupikir di antara mereka pasti ada yang menjadi jodohku, sisanya tidak. Bagaimana dengan pekerjaanmu?"
"Seperti biasa. Akan kupotret beberapa pemandangan pantai lalu menjualnya di situs web. Besok bekerja seperti biasa di café. Aku mungkin akan menulis sebuah artikel juga, hanya tinggal menentukan kontennya."
Lalu seorang android berambut pirang datang ke meja tempat mereka duduk. Tangan mekanisnya bergerak menyerahkan bon es krim yang mereka pesan. Dari sela-sela kulit logamnya terpancar cahaya kebiruan. Di bawah 'mata' bagian kanannya terdapat sebuah barcode dan nomor model robot semi-humanoid itu.
"Totalnya 30 Frypto untuk 5 es krim," ucap android itu. Jika Daniel perhatikan lagi, sebuah android bisa saja menjadi 'Manusia' jika saja para ilmuwan itu menambahkan perasaan dan menghilangkan segala ciri-ciri mesinnya.
"Ini, uang pas. Terima kasih." Jim menyerahkan beberapa lembar uang kertas dari dompet dan android itu menerimanya, lalu berbalik menuju kasir.
"Astaga, kalau android itu adalah manusia, aku pasti akan mengajaknya berkencan. Baik, penurut, cantik pula," lanjut Jim. Ia bertopang dagu menatap robot wanita tadi di tengah-tengah kios es krim yang mulai ramai. Beberapa pengunjung pantai terlihat melewati pintu masuk.
"Anakmu akan jadi cyborg nanti. Ngomong-ngomong, ada jadwal berjaga di pantai hari ini?" tanya Daniel.
"Seharusnya tidak. Tapi Joe akan menjenguk neneknya tengah hari nanti jadi aku menggantikannya berjaga sebentar." Tangan penjaga pantai itu tampak menyisir rambut pirangnya. Ditambah kaos bernuansa floral dan celana pendek serta aksesoris kalung gigi hiu, gaya bicaranya yang mudah mengakrabkan topik. Tipikal pria ekstrover berpacar banyak
Setelah itu, mereka mengobrol topik pembicaraan ringan lainnya. Di saat waktu hampir tengah hari, Jim berpisah dengan Daniel. Ia pergi menuju pantai dengan berjalan---karena jaraknya tidak jauh---dan Daniel memutuskan untuk menetap di kios sedikit lebih lama.
...
Deru gulungan ombak laut yang dipecah oleh bebatuan terdengar mendominasi di sini. Karena sebagian besar wilayah pantai ramai, jadi Daniel memutuskan untuk memotret pemandangan di bagian barat garis pantai. Sedikit daratan, lebih banyak karang tajam. Jadi sedikit pengunjung, lebih banyak ketenangan.
Sepasang kaki itu berjalan santai di trotoar dekat batuan karang. Kaos putih polosnya bergerak-gerak mengikuti irama angin laut. Tangannya memegang sebuah kamera digital yang baru dibelinya kemarin. Semua suasana ini memberikan kesan tersendiri bagi Daniel. Matanya memejam perlahan membiarkan indera lainnya menajam ketika tidak disengaja badannya bertabrakan dengan seseorang. Yang tertabrak Daniel bahkan sampai terjatuh.
"Hei, perhatikan langkahmu!"
"Eh?! Bagus sekali mulutmu, Daniel Wang!" Setelah umpatan awal dilemparkan untuk orang lain, umpatan itu juga sengaja dilempar ke si pengumpat itu sendiri. Sumpah serapah untuk dirinya terus mengalir dari dalam hati ketika ia melihat yang menabraknya adalah seorang wanita tunanetra. Ia meminta maaf. Posisinya masih terduduk, tangannya tampak meraba-raba permukaan trotoar di sekitarnya, seperti mencari tongkat bantu yang tergelinding tak jauh dari situ.
"Biar kuambil." Daniel segera membantu wanita itu berdiri dan meraih tongkat bantunya. Menyerahkannya, dan meminta maaf atas apa yang telah dikatakan sebelumnya. Ia benar-benar harus melatih tutur kata mulutnya.
"Tak apa. Salahku tidak fokus memerhatikan langkahku." Yang di hadapan Daniel tampak menunduk, mungkin karena selisih tinggi badan mereka yang cukup tinggi. Jika diperhatikan lebih saksama, sebenarnya wanita ini tidak bisa disebut wanita juga, lebih seperti gadis. Melihat garis rahangnya yang tidak terlalu tegas, ditambah ekspresi wajahnya yang tampak tenang dan ramah dengan warna mata hitam-keabuannya
"Ah, aku harus pergi sekarang. Maaf dan selamat tinggal." Gadis itu berlalu meninggalkan Daniel yang terdiam memperhatikannya. Lalu seperti ada sebuah palu transparan yang memukul kepalanya, ia terbayang bagaimana rupa wajah idiotnya di saat memejamkan mata tadi. Ditambah, walaupun ada sedikit pengunjung, tetap saja pasti ada satu-dua orang yang melihat momen memalukan itu. Kenapa tiba-tiba suasananya tadi menjadi dramatis? Duh!
Masih dengan perasaan malu yang menyeruak di tiap sel DNA-nya, Daniel buru-buru meninggalkan tempat itu setelah memotret beberapa pemandangan, kembali ke tempat motornya terparkir, dan mengendarainya pulang menuju apartemen.
.
.
.
tbc.
4/23/2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro