Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Extra Part [1]

"Aku belum pernah melakukannya, Kin," ucap Camila pelan.

Kedua alis Keenan terangkat. "Maksudnya?"

"Aku belum pernah sama sekali."

Keenan semakin tak paham dengan perkataan Camila. "Iya, tapi belum pernah apa?"

Camila menggaruk pelipisnya. Bukan gatal, tapi bingung juga memilih kata-kata yang tepat.

"Kalau orang udah menikah itu, pasti pernah melakukannya, kan," urai Camila yang berharap Keenan bisa cepat menangkap maksudnya.

"Melakukan hubungan suami istri maksud kamu?"

Camila mengangguk. "Iya itu maksud aku."

"Terus?" Keenan bertanya lagi.

"Ya begitu ...."

"Begitu gimana?" Keenan tertawa kecil. Gemas juga melihat pipi Camila yang bersemu merah. "Kamu mau bilang apa sebenarnya?"

Camila memperhatikan sekeliling mereka. Memastikan sekali lagi kalau tak ada orang yang bisa mencuri dengar. Camila melihat ke arah Calila dan ibunya yang sedang berbincang dengan para tamu. Camila sudah bertekad untuk tak ada rahasia lagi di antara dirinya dengan Keenan. Tak mau menyembunyikan apa pun dari Keenan yang sudah mencintainya dengan tulus.

"Waktu aku menikah dengan Dimas, aku belum pernah sama sekali melakukan hubungan badan sama dia." Camila mengatakannya hampir setengah berbisik. Perubahan ekspresi wajah Keenan menandakan kalau apa yang baru saja dikatakannya telah dipahami lelaki itu.

"Sama sekali belum pernah?" tanya Keenan yang tidak menutupi rasa terkejutnya.

Camila mengangguk. Dan Keenan refleks menggelengkan kepala saking herannya.

"Bagaimana bisa kamu sama dia nggak pernah melakukan itu, Mil?"

"Dia bohong sama aku, Kin. Dia bilang kalau dia impoten." Camila tersenyum miris. "Dua tahun aku hidup dalam kebohongan. Bodoh banget, kan, aku?"

Rasa kesal dan geram pada Dimas semakin menggumpal dalam benak Keenan. Bisa-bisanya Dimas mempermainkan pernikahan. Keenan merasa sedih sekaligus tak terima dengan perlakuan yang didapat Camila. Jemari Camila lalu dirangkum dalam genggaman Keenan.

"Kamu nggak bodoh," kata Keenan lembut. Pandangannya menatap langsung pada netra Camila. "Tapi dia yang bodoh karena udah menyia-nyiakan kamu."

Keenan lalu membawa genggaman tangan mereka berdua lebih dekat ke dadanya. "Ada aku buat kamu."

Camila tersenyum. Hatinya seolah menghangat sekarang. Cerita Camila berlanjut pada kehidupannya saat bersama Dimas. Ia berusaha menjelaskan apa adanya. Utuh tanpa ada yang ia coba sembunyikan. Keterbukaannya ini ia lakukan untuk menghargai Keenan.

"Terima kasih karena kamu udah mau ceritain itu semua sama aku," ujar Keenan. Ia lalu mengecup punggung tangan Camila yang digenggamnya.

Saat ini, semua terasa ringan bagi Camila. Segala kegundahan maupun beban yang bergelayut di benaknya telah menghilang.

Keenan lalu menatap Camila lekat-lekat, "Jadi rencananya kapan kita bisa nikah?"

•••
 

Dua bulan kemudian ...

"Mau mandi sekarang, Kin?"

Keenan yang baru saja membuka gorden kamar lalu menengok ke arah Camila, yang sedang membongkar isi koper.

"Nanti aja. Kamu mau mandi?" Keenan balik bertanya.

Camila mengangguk. "Kalau gitu aku mandi duluan, ya."

Keenan memperhatikan Camila hingga menghilang di balik pintu kamar mandi. Setelahnya, Keenan berjalan mondar-mandir sambil menghela napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Jujur, ia dilanda gugup sekarang. Malam ini adalah malam pertama bersama wanita tercintanya, yang baru tadi pagi ia nikahi.

Ia kemudian menggeser pintu yang sepenuhnya kaca. Beranjak ke area outdoor, yang menjadi fasilitas tambahan dari kamar ini. Memberikan pemandangan alam yang sayangnya tidak bisa dilihat jelas di malam hari. Namun, sangat mendukung untuk suasana serba romantis.

Selesai resepsi, Keenan dan Camila langsung terbang ke Bali untuk berbulan madu. Keenan sendiri yang merencanakan dan memilih penginapan. Ia ingin Camila merasa puas dan senang. Sehingga ia memilih resor paling mewah di daerah Ubud. Sebuah resor di area terpencil, jauh dari keramaian, yang bisa menyajikan suasana intim untuk mereka berdua.

Wajar kalau Keenan butuh menghirup udara banyak-banyak, demi menormalkan detak jantungnya yang sedikit menggebu. Keenan bersemangat menyambut malam ini, tapi sekaligus malu kalau membayangkan apa yang akan dilakukannya.

Apa ia harus memulainya dengan pelukan? Atau dengan ciuman yang dalam?

Keenan jadi pusing sendiri harus merencanakan skenario malam pertamanya. Sesuatu yang benar-benar pertama kali untuknya dan juga Camila. Sehingga Keenan ingin memberikan yang terbaik dari momen sakral tersebut. Kesan yang indah, dalam, dan penuh romantisme. Yang pasti diinginkan Camila.

Suara tonggeret seakan mengejek kegugupan Keenan. Usianya sudah tiga puluh tiga tahun, tapi soal ranjang saja ia takut salah. Keenan berpikir tentang kemungkinan melancarkan aksinya begitu Camila ke luar dari kamar mandi.

Ia menoleh ke sumber suara, begitu mendengar pintu kamar mandi terbuka. Bukannya menghambur ke arah Camila sesuai rencana. Melainkan Keenan tiba-tiba dibuat diam terpaku. Tak bisa berkata-kata dengan apa yang dilihatnya.

Camila sekarang mengenakan gaun tidur tanpa lengan, yang panjangnya tepat di atas lutut. Untuk pertama kalinya Keenan bisa melihat pundak terbuka Camila. Serta belahan dada Camila yang membuatnya harus menelan ludah beberapa kali. Aura sensual seolah sedang mencekik Keenan. Memunculkan rasa penasaran akan sesuatu yang tertutup di balik balutan renda-renda cantik itu.

Mungkin tangannya yang akan bermain di sana, atau bisa juga ditambah kecupan-kecupan kecil penuh tenaga hingga memerah sebagai tanda kepemilikan. Keenan segera menghapus bayangan erotis dalam pikirannya yang sekarang mirip adegan di film biru.

"Keenan," panggil Camila. Namun, Keenan tak menjawab. Matanya terpaku lurus pada Camila. Sehingga Camila akhirnya yang menghampiri sang suami.

"Kamu kenapa, sih?" tanya Camila sambil mengusap rahang Keenan dengan lembut.

Hawa dingin dari telapak tangan Camila, malah membuat kegelisahan Keenan bertambah. Aroma sabun mandi dan apa pun jenis wewangian yang Camila pakai, telah membuat sisi aman dan nafsu Keenan terombang-ambing.

"Aku ...." Keenan tak sanggup mengatakan apa-apa lagi. Napasnya tertahan begitu Camila mendekatkan wajahnya.

Keenan bersyukur atas keindahan ragawi yang ada di hadapannya, tapi tetap berusaha tampak terkontrol. Menahan diri untuk tidak bersikap barbar dengan membawa Camila buru-buru ke pelukannya. Ia berniat melakukannya pelan-pelan dan penuh kelembutan. Ia ingat kalau harus mandi dulu. Jangan sampai bau badannya nanti malah membuat Camila tak nyaman.

"Aku mandi dulu, ya, Mil." Keenan menghindari tangan Camila yang akan menempel di dadanya. Ia hendak kembali ke dalam kamar. Melewatkan tanggapan Camila yang belum sempat terucap.

Namun, kaki Keenan hanya bergerak beberapa langkah saja. Keenan menyadari sesuatu. Ia lalu berbalik dan mendapati Camila menutupi wajahnya dengan tangan.

Ya Tuhan ... apa yang sudah ia lakukan?

•••
 

Kejadian yang sama terulang kembali. Camila merasa diabaikan. Ia teringat saat malam pertamanya dulu dengan Dimas. Tak menyangka, kalau akan mendapatkan perlakuan yang sama lagi sekarang.

Keenan tadi sedang menolaknya, bukan?

Padahal ia sudah berusaha semenarik mungkin untuk Keenan. Memakai gaun tidur yang menunjang tubuhnya dengan baik. Ia berharap Keenan senang melihatnya berpenampilan seperti ini. Akan tetapi, sepertinya Keenan tidak tertarik.

Camila berusaha menahan tangis yang hampir keluar. Ia tak tahu harus bagaimana menyikapi kegagalan malam pertama untuk kedua kalinya.

"Sayang, kamu kenapa?"

Camila kira Keenan sudah masuk ke kamar. Sehingga Camila bergegas memalingkan wajahnya. Agar bulir-bulir air mata yang telanjur jatuh, tidak dilihat Keenan.

Namun, Keenan tidak memberi ruang untuk Camila menyembunyikannya.

"Kamu nangis?" Keenan sangat kaget. "Ada apa? Bilang sama aku."

Camila tersenyum, tapi Keenan tahu kalau itu tak sampai ke matanya. Senyuman yang terpaksa.

"Bukan apa-apa, Kin. Nggak penting," kilah Camila.

Keenan tak percaya begitu saja. "Sayang, nggak mungkin kamu sampai nangis kalau nggak ada apa-apa."

Angin malam meremangkan bulu kuduk Camila, sehingga ia mengusap lengannya dalam rengkuhannya sendiri. Tahu kalau Camila kedinginan, Keenan segera menariknya ke dalam pelukan. Menyalurkan kehangatan yang ia bisa berikan untuk pujaannya.

"Kita sama-sama udah pernah janji. Kalau nggak akan menutupi masalah apa pun," bisik Keenan lalu mencium puncak kepala Camila. "Ada apa? Cerita sama aku."

Sekarang, Camila malah jadi malu sendiri. Sepertinya ia tadi salah menduga tentang sikap Keenan. Camila jadi menertawai pikiran buruknya. Membuat Keenan mengernyit bingung dengan perubahan suasana hati sang istri.

"Tadi aku kira kamu nolak aku," ungkap Camila sambil menunduk.

"Nolak gimana?"

"Aku kira malam pertama kita akan sama seperti malam pertama aku sama Dim---"
 

Keenan cepat membungkam bibir ranum Camila dengan ciuman. Tak membiarkan nama itu disebut di malam yang paling istimewa untuk mereka berdua. Memagutnya dengan lembut. Menyecapi segenap rasa yang sudah tertimbun lama di dalam dirinya.

Bibir Keenan sangat manis. Camila merasakan kelembutan Keenan yang mampu melambungkan sisi sensitifnya sebagai wanita. Ia tak ragu atau malu-malu lagi membalas pagutan Keenan yang menggebu.

Saat mereka berdua sudah melepaskan ciuman pun, satu sama lain mengerti kalau ada ritual yang harus segera dilakukan malam ini. Keenan sudah tak bisa menahan diri lagi. Dengan sigap, ia mengangkat tubuh Camila, dan menggendongnya dalam dekapan dada.

Rancangan skenario malam pertama Keenan telah buyar. Ia tidak lagi memerlukannya. Yang ia perlukan hanya naluri untuk memberi malam terindah bagi Camila dengan segenap cinta yang dimilikinya.

Keenan membaringkan tubuh Camila di atas tempat tidur dengan perlahan, tanpa memutuskan kontak mata darinya. Ia lalu meloloskan kaos dari badan, dan menjatuhkannya sembarangan ke lantai.

Camila sampai mengerjap beberapa kali melihat tubuh atletis Keenan, yang tanpa cela sama sekali. Baru kali ini ia melihat Keenan dalam keadaan seperti ini. Begitupun dengan Keenan yang sejenak bergeming menatap raga di hadapannya. Sangat cantik dan indah.

Keenan meminimalkan jarak wajahnya dengan Camila, kemudian berbisik, "Jangan lagi kamu berpikir kalau aku menolak kamu, Sayang. Karena itu adalah hal yang mustahil."

Camila tahu itu. Keenan akan selalu ada untuknya.

"Kamu adalah cintanya aku. Nggak akan ada yang berubah. Selamanya."

Setelah mengatakannya, Keenan mendaratkan ciumannya lagi. Kelopak bibir Camila terlalu menggoda untuk didiamkan begitu saja.

•••☆•••
 

Akan keluar dari saya yang biasanya sepertinya😁

Jadi tantangan juga sih kalau nanti menulis adegan

Jangan lupa kasih love cerita ini ya

Terima kasih banyak untuk teman-teman pembaca yang sudah memberi dukungan

Sehat selalu ya 😊❤❤

Selengkapnya di Karya Karsa

https://karyakarsa.com/awtyaswuri/cintanya-aku

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro