SAH
Pada tanggal 29 April 2017, suasana tegang dan penuh haru menyelimuti seluruh bagian Masjid Al-Insan. Dengan gagahnya Ibrahim Syahril Gibran mengucapkan Ijab & Qabul dalam satu tarikan napas.
"Saya nikahkan dan kawinkan Ibrahim Syahril Gibran bin Riyadi Syahril Gibran dengan putri saya Raisya Indriana Salsabila binti Reyhan Abdul Malik dengan seperangkat alat salat beserta mas kawin sepuluh gram beserta uang sebesar 29 juta 4 ratus ribu rupiah dibayar tunai," ucap Reyhan lantang.
"Saya terima nikah dan kawinnya Raisya Indriana Salsabila binti Reyhan Abdul Malik dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ucap Ibrahim.
Reyhan tersenyum lega, ia dapat merasakan bahwa lelaki muda di depannya ini benar-benar gugup sekarang. Jabatan tangannya sangat kencang dan sangat dingin. Keringat juga terus bercucuran di dahinya.
"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya Penghulu.
"SAH."
Alhamdulillah.
Untungnya tidak ada adegan seseorang memberhentikan pernikahan ini seperti yang ada di film-film. Terlalu dramatis, kan?
Ibrahim menghembuskan napasnya lega. Terlihat aura bahagia dari semua orang yang hadir menjadi saksi pernikahan Ibrahim dan Raisya. Menjadi saksi atas cinta suci mereka berdua.
"Ca, Ibrahim sudah berhasil mengucapkan kalimat ijab dan qabul, sekarang kamu sudah boleh ke sana," ucap Hummaira.
"Bu, habis ini aku masih boleh sering-sering main ke rumah, kan?" tanya Raisya pelan. Hatinya dirundung perasaan mellow sekarang.
"Tentu boleh dan sangat boleh. Ica kan tetap jadi anak kesayangan Ibu. Sudah jangan sedih dong, kamu harus bahagia, suamimu sudah menunggu di sana," ucap Hummaira sambil memeluk anak tertuanya itu.
Akhirnya Raisya yang dinanti-nanti pun muncul. Raisya dengan balutan gaun serta khimarnya yang membuat dirinya semakin anggun, tak lupa dengan niqabnya yang menutupi wajah cantiknya. Hanya mata Raisya yang kini menunjukkan bahwa Raisya sangat bahagia, benar-benar bahagia. Pancaran dari matanya bahkan mengalahkan indahnya pancaran cahaya intan berlian. Raisya yang berjalan beriringan dengan Hummaira menjadi objek sorotan mata setiap orang yang ada di Masjid Al-Insan sekarang.
Bahkan Ibrahim tak henti-hentinya menatap Raisya dengan tatapan penuh kekaguman dan penuh cinta. Ia sudah berani menatap Raisya dengan terang-terangan sekarang. Dan itu pastinya membuat jantung Ibrahim maupun Raisya berdebar-debar tak karuan. Disambutnya Raisya dengan senyuman yang tulus dari seorang Ibrahim.
"Assalamu'alaikum, Mas Ibrahim," ucap Raisya saat ia sudah sampai tepat di hadapan Ibrahim.
Diambilnya tangan Ibrahim, kemudian diciumnya. Penuh cinta, penuh kasih sayang.
Ibrahim sempat menegang ketika Raisya mencium tangannya. Karena, ini adalah kali pertama mereka berkontak fisik. Kali pertamanya Raisya memegang tangan Ibrahim. Dahulu, boro-boro berkontak fisik, berkontak mata pun mereka tak sanggup.
"Wa'alaikumussalam warahmatullah," balas Ibrahim yang disusul dengan ia mencium kening Raisya cukup lama. Seperti ingin menunjukkan kepada seisi dunia bahwa Raisya kini sudah resmi menjadi kekasih halalnya. Sudah resmi menjadi penggenap imannya.
Kini adalah waktunya untuk bersungkem dengan kedua orang tua. Yang pertama, dengan orang tua Ibrahim.
"Ummi, Abi, maafkan untuk segala kesalahan yang telah saya lakukan. Terima kasih atas segala yang telah kalian berikan dan lakukan untuk saya. Saya sangat beruntung karena terlahir dari keluarga ini. Maaf, saya belum bisa menjadi seperti apa yang kalian mau. Sekali lagi, tolong maafkan dan ridhoi perjalanan kami selanjutnya, Ummi, Abi."
Suasana haru kembali menyelimuti ketika Raisya mengucapkan sepatah kata untuk keluarganya, orang tua Ibrahim, dan tentunya untuk suaminya, Ibrahim.
"Assalamu'alaikum. Ayah, Ibu, adik-adik, maafin segala kesalahan Ica. Ica mau berpesan untuk adik-adik, Rafka dan Kafka, kini kalian yang harus menjaga Ayah dan Ibu. Seiring waktu, usia pun semakin bertambah, kalian harus jadi penopang dalam keluarga kita. Inget selalu pesan kakak, jangan pernah pacaran, kalau sampe kalian diem-diem dan gak ketauan sama kakak, inget, Allah selalu memantau kita semua. Untuk Ayah dan Ibu, maafkan segala kesalahan Ica yang disengaja maupun tidak disengaja, maaf Ica belum bisa menjadi anak yang berbakti kepada kalian, maafkan jika selama ini Ica selalu saja merepotkan dan membuat kalian sedih. Untuk kedua orang tua Raisya yang baru, Ummi Hawa dan Abi Riyadi, Raisya akan berusaha untuk menjadi menantu yang baik untuk kalian berdua, tolong bimbingannya, Ummi, Abi."
Raisya terdiam sejenak sambil menghapus kedua air matanya, sebelum ia kembali melanjutkan perkataannya. Raisya menghadap Ibrahim, kemudian tersenyum tulus, "Dan yang terakhir untuk Mas Ibrahim. Mas, aku akan selalu berada di samping kamu. Dalam keadaan apapun, dan di manapun. Mas, kini kita sudah menjalin status yang sah. Yang in syaa Allah diridhoi-Nya. Aku harap kita bisa saling mengisi dan melengkapi. Mas, aku mencintaimu karena Allah, Lillahi Ta'ala."
Ibrahim tak dapat membalas semua ucapan Raisya itu dengan kata-kata. Speechless. Itu yang ia rasakan kali ini. Rasa bahagianya terlalu memuncak, sehingga untuk berucap saja rasanya tak mampu. Ia tersenyum, senyum yang sangat sumringah. Matanya menyipit, hingga akhirnya mengeluarkan satu tetes air mata. Ibrahim memilih untuk membiarkan air matanya itu mengalir, ia tidak segera menghapusnya, karena Ibrahim lebih memilih untuk menggenggam kedua tangan Raisya, mengecupnya, menyalurkan rasa bahagia yang benar-benar ingin ia sampaikan kepada seisi dunia.
Akhirnya setelah mengecup kedua tangan Raisya yang masih digenggamnya, Ibrahim berkata, "Saya Ibrahim, juga mencintai kamu karena Allah. Saya, Ibrahim, siap membimbing kamu untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warohmah. Saya, Ibrahim, siap menjalani hidup yang baru denganmu, Raisya."
Setelah selesai dengan acara ijab qabul, serta acara sungkem yang berlangsung di Masjid Al-Insan, akhirnya pengantin, keluarga, dan para tamu undangan berjalan beriringan menuju tempat walimah berlangsung, yakni di kediaman Raisya a.k.a sang mempelai wanita.
Mereka tak saling berbicara, karena ketika mereka saling melirik saja, semburat merah langsung terlihat jelas di pipi Ibrahim, begitu pun Raisya yang wajahnya masih tertutup dengan niqabnya.
"Hei, pengantin baru! Tadi di masjid romantis banget, kok sekarang pas duduk berdampingan malah diem-diem saja, sih?" tanya Kafka jahil.
Dia sengaja menggoda kakak tertuanya itu.
"Sssstttt! Sudah sana kamu makan saja! Ibu sama ayah lagi pada makan, memang kalian gak lapar belum makan dari semalam?" tanya Raisya mengalihkan pembicaraan.
Ibrahim tertawa kecil melihat istrinya yang sedang malu-malu itu. "Kamu lucu kalau lagi malu-malu."
Pipi Raisya semakin memanas, di perutnya seperti ada kupu-kupu yang sedang beterbangan, ia benar-benar sedang merasakan jatuh cinta yang sangat memabukkan.
"Mas, gak usah ikutan kayak adik-adik aku, deh," kata Raisya sambil memanyunkan bibir. Pura-pura kesal adalah salah satu trik jitu untuk menghilangkan salah tingkah.
"Sya, kamu laper?" tanya Ibrahim mengalihkan pembicaraan.
"Enggak, kenapa?" Raisya balik bertanya.
"Itu kayaknya perut kamu dari tadi kembang kempis mau makan, deh."
Raisya otomatis langsung menahan napasnya, membuat perutnya menjadi serata mungkin. "Mas, aku tau aku memang buncit, tapi kan gak usah diledekin juga."
Ibrahim tertawa dengan sangat lepasnya, ia tak sadar bahwa ia kini sedang jadi pusat perhatian orang-orang. Ia terlalu gemas dengan sifat Raisya yang ketika ngambek seperti anak kecil itu. "Ha-ha-ha bercanda, Sya. Kamu gak buncit, kok, orang kamu langsing begitu."
Raisya menatap Ibrahim heran, ia merasa ada yang salah dengan ucapan mertuanya waktu itu. Hawwa mengatakan kalau Ibrahim adalah sosok yang kaku, tapi mengapa kenyataannya tak seperti itu? Bahkan dari tadi Raisya selalu melihat Ibrahim menunjukkan senyum lebarnya.
"Sudah, Mas, jangan tertawa terus. Malu dilihat tamu," bisik Raisya.
Ibrahim menurut, ia tutup mulut sekarang, walau di dalam hati ia masih tertawa gemas. Doa demi doa dari para tamu undangan selalu di aamiinkan dalam hati, semoga doa-doa baik dari mereka diijabah oleh-Nya. Semoga jalan Ibrahim dan Raisya ke depannya selalu dalam ridho dan penjagaan-Nya.
*Bersambung*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro