Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ANUGERAH

Akhirnya hari yang ditunggu kedua belah pihak datang juga, tepat jam 13.00 Raisya terus mengobrak-abrik lemari bajunya. Entah, rasanya tidak ada baju yang cocok satupun untuk ia kenakan saat ini.

"Subhanallah, Ca, ini kenapa kamar kamu jadi kayak kapal pecah gini?" tanya Hummaira heran.

Raisya menghentikan aktivitasnya, kemudian menatap Hummaira memelas. "Maaf, Bu, nanti Ica bereskan. Ica bingung, sudah jam 1 tapi Ica belum menemukan baju yang cocok untuk Ica."

Hummaira menggelengkan kepalanya pelan, merasa gemas juga kepada putri sulungnya itu. Padahal gamis yang Raisya punya cocok semua untuk dikenakan. "Kamu itu punya gamis banyak lho Ca, itu semua cocok kok menurut Ibu. Ini hanya pertemuan antar keluarga, belum pestanya, kamu bisa pakai gamis rumahan yang sederhana saja."

"Ya sudah, Bu, maaf aku terlalu berlebihan. Aku hanya nervous  karena sebentar lagi keluarga Mas Ibrahim akan datang. Aku pakai warna ini saja, ya?" tanya Raisya sembari mengangkat gamis berwarna merah muda.

Hummaira mengangguk menyetujui. "Nah, itu cocok sekali denganmu, merah muda kan menandakan kalau orang itu sedang jatuh cinta."

Raisya tertawa kecil. "Ibu ada-ada saja."
"Ibu keluar dulu, ya. Ibu sarankan kamu tetap memakai niqabmu, Ca."

Hummaira keluar dari kamar Raisya, memberi waktu untuk Raisya bersiap sebelum menemui keluarga calon suaminya itu. Raisya mendengarkan omongan Hummaira barusan yaitu untuk mengenakan niqabnya. Matanya selalu gatal untuk terus melihat ke arah jam dinding berwarna putih di sudut atas kamarnya itu. Entah kenapa bagi Raisya saat ini waktu berjalan sangat cepat. Bagaimana tidak, rasanya baru saja jam 1, tiba-tiba jarum jam itu sudah menunjukkan ke angka 2.

"Ca, yuk ke ruang tamu, Ibrahim dan keluarga sudah sampai," ucap Hummaira dari luar kamar Raisya.

"Ya, Bu, sebentar lagi."

Tarik napas, buang, tarik, buang. Hanya itu yang dapat Raisya lakukan guna menetralkan rasa nervous sekaligus rasa bahagia yang kelewat batas.

Dengan modal lafaz basmallah, Raisya mulai melangkah menuju ruang tamu. Dirinya menggunakan gamis berwarna merah muda serta jilbab dan niqab warna senada. Raisya menangkap kehadiran kedua keluarga yang sedang duduk di sofa sambil berbincang akrab.
Tak luput juga dari penglihatan Raisya, Ibrahim yang sedang mengobrol dengan kedua adiknya, Kafka dan Rafka.

Hatinya menghangat, entah kenapa rasanya senang melihat calon suaminya itu sudah dapat akrab dengan keluarganya.

"Assalamu'alaikum, maaf membuat semuanya menunggu," ucap Raisya tak enak hati.

Ia memilih untuk duduk di sebelah Hawwa juga kedua adiknya. Sedangkan Reyhan duduk di kursi solo, berhadapan dengan Riyadi yang juga duduk di bangku solo.

"Gak apa-apa, Raisya, kami juga baru sampai, kok," jawab Hawwa ramah.

Dimulailah perbicangan awal, sebelum masuk ke tujuan yang sebenarnya. Ibrahim tak henti-hentinya meneguk air minum yang berada di depannya setelah tentunya sudah mendapatkan izin dari sang empunya air tersebut. Rasanya, tenggorokan Ibrahim sangat kering walaupun sudah diisi air tiga gelas.

"Mas, kenapa? Haus atau gerogi?" bisik Rafka yang berada di hadapan Ibrahim.

Ibrahim menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal, malu juga rasanya dipergoki oleh calon adik ipar sendiri. "Iya, haus ini," balasnya yang ikut berbisik kecil.

"Langsung kita mulai saja ya pembicaraan yang sebenarnya? Saya ba'da ashar ada acara lagi soalnya, untungnya kemarin Raisya menawarkan untuk pindah ke jam 2 ya, memang sudah diberi jalan sama yang di atas," ucap Riyadi.

Reyhan mengangguk. "Oh, iya, tentu. Kita mulai saja untuk mengefesiensikan waktu."
Ibrahim menarik napas panjang,

"Bismillahirrahmannirrahim, jadi kedatangan kami ke sini adalah untuk membicarakan rencana kita selanjutnya yaitu pernikahan. Baik tanggalnya, sampai ke hal-hal yang menyangkut untuk walimahnya. Mungkin itu akan lama, jadi nanti mungkin Abi pamit pulang terlebih dahulu dengan saya, saya serahkan semuanya kepada Ummi juga keluarga Raisya. Tapi kalau untuk tanggalnya, kami tidak mau menunda-nunda, in syaa Allah pekan depan adalah hari- H nya, bagaimana?"

Hummaira terkejut bukan main ketika mendengar usulan hari digelarnya pernikahan. "Minggu depan? Bukannya mengurus untuk acara pesta itu butuh persiapan yang lumayan lama, Him?"

"Sebenarnya Ibrahim sudah menyiapkannya dari kemarin-kemarin, baik itu gedung, MUA, maupun yang lainnya, bisa dibilang sudah 75%. Nanti mungkin tinggal persiapan mahar, juga fitting gaun pengantin dan baju keluarga. Oh, juga masalah makanan, mungkin itu bisa Ibrahim serahkan ke Ummi, juga Ibu Hummaira. Bagaimana?"

Sekarang waktunya Raisya yang terkejut, bagaimana tidak jika ternyata Ibrahim sudah menyiapkan itu semua sendiri. Namun, ia tersenyum dengan keadaan kepalanya yang masih menunduk. Betapa bahagianya Raisya, mengingat bahwa sebentar lagi ia akan resmi menjadi kekasih halal lelaki idamannya itu. Tanpa adanya proses pacaran, yang in syaa Allah menjauhkannya dari fitnah dari dosa zina.

Reyhan tersenyum senang. "Alhamdulillah, lebih cepat lebih baik. Kami sekeluarga sangat senang karena akhirnya anak tertua kami akan menikah dengan Ibrahim, lelaki shalih yang memang sudah dikagumi Raisya dari jauh-jauh hari."

Mata Raisya sontak membulat, jelas karena Reyhan barusan membuka rahasia pribadi Raisya di depan keluarga Ibrahim. Ibrahim pun terkejut mendengarnya, hatinya menghangat karena ternyata cintanya selama ini tak bertepuk sebelah tangan.

"Alhamdulillah kalau memang begitu. Ini semua memang sudah rencana-Nya, rencana indah untuk anak-anak kita. Semoga lancar sampai hari- H, aamiin Allahumma aamiin. Kalau begitu mungkin sekarang saya dan Ibrahim pamit, ya, sudah jam 3 soalnya. Wassalamu'alaikum," pamit Riyadi sambil menyalami seluruh anggota keluarga diikuti Ibrahim.

Akhirnya kini waktunya 'girls time.' Hummaira, Hawwa, dan Raisya sedang berada di kamar Raisya. Mereka membicarakan tentang makanan apa saja yang akan disajikan dalam acara walimahnya, juga gaun pengantin serta mahar.

'Raisya tak butuh mahar apapun, Ummi. Karena dapat menikah dengannya saja sudah membuat Raisya bersyukur dan bahagia sekali.'

Begitulah kata Raisya saat Hawwa menanyakan mahar kepada Raisya. Bahkan Hawwa pun tak sanggup membendung air matanya. Bagaimana tidak, ia sangat bahagia karena Ibrahim tak salah pilih dalam memilih istri. Istri yang dapat menyejukkan mata dan hati, juga tak memberatkan dalam masalah mahar, memang itulah yang diperintahkan Rasul dalam mencari istri.

"Ca, bagaimana kalau makanannya itu gabungan dari makanan favorit kamu sama makanan favorit Ibrahim? Makanan favorit Ibrahim apa, ya, Mi?" tanya Hummaira.

Hawwa berpikir sejenak untuk mengingat makanan favorit anaknya itu. "Hhm, dia suka sapi lada hitam, dia paling lahap dan selalu nambah kalau saya masak itu."

Raisya terkejut, karena makanan favorit calon suaminya itu sama dengan makanan favoritnya. "Serius, Mi? Itu juga makanan favoritku."

Hummaira tertawa kecil. "Nah, bagus berarti kalau makanan favoritnya sama. Berarti sapi lada hitam jadi makanan utama yang harus selalu ada dari pagi sampai acara selesai. Untuk lauk lain nanti tinggal kita sesuaikan saja."

Akhirnya Hummaira pergi keluar dari kamar Raisya, membiarkan Raisya mengobrol dengan calon umminya itu. 

"Jadi ternyata kamu sudah menyukai Ibrahim saat pertama kali kamu melihatnya?" tanya Hawwa histeris saat Raisya menceritakan awal mula ia menyukai putra tunggalnya itu.

Raisya mengangguk ragu. "I-iya, Ummi. Setiap Raisya mendengar suara azannya, hati Raisya selalu damai dan nyaman. Dulu Raisya selalu berkhayal untuk menjadi istrinya, tapi sekarang semua khayalan akan berubah menjadi kenyataan, Mi," ucap Raisya penuh haru.

Tiada hentinya Raisya mengucap syukur. Alhamdulillahirobbil'alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Syukur atas segala nikmat yang telah diberikan dan dipercayakan kepada Raisya. Syukur karena penantiannya selama ini sudah berada di depan mata, pernikahan islami yang dahulu selalu dimimpikan itu hanya tinggal menghitung hari.

Raisya memeluk Hawwa, ia pun sangat bersyukur karena mempunyai calon mertua yang sangat baik seperti Hummaira, ibunya sendiri.

Fabiayyiala Irobbikuma tukadzziban

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

"Sya, asal kamu tahu, Ibrahim pun mempunyai perasaan yang sama seperti kamu sejak pertama kali ia melihatmu. Dia jatuh hati saat hari pertama kamu mengikuti ospek. Sungguh rencana Allah memang indah untuk menyatukan hati kalian berdua. Hingga kalian dapat bersama tanpa kalian berpacaran seperti orang-orang kebanyakan. Memang, jika kita mencintai sesuatu karena Allah, in syaa Allah sesuatu yang kita cintai itu akan diridhoi-Nya."

Hawwa memberi jeda untuk sekadar menghapus air mata yang dari tadi selalu turun tanpa permisi.

"Seperti kalian berdua yang saling mencintai diam-diam, tanpa ada niat untuk saling memberitahu, kalian hanya menyerahkan semua perasaan kepada Sang Rabb. Hingga akhirnya, Dia yang mempertemukan cinta kalian, cinta yang didasari oleh keimanan dan keteguhan pendirian kalian kepada-Nya. Ummi sangat bangga kepada kalian berdua. Beruntungnya Ibrahim mendapat wanita shalihah seperti kamu, pun beruntungnya Ummi karena mendapat menantu seperti Raisya."

Raisya menangis, menangis bahagia di dalam pelukan Hawwa. Saking bahagianya, sampai kata-kata pun sulit untuk ia lontarkan.
Hawwa melonggarkan pelukannya, ia teringat pada suatu misi yang harus dijalankan oleh Raisya.

"Bagaimana? Apa kamu bisa?" tanya Hawwa penuh harap.

Raisya ragu sebentar, namun setelahnya ia mengangguk dengan sangat yakin dan antusias.

"Pasti, aku bisa. Tunggu saja, ya, Ummi?"

Akhirnya Hawwa kembali membawa Raisya ke dalam pelukannya. Ia memang sudah lama mendambakan seorang anak perempuan, dan tak menyangka akan mendapatkan anak perempuan seindah Raisya.

Lagi-lagi satu Firman Allah yang cocok menggambarkan kejadian membahagiakan ini.

Fabiayyiala Irobbikuma tukadzziban

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

*Bersambung*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro