Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ADAKAH CINTA DI HATIMU? (5)


Cerita telah diterbitkan. Telah tersedia dalam bentuk Novel dan Ebook
Dilarang keras playgiat/copypaste dan sejenisnya. Hak cipta terlindungi karena cerita sudah ber-ISBN dan terdaftar di PERPUNAS.
***************


Rinai gerimis yang tengah menari-nari di luaran sana seakan menambah dingin yang menusuk di relung hati Illyana. Sudah pukul dua dini hari tapi mata Illyana masih belum bisa terpejam juga.  Hati Illyana tak karuan rasanya, setelah Diftan merenggut hak nya dengan cara yang diluar dugaannya, kini Illyana merasa sendiri. Illyana tergugu dalam tangisnya.
Illyana beranjak ke kamar mandi. Dibawah guyuran shower Illyana mengeluarkan sesak yang sudah ditahannya sedari tadi. Hatinya menjerit mengingat apa yang sudah Diftan lakukan padanya. 'Memberikan apa yang menjadi hak-nya adalah kewajibanku ya Allah, tapi haruskah dengan cara seperti ini.' jerit Illyana dalam hati.

Illyana terduduk lesu di bawah guyuran air shower, tidak peduli sudah berapa lama ia ada disitu dan tidak peduli tubuhnya sudah menggigil bahkan terlihat pucat, namun ia masih enggan untuk beranjak dari tempat itu.

Diftan mengerjapkan matanya saat tubuhnya merasa dingin. Tidak seperti biasanya, hawa dingin AC begitu menusuk sampai ke tulangnya. Perlahan ia membuka mata saat merasa kepalanya terasa berat sekali. Diftan mengamati tubuhnya yang hanya berbalut selimut itu. Ia segera tergagap bangun saat menyadari tubuh di bawah selimut itu polos tanpa sehelai benangpun. Matanya pun menangkap bercak noda darah yg tertinggal di sprei atas ranjangnya. "Shit!! Apa yang udah aku lakuin!" ucapnya merutuki dirinya sendiri.

Diftan segera bangkit meraih boxer dan kaos dalamnya dan secepat mungkin memakainya. "Illyana," gumamnya saat menyadari Illyana tidak ada disitu.

Diftan mendengar suara rintihan dari dalam kamar mandi. Segera ia mengetuk pintu kamar mandi yang terkunci dari dalam. "Illyana, apa kamu di dalam. Bukalah pintunya," Diftan menggedor pintu kamar mandi dan memanggil-manggil Illyana namun tidak ada sahutan dari dalam.

"Bukalah pintunya Illyana, aku mohon." Diftan mulai merasa kawatir karena masih belum mendengar suara Illyana.

'Braaaaak!!'

Diftan akhirnya mendobrak pintu kamar mandi. Matanya tertegun melihat sosok yang tergeletak tak berdaya di bawah guyuran air shower. "Illyana, heii..buka mata kamu," ucapnya menepuk-nepuk pupi Illyana dengan lembut.  Diftan segera menggendong tubuh basah kuyub istrinya itu dan membaringkannya di ranjang dengan hati-hati. Illyana masih belum membuka matanya juga. 

'Ya Tuhan, apa yang udah aku lakuin sama Illyana,' batin Diftan mengusap kasar wajahnya.

Diftan jadi bingung sendiri dengan keadaan ini. Illyana terlihat semakin pucat dan menggigil, mau tak mau Diftan harus menggantikan pakaian istrinya itu.
Mau minta tolong bik Sum, yang ada nanti malah curiga, suami istri kog masih sungkan. Bukankah seharusnya memang sudah tidak perlu ada yang saling ditutupi satu sama lain. Lagi pula ini tengah malam, bik Sum juga mungkin sedang istirahat. Akhirnya Diftan sendiri yang menggantikan baju Illyana setelah terlebih dahulu mengelap tubuh basah Illyana dengan handuk.

Diftan memandang wajah pucat Illyana dengan rasa bersalah. Tidak seharusnya ia melakukan ini padanya. Meskipun Illyana adalah istrinya dan itu adalah hak-nya, tapi tidak seharusnya Diftan melakukan dalam keadaan setengah mabuk seperti tadi. Sebenarnya Diftan masih sadar dan tidak benar-benar mabuk, tapi karena begitu kuatnya pengaruh dari obat yang telah dicampurkan ke minumannya lah yang membuatnya tidak bisa mengendalikan nafsunya.

"Maafkan aku," ucapnya mengelus pucuk kepala Illyana yang masih terpejam. Setelah menarik selimut untuk menutupi tubuh Illyana, Diftan beranjak keluar kamar dan memilih untuk tidur di kamar Zidan.

Illyana membuka matanya sepeninggal Diftan dari kamar mereka. Sebenarnya Illyana sudah terbangun sajak Diftan menggantikan pakaiannya, namun ia pura-pura masih terpejam karena gugup dan gemetar saat Diftan menyentuh lagi tubuhnya setelah penyatuan yang tidak Illyana harapkan terjadi dalam keadaan seperti itu.
Tangan Illyana bergerak memegang pucuk kepala yang sempat di usap oleh Diftan tadi. 'Adakah Cinta di hatimu untukku Mas,' ucapnya dalam hati sebelum beranjak untuk mandi dan bersiap-siap melaksanakan tahajud.

Sesusai tahajjud dan menunggu waktu subuh, Illyana merasa badannya gemetar dan kepalanya pusing. Illyana memutuskan untuk merebahkan badannya sejenak seusai shalat subuh. Ia benar-benar tidak kuat badannya terasa lemas sekali.

Diftan berkali-kali mencoba memejamkan matanya namun pikirannya tetap tertuju pada Illyana. Masih teringat di pikirannya saat ia dengan paksa mengambil sesuatu yg berharaga milik Illyana. Diftan melirik Zidan yg tengah tidur dengan damainya, dikecupnya kening putra kecilnya itu sebelum ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya karena kepikiran dengan Illyana.

"Illyana," Diftan memekik saat melihat Illyana merintih seperti orang kesakitan di atas ranjang. Diftan memegang kening dan leher istrinya itu dan ternyata terasa panas. Pantas saja Illyana merancau tidak jelas, mungkin karena suhu tubuhnya yang meningkat drastis.
Diftan segera mengambil air hangat dan handuk kecil untuk mengompres Illyana agar panasnya berkurang.

"Ayah," Zidan terlihat memasuki kamar Diftan dan Illyana. "Ayah, Bunda kenapa,?" tanya Zidan dengan polosnya.

"Bunda sakit Sayang,"

"Yeeeeaayy, horeee!!"

Diftan mengernyitkan keningnya saat melihat Zidan yang malah bersorak senang saat tahu Illyana sakit.
"Zidan kog seneng sih Bunda lagi sakit?" tanya Diftan heran.

"Iya Ayah, soalnya kata Zahra teman Zidan kalau Bundanya lagi sakit terus nggak bangun dari tempat tidur itu artinya Zidan mau punya adek Yah,"
Ucapan polos Zidan membuat Diftan salah tingkah seketika. Bagaiman bisa Zidan berpikiran seperti itu. 'Illyana hamil? Nggak nggak mungkin, kami baru melakukannya sekali, apa iya dia nanti bisa hamil.' Diftan malah kepikiran sendiri dengan ucapan Zidan.

"Ayah," panggil Zidan saat melihat ayahnya itu terlihat memikirkan sesuatu.
"Iya Nak,"
"Zidan mau punya adek kan Yah,"

"Eh, itu.."

"Zidan," saat Diftan bingung harus menjawab apa pada Zidan. Illyana tiba-tiba bangun dan memanggil Zidan.

"Bunda, bunda lagi sakit. Kata Ayah sebentar lagi Zidan mau punya adek," kali ini Diftan dibuat terperngah dengan ucapan bocah kecilnya itu. Diftan dengan cepat menoleh Illyana dan menggeleng seoalah menyampaikan, kalau yang dibilang Zidan itu tidak benar.

"Zidan Sayang, Bunda cuma pusing sedikit kpg Nak,"
"Apa itu berarti Zidan nggak jadi punya adek ya Bunda?" Illyana melihat wajah kekecewaan di mata Zidan saat mengucapkan itu.

"Insha Allah Nak, nanti kalau Bunda sudah sehat, Zidan pasti bakal punya adek," ucap Illyana dengan lembut. Illyana pikir tak apalah berbohong sedikit demi menyenangkan Zidan. Padahal dalam hati pun ia merasa bimbang dan kawatir akan bagiamana hubungannya dengan Diftan setelah ini.

"Zidan Sayang, sekarang sarapan dulu ya, habis itu Ayah anter berangkat sekolah."
"Tidak Yah, Zidan di anter sama sopir saja,"
"Memangnya kenapa Nak,?"
"Ayah disini saja nemenin Bunda, kasihan Bunda lagi sakit," Illyana terharu mendegar penuturan bocah lima tahun itu. Bagaimana ia tidak jatuh hati dan dengan gampang menyayanginya kalau Zidan sendiri sangat manis sekali sikapnya pada Illyana. Sangat berbanding terbalik dengan Ayahnya.

Diftan menemani Zidan sarapan dan seusai itu ia berniat membawakan sarapan ke kamar untuk Illyana. Bagaimanapun Illyana bisa sakit seperti ini itu juga gara-gara dia.

"Bik, tolong bikinin bubur ya,"
Seru Diftan pada bik Sum.

"Baik Den, untuk siapa Den buburnya,?" tanya bik Sum kepo, karena setahu dia adennya itu sangat tidak menyukai bubur.

"Untuk istri saya Bik, dia lagi kurang enak badan." jawab Diftan pada bik Sum.

Sepanjang menunggu bubur masak Diftan duduk di kursi dekat dapur. Berkali-kali ia coba merangkai kata untuk mengutarakan permintaan maafnya pada Illyana. Berkali-kali pula ia mengusap wajahnya kasar karena merasa kata yang ia rangkai kurang pas.

"Ini Den, buburnya sudah siap." teguran bik Sum menyadarkan Diftan. Segera ia membawa nampan berisi semangkuk bubur yang masih panas, serta segelas susu hangat dan air putih. Tidak lupa sebelum memasuki kamar Diftan terlihat memasuki ruang kerjanya dan mengambil sesuatu dari dalam tas dokternya yang ternyata sebuah obat anti nyeri dan paracetamol untuk Illyana.

"Aku bawakan bubur, cepatlah makan mumpung masih panas," ucapnya pada Illyana yg masih terbaring.
"Terimakasih Mas, Mas sudah sarapan." tanya Illyana dan Diftan mengangguk sebagai jawaban.

"Minumlah ini setelah makan," Diftan menyerahkan sebungkus kecil obat penghilang nyeri.
"Ini obat apa Mas,?" Illyana yang tidak mengerti pun menanyakan pada Diftan.

Diftan terlihat salah tingkah saat ingin menjawab pertanyaan istrinya itu. "Itu, hmm..itu obat, obat penghilang nyeri untuk--"

"Untuk apa Mas,? Aku hanya merasa pusing saja, tidak ada yang nyeri." jawab Illyana dengan polosnya.

"Sudahlah minum saja setelah ini," Diftan malu kalau harus menjelaskan bahwa itu obat penghilang nyeri setelah mereka berhubungan semalam. Diftan seorang dokter, tentu ia sangat mengerti masalah itu.

Illyana menuruti apa kata suaminya meminum obat yang tadi diberikan padanya. Ia ingin beranjak turun dan mengambil air putih yg memang sudah tandas dari gelasnya. "Awwsh..astagfirullah," rintih Illyana merasa nyeri di bawah inti tubuhnya saat ia ingin melangkah.

"Mau kemana?" tanya Diftan yang kaget mendengar Illyana mengaduh kesakitan.

"Mau ambil air di dapur Mas,"
"Kenapa nggak bilang sih. Sudah tahu sedang sakit."
"Maaf Mas,"
"Sudah tunggu disini saja biar aku yang ambil." Diftan beranjak ke dapur untuk mengambil air minum. Tapi sebelumnya Illayan mendengarnya menggumamkan kata 'tadi saja bilangnya cuma pusing, tidak ada yang nyeri, dasar sok kuat.' ucap Diftan pelan dan sempat terdengar oleh Illyana.

Seulas senyum tersungging di bibir ranum Illayana. "Ya Allah apakah ini hikmah dari kejadian semalam. Apakah cinta itu sudah mulai tumbuh di hati suamiku ya Rabb. Aku akan selalu bersabar menunggunya, sejak ia mengucapkan janji sucinya, sejak saat itu juga aku memutuskan untuk mencintainya. Tidak akan bosan aku meminta kepadamu ya Rabb, selalu berkahi ikatan yang ada diantara kami, limpahkan cinta dan kasih sayangmu untuk keluarga kecil kami." doa Illyana dalam hatinya.

Diftan kembali dengan segelas air di tangannya. Segera ia menyerukan Illyana untuk minum langsung dari tangannya. Hati Illyana berdetak tak karuan saat merasakan hembusan nafas Diftan yg begitu dekat dengannya.

"Apa masih terasa sakit?" tanya Diftan lembut.
"Alhamdulilah sudah mendingan Mas,"
"Maafkan aku!" Semua kata yang sudah dirangkai Diftan seketika hilang semua. Hanya kata maaf yang sanggup ia ucapkan di depan Illyana.

"Tidak Mas, itu sudah menjadi hak kamu sebagai suamiku,"

"Aku benar-benar khilaf semalam."
"Lagipula kita suami istri, Mas halal untul melakukan itu padaku,"
"Aku tahu, tapi caraku salah mendatangimu dengan keadaan seperti itu. Tentu kau tidak mengharapkan ku datangi seperti dalam keadaan semalam kan."

Illyana merasa Diftan tidak perlu meminta maaf padanya. Toh mereka suami istri dan Diftan halal untuknya. Tapi memang cara Diftan yang salah saat mendatangi dan meminta hak-nya.

"Sudahlah Mas, lupakan. Aku tidak marah dan sudah memaafkan Mas Diftan,"

Diftan berdesir mendengar ucapan Illyana yg terdengar sangat tulus itu.

"Istirahatlah, aku mau menjemput Zidan dan setelah itu aku akan ke rumah sakit," ucap Diftan membantu Illyana berbaring kembali dan menyelimutinya.

"Aku pergi dulu,"

"Mas tunggu," Illyana menghentikan langkah Diftan saat akan beranjak dari sisinya. Diraihnya tangan kanan Diftan dan diciumnya dengan lembut punggung tangan itu.

"Hati-hati di jalan Mas, Assalamuallaikum," ucapnya tersenyum pada Diftan.

"Waalaikumsalam," jawab Diftan sesaat setelah tertegun dengan apa yang dilakukan Illyana.

'Suamiku, adakah cinta yang terselip di hatimu untukku walau hanya sedikit saja?. Tidak Mas, aku tidak akan mengeluh, aku akan menunggu sampai cinta itu hadir di hatimu.' batin hati Illyana setelah Diftan beranjak pergi.
~~~~~~~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro