Bab 6. Murid Berprestasi
Wanita itu tersenyum kecil sambil memandang Indra terang-terangan. Satu hal yang Indra bisa pastikan dari sosok wanita ini adalah tatapan matanya yang menatap dirinya penuh minat dan juga Indra tidak suka orang-orang ingin dekat dengannya karena mencari keuntungan.
Sambil mengaduk es tehnya dengan sedotan, wanita itu masih tersenyum.
“Kita satu SMP. Masa kamu gak tahu aku?”
‘Mana aku tahu. Sepuluh kelas sewaktu SMP. Kurang kerjaan sekali aku menghafal wajah tiga ratus murid seangkatan.’ Indra kesal sedangkan wanita itu tidak canggung sama sekali duduk di hadapannya.
“Aku tidak mengenalmu.” Ucap Indra dengan nada suara menekan.
Dari bahasa tubuh wanita itu kini sudah mulai terlihat gusar. Entah apa yang membuatnya berani untuk bersikap sok akrab dengannya saat ini. Ketika Indra sudah menampakkan pertahanan tak kasat mata pada wanita itu untuk segera menjauh, wanita itu tertunduk dan memakan nasi gorengnya sedikit agak cepat.
Indra sudah ingin mengusir wanita itu dan mulutnya terhenti dengan otomatis ketika ponsel di saku celananya bergetar. Dan saat nama Anjarani yang terpampang jelas di layar ponselnya, Indra mengangkat wajahnya dan mengatur sedikit ekspresinya.
Klik
“Halo Ran?”
‘Halo Ndra? Wah gila ya. Rame banget disini! Kamu dimana? Sudah pulang? Aku baru nyampe di SMA 1 ini.’
Telinga Indra sudah seperti akan lepas karena suara bising dan suara Anjarani yang menjadi satu. Anjarani sedikit berteriak jika bicara, Indra berusaha maklum.
“Kemana aja kamu kok baru datang sekarang?” Tanya Indra.
‘Aduh! Maaf, maaf. Duh! Please deh Ndra, ngomong aja kamu dimana biar aku samperin. Rame banget ini suara kamu kedengaran kecil kaya orang kurang makan. Btw kamu belum pulang ke rumah kan?’
Anjarani masih dengan nada setengah berteriak. Indra sudah hampir melayangkan senyum secara cuma-cuma.
“Belum, aku lagi di kantin. Nyusul aja kesini.”
‘Okay.’
Anjarani langsung memutuskan sambungan sepihak. Indra menatap layar ponselnya lagi sebelum matanya melirik wanita yang masih duduk di depannya. Indra sudah bisa menebak wanita itu sedang memperlambat makannya karena Indra akan kedatangan teman.
Indra mendengus kesal.
“Bisakah kamu cepat habiskan makananmu? Temanku akan tiba sebentar lagi.” Tidak peduli dengan kondisi kantin yang mulai ramai, Indra berharap wanita itu segera pergi dari hadapannya.
Wanita itu tampak menatap kesana kemari mencari kursi yang kosong.
“Tidak ada kursi kosong lain disini.” Indra mendengus dalam hati. ‘Aku tidak peduli.’
“Kalau begitu cepat kau habiskan makananmu sebelum temanku datang. Dari awal aku tidak mengizinkanmu untuk mengambil kursi di hadapanku.” Ucap Indra tidak tanggung-tanggung untuk memberikan nada ketus.
Wanita itu pun mengangguk patuh, segera ia menghabiskan makanannya. Wajahnya memerah malu karena Indra yang berkata biasa dengan nada mencemooh mengusir dirinya tanpa menggunakan perkataan yang sedikit halus.
Indra tidak peduli dengan wanita itu yang sudah tersedak sekali dan meminum es tehnya beberapa teguk. Memang suasana kantin sangat ramai mengingat ini jam makan siang.
Drrtttt
“Halo Ran?”
‘Eh kamu yakin nunggu di kantin? Rame banget. Kamu dimana sih?’
Ia awalnya tidak tahu jika suasana kantin yang berisik perlahan sedikit tenang setelah masing-masing perut mendapatkan makanannya masing-masing. Tapi Indra masih tidak sadar jika kakak-kakak seniornya menatap ke satu arah yang sama.
Indra segera melayangkan pandangan ke segala arah dan tertuju pada seorang wanita yang mematung di tempat sambil menempelkan ponsel di telinganya. Ekspresi melongo Anjarani seperti hiburan untuk Indra.
Ia melambaikan tangannya pada Anjarani.
“Arah jam sebelas.” Ucap Indra yang langsung ditangkap jelas oleh Anjarani.
Wanita itu dengan langkah lebar berjalan ke sisi tembok setinggi satu meter yang memisahkan jalan setapak dengan meja-meja kantin.
Ini pertama kalinya Indra melihat seragam sekolah Anjarani. Di hari senin ini, ia tidak memakai seragam putih biru seperti siswa SMP kebanyakan. Tapi ia mengenakan seragam batik khas sekolahnya sewaktu di Lembang.
Rok span berwarna putih dan juga kemeja putih yang dilapisi dengan rompi batik berwarna merah. Anjarani melangkah ke arah Indra dengan langkah lebar.
“Wah gila sih. Ini sekolah apa pelatihan militer? Rame banget.” Omel Anjarani.
“Maklumlah Ran. Namanya juga pendaftaran siswa baru.”
Matanya melirik gelas jeruk peras milik Indra yang ada di atas meja. Tanpa ragu juga ia merebutnya dan menenggaknya sampai habis. Indra sudah mendelik ngeri melihat sosok Anjarani yang barbarnya memang di atas rata-rata.
“Kenapa siang-siang begini baru datang? Habis ngapain aja kamu?” Tanya Indra yang langsung mendapat tatapan kesal dari wanita yang duduk di hadapannya. Anjarani santai saja sambil mengipasi tubuhnya dengan map merah yang ia beli di koperasi sekolah tadi.
“Aku tadi ke SMK Patra Darma, yang deket sama rumah Kak Feri cuma sekolah itu doang. Begitu masuk kesana, lihat-lihat bentar, nyerah aku Ndra. Jurusannya buat anak laki semua! Gila aja aku oprek-oprek mesin motor. Ngengkol motor aja aku gak bisa.” Indra langsung mendengus geli.
Tutur kata Anjarani ini unik sekali. Anjarani kemudian melirik ke arah wanita yang sejak tadi memperhatikannya tanpa berkedip. Ia lalu tersenyum kecil sambil mengamati tulisan kecil di lengan bagian kanannya.
Jika saja wanita itu sedikit menampilkan wajah ramahnya, sudah pasti Anjarani akan menegur sapa dan sedikit berbincang basa-basi. Tapi karena aura tidak menyenangkan yang dilayangkan wanita itu membuat Anjarani tidak ingin berbicara dengannya.
“Ya namanya juga sekolah khusus laki-laki. Emangnya Kak Feri gak ada ngomong sama kamu?” Anjarani langsung menggelengkan kepala santai.
“Aku gak tanya.” Indra langsung saja menggelengkan kepala.
“Yaudah. Udah daftar belum?”
“Ya belum lah Ndra. Aku aja baru datang ini.”
“Yaudah sini aku temenin.”
Indra langsung berdiri dan beranjak pergi bersama Anjarani untuk mendaftar. Melupakan wanita tadi yang masih belum selesai memakan makanannya karena sibuk memperhatikan interaksi mereka. Ia lantas membuang muka sambil memperhatikan mereka berjalan pergi.
“Ck! Kok aku gak pernah tahu Indra deket sama perempuan? Siapa juga cewek tadi? Sok cantik banget!” Ujarnya kesal setengah mati.
Yumna, murid dengan prestasi biasa saja yang selalu terpikat dengan Indra sewaktu mereka satu sekolah. Karena Indra yang terkenal memiliki banyak prestasi, tidak ada yang tidak kenal dengan Indra seantero SMP mereka.
Hampir setiap hari senin nama Indra Dananjaya Yudistira itu disebut di akhir pidato upacara kepala sekolah karena sudah membawa nama harum SMP Pelita di kompetisi cerdas cermat tingkat kota mewakili kota Balikpapan walaupun harus kalah di tingkat provinsi.
Dan Yumna, sangat terpikat dengan Indra. Sayangnya ia sendiri tidak berani mendekati Indra karena Indra tipe cowok yang tidak suka didekati wanita. Ia kesal sekali ketika tahu ia bisa seakrab itu dengan seorang wanita yang ia panggil Rani.
‘Cih! Masih cantikan juga aku!’ Batin Yumna percaya diri.
Melihat senyum dan tawa kecil Indra untuk cewek itu langsung membuatnya cemburu berat.
“Dasar cewek centil!” Maki Yumna.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro