Bab 12. Kabar Buruk
Indra memijat pelipisnya setelah sejak pukul tujuh malam ia berkutat dengan rumus matematika. Karena Anjarani hendak mengajaknya untuk ikut kompetisi, sudah pasti Indra harus ekstra belajar mengingat Anjarani sudah jauh lebih pintar darinya.
“Iya, Indra turun.” Jawab Indra sedikit keras. Ia meraih ponselnya sebelum ia keluar dari kamar untuk makan.
Ketika Indra turun, sudah ada martabak telor kesukaannya disana. Tanpa basa basi Indra mengambil sepotong sebelum ia ke dapur untuk mengambil jus di dalam kulkas.
“Mamah tinggal istirahat gak apa-apa kan?” Indra mengangguk sambil memberikan senyum hangat untuk ibunya.
“Iya, gak apa-apa Mah. Bobok syantik aja, Indra bisa beresin sendiri kok.” Sang ibu tertawa kecil sambil mengusap rambut anaknya yang begitu pengertian.
Dan seperti apa kegiatan Indra? Tentu saja dia makan sambil memainkan ponselnya. Ketika ia membuka Face-ooknya, di berandanya tersempil beberapa foto dari akun Kak Feri. Sudah sejak lama Indra berteman dengan Kak Feri.
Tapi melihat disana ada wajah Anjarani yang sedang cemberut, Indra langsung tertarik untuk mencari tag dari Face*ook Anjarani. Betapa beruntungnya Indra ketika Kak Feri sendiri memberi tag akun Anjarani pada fotonya.
Jempol tangannya dengan secepat kilat menekan nama itu, nama lengkap Anjarani tertera sebagai nama Face*ooknya. Indra langsung melihat arsip foto profilnya, berniat mencari aib Anjarani agar bisa jadi bahan tertawaannya.
Tapi sayang akun Anjarani di private, Indra jadi sulit untuk menemukan foto lain. Terlebih Anjarani tidak memasang foto wajahnya, melainkan hanya foto pemandangan saja. Ia pun langsung menekan add friend tanpa ragu.
Baru beberapa menit Indra mengotak atik akun Anjarani, sebuah pesan langsung menggetarkan perasaan Indra.
‘Eh Ndra? Masih onlen kan kamu?’
“Masih. Kenapa?” Indra membalas pesan dari Anjarani.
‘Aku mau tanya, naik ojek online disini aman gak ya? Aku belum pernah naik ojek online soalnya.’
Indra langsung mendorong piringnya setelah ia menghabiskan makanan di piringnya. Sisa martabak yang masih ada di dalam bungkusan, ia menghabiskannya sendiri sampai puas.
“Memangnya kamu ada dimana? Ngapain kamu malam-malam naik ojek online? Kamu kan lagi jalan sama Kak Feri kan?”
‘Please ya Ndra. Siapa yang kuat jadi obat nyamuk? Mending aku di rumah, rebahan, nonton TV sambil ngunyah kripik.’ Indra tertawa.
“Aku jemput aja gimana? Bahaya malam-malam naik ojek.”
‘Aku bakal rekomendasiin kamu buat jadi tukang ojek langgananku ke Kak Feri. Kamu minta gaji berapa?’
“Enak aja, aku bukan tukang ojek. Jadi mau gak? Aku sekalian keluar juga mau top up game ini.”
‘Yaudahlah, sekalian. Jangan lama-lama ya, bisa mati aku kehabisan darah. Banyak nyamuk soalnya.’
“Iya, iya. Cerewet. Kamu dimana sekarang?”
‘Di parkiran Dandita.’
“Okay, tunggu aja disitu.” Indra segera mencuci piring bekas makanannya kemudian bersiap untuk menjemput Anjarani.
-Restaurant Dandita-
Anjarani sudah beberapa kali menepuk lengannya yang dihinggapi nyamuk karena berdiri di parkiran seorang diri seperti anak hilang. Ia mengutuk kakaknya yang tega meninggalkannya di parkiran seorang diri.
Ini salahnya sendiri juga kenapa Anjarani mengatakan ia mau bergabung dengan teman-teman alumni SDnya. Tapi sayangnya itu hanya alasan Anjarani saja agar Kak Feri mau membiarkannya sendiri. Ia meringis kesal.
Sudah berapa nyamuk yang menghisap darahnya tanpa izin? Dan kenapa juga Indra lama menjemputnya? Anjarani sudah lelah mengomel sendiri dan terdiam sambil berjongkok di pinggir parkiran.
Tidak lama kemudian, Indra pun muncul. Motor matic berwarna hitam dove lengkap dengan helm berwarna hitam juga, ia menunggu di depan Dandito dan kemudian mengeluarkan ponselnya. Anjarani tentu saja menghampiri.
“Lama banget sih!” Omel Anjarani.
“Ck! Yaudah naik. Oh iya! Aku kita ke indomart dulu ya. Aku gak sempat topup game tadi.”
“Iya.” Jawab Anjarani judes, masih kesal sambil memakai helmnya.
Di jalan raya yang cukup ramai, Indra membawa motornya dengan kecepatan sedang. Kemerlapnya lampu dari berbagai toko yang buka di pinggir jalan terlihat cukup nyaman Anjarani pandangi.
Belum lagi dengan ornament lampu yang menghiasi pohon-pohon di pinggir jalan, kelap kelip lampunya semakin menambah indah suasana malam. Anjarani tidak tahu jika naik motor di malam hari bisa membuatnya senyaman ini.
Tak terasa Anjarani mencengkram jaket Indra sedikit kuat. Entah apa yang Anjarani pikirkan ketika rasa nyaman itu sendiri datang dari sosok Indra yang mengantarnya pulang. Tapi tampaknya angin malam yang bertiup sepoi-sepoi di leher Anjarani harus terhenti karena Indra yang mengajaknya ke mini market.
“Bentar ya. Awas jangan kemana-mana.”
“Enak aja aku ditinggal!” Indra menggelengkan kepalanya pasrah saja dan kemudian membiarkan Anjarani ikut masuk ke dalam mini market.
Setelah mereka selesai dengan urusan masing-masing, Indra dan Anjarani menikmati minuman dingin mereka di kursi yang ada di depan mini market. Anjarani sampai membeli dua minuman saking hausnya karena menunggu.
“Eh Ran, kayanya Robby salah paham sama kita.” Dari semua percakapan yang ada, Anjarani paling tidak suka membahas Robby. Ia menghela nafasnya sedikit dramatis sambil memasang ekspresi kesal.
“Mau dia salah paham kek, salah soal kek, salah sambung kek. Bodo amat! Lagian dia udah kaya bakteri tau gak, dimana-mana ada.” Indra melirik Anjarani sekilas.
“Hati-hati Ran sama dia. Tipe laki-laki brengsek, semua ciri-cirinya ada semua di Robby. Belum lagi kakak kelas cewek yang barbar itu juga satu geng dengan Robby.” Anjarani terkejut mendengarnya.
“Oh ya? Kamu tahu darimana Ndra?” Indra tersenyum meremehkan.
“Koneksilah Ran. Aku juga pernah main team bareng sama kakak kelas di game. Jadi sering tukar informasi juga.” Anjarani mengangguk.
“Gak sia-sia juga ya kamu main game Ndra.”
“Sialan!” Anjarani tertawa.
Ia jadi kepikiran tentang kakak kelas yang menjahilinya siang tadi. Itu baru permulaan, mengingat pertama kali mereka membully sudah luar biasa seperti itu. Bagaimana ke depannya? Setidaknya Anjarani harus mulai mempersiapkan diri.
Tiba-tiba saja tangannya mendadak dingin karena mengingat kejadian di masa lalu.
“Aku gak pernah cari masalah duluan ke orang lain Ndra. Apalagi aku gak kenal sama kakak kelas itu. Aneh aja kalo tiba-tiba aku jadi sasaran bullyan mereka.” Indra menenggak minumannya sampai habis.
“Tenang aja kali Ran. Kamu kan jago karate, kalo mereka macam-macam lagi, kasi aja tendangan ala Jet Li. Pakek jurus kungfu mabuk juga oke.” Ingin rasanya Anjarani melemparkan botol mineralnya ke kepala Indra.
“Kakimu duluan yang aku tendang gimana? Kalo ngomong teh suka gak jelas kamu mah. Kesel aing.” Indra tergelak tawa.
“Yaudah, balik yuk. Aku pergi gak izin sama mamahku tadi.”
“Dasar anak mamah!”
-Keesokan harinya-
Indra sungguh datang menjemputnya ketika pagi hari ini hujan mengguyur kota sejak pukul tiga malam tadi. Kini mereka datang ke sekolah bersama, tidak tahu saja jika bencana besar akan menghantam tali pertemanan antara Indra dengan Anjarani.
“Ran! Astaga Ran! Kamu sama Indra dipanggil guru BK!”
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro