Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 7

Adiar menekuni dokumen yang menumpuk di atas meja. Membaca dengan teliti satu per satu isi perjanjian dan persetujuan di dalam dokumen. Ia sanggup duduk berjam-jam untuk memastikan pekerjaannya selesai hari ini juga. Adiar tidak pernah merasa kalau pekerjaan adalah beban, melainkan tanggung jawab yang harus diselesaikan dengan baik. Ia menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya, meneliti angka-angka, membaca beragam pasal, dan melakukan penawaran.

Jabatannya bukan sekedar deretan gelar di belakang nama tapi ada nama perusahaan yang tersemat di bahu. Tidak berat kalau dilakukan dengan benar, tapi juga tidak ringan karenanya tidak bisa dijadikan bahan bercanda. Adiar tidak pernah mengeluh kalau harus lembur berjam-jam, bahkan nyaris lupa untuk pulang. Selama perusahaan membutuhkannya, ia akan selalu siap. Satu hal yang pasti adalah ia hidup sendiri jadi tidak ada yang mencerewetinya soal lembur serta tidak adanya waktu untuk pasangan.

"Apartemenmu itu kaku dan dingin, nggak ada sentuhan tangan perempuan!"

Itu adalah kritikan sang mama yang selalu didengar setiap kali menelepon atau berkirim kabar. Sang mama tidak tahu kalau beberapa hari lalu ranjangnya ditiduri seorang perempuan dan harus diakui, aroma yang tertinggal di atas sprei, selimut, serta sarung bantal memang menarik. Campuran wangi bunga yang menyenangkan untuk dihirup. Sampai hari ini ia tidak mengganti barang-barang yang sudah digunakan Cila. Melarang maid yang disewa untuk mengganti karena masih ingin menikmati aroma yang tertinggal lebih lama. Setiap kali menghirupnya, gairah Adiar berkobar.

Mengingat kulit halus, bibir yang mengatup, keringat yang mengucur dan membasahi tubuh, serta erangan saat tubuh keduanya bersatu, Adiar terpacu dalam hasrat yang memabukkan.

"Ah, sialan!"

Adiar memaki keras, mendadak teringat akan tubuh telanjang Cila dan membuatnya hilang konsentrasi. Ia menghela napas panjang, hari masih pagi dan banyak hal harus dilakukan. Tidak semestinya tergoda akan kenangan erotis yang bercokol di otak. Adiar mengusap-usap selangkangannya agar tidak menegang. Ketukan di pintu membuatnya bergegas mengambil air dan meneguk untuk menghilangkan dahaga yang tidak ada hubungannya cuaca.

"Ya, Tria!"

Tria adalah perempuan pertengahan dua puluhan yang menjadi sekretaris Adiar. Perempuan berkacamata itu tersenyum saat melangkah cepat mendekati meja Adiar.

"Pak Adiar, diminta ke ruangan direktur sekarang."

Adiar bangkit dari kursi. "Tria, tolong kamu atur lagi laporan keuangan yang bulan ini. Sepertinya ada beberapa hari yang kurang."

"Baik, Pak."

Tanpa memakai jas, Adiar meninggalkan ruangannya menuju ke ruang direktur yang ada di ujung lorong. Seorang asisten laki-laki membantu Adiar membuka pintu.

"Pak Haven memanggil saya?" tanya Adiar.

Haven mengangguk, menunjuk sofa. "Duduklah sebentar. Aku sedang membujuk Alika."

Adiar duduk di seofa, tersenyum saat mendengar suara Haven yang lembut merayu.

"Iya, Sayang. Papi nanti beliin kamu aja. Apa? Mau iphone dari Kak Baskara? Nggak boleh! Alika, nanti aja kita ngobrol lagi kalau papi pulang, ya, Sayang. Iyaa, salam buat Mami, ya. Jangan nakal."

Selesai menelepon Haven meletakan ponsel dan duduk di depan Adiar. "Anakku mau ulang tahun Minggu depan dan merengek ingin hape. Entah ide siapa, Baskara ingin memberinya iphone terbaru. Ckckck, Baskara dan Cila itu terlalu memanjakan Alika."

Adiar tergelak mendengar gumaman Haven. Siapa pun yang dekat dengan Alika tidak tahan untuk tidak memanjakan anak perempuan yang cantik itu. Dirinya pun sama.

"Mau dirayakan, Pak?"

Haven menggeleng. "Nggak, hanya acara makan-makan biasa. Kamu harus datang, jangan bawa kado mahal! Nanti anakku manja."

Lagi-lagi Adiar tergelak, karena Haven bisa menebak isi pikirannya. Ia memang berniat membelikan Alika gelang atau semacamnya dari berlian. Tapi sepertinya bukan ide bagus karena Haven melarang.

"Baiklah, Pak. Nanti saya belikan jepitan rambut saja."

"Nah, itu lebih bagus."

Adiar mendesah dengan mimik sedih. "Pasti Alika bilang kalau Om Adiar sangat pelit. Ckckck, padahal saya ingin dikenal sebagai om yang dermawan."

Haven menghela napas panjang. "Semua orang bertindak aneh kalau di depan Alika."

"Nggak ada yang bisa menolak pesona Alika, Pak."

"Kamu benar, dia memang menggemaskan. Oh ya, kamu sudah pelajari proposal dari PT. Jalakarya dan PT. Arthamas?"

"Sedang saya pelajari, Pak."

"Aku memberi mereka waktu dua Minggu untuk mempelajari keadaan dan juga kelengkapan dokumen. Beri aku jawaban dan kita harus meeting lebih dulu sebelum bertemu mereka."

"Baik, Pak. Saya akan segera memberikan jawaban."

Adiar adalah orang kepercayaan Haven saat ini. Satu-satunya orang di kantor yang bisa dikatakan paling dekat dengan Haven. Segal hal menyangkut perusahaan harus melewati persetujuan keduanya. Setelah Dahman yang merupakan orang keuangan dipecat, perusahaan selamat dari badai masalah, maka Haven menaikkan status kepegawaian Adiar. Itu bukan hanya kehormatan bagi Adiar tapi juga tanggung jawab berat di pundak.

"Jangan lupa datang ke acara ulang tahun. Mika dan Alika bisa ngambek kalau kamu absen."

"Siap, Paak! Saya pasti datang."

"Bawa pacar! Mika sempat mengira kamu gay karena nggak pernah deket sama perempuan."

Adiar hampir saja mendengkus mendengar perkataan Haven. Bagaimana bisa Mika mengatakan dirinya gay, kalau belum lama ini ia sudah mengambil perawan Cila? Adiar mendesah dalam hati. Tidak dapat membayangkan reaksi orang-orang kalau tahu dirinya meniduri Cila.

**

Cila bersiap-siap menerima umpatan atau celaan saat Flavia bangkit dari balik meja dan menghampirinya. Pandangan si ketua tim tertuju padanya lekat-lekat, seolah harimau yang sedang mengincar mangsa. Cila menghela napas panjang, tidak peduli apa pun yang terjadi akan menghadapi semua dengan berani. Satu keyakinannya adalah Flavia tidak akan memakannya hidup-hidup. Paling banter menerima makian dan rasa malu, setelah itu keluar dari ruangan ini dengan kepala dan tubuh utuh.

Flavia mendekat, mengusap bahu Cila lalu berbisik. "Awas kalau lo sampai cerita soal tadi malam pada Bu Marta."

Cila terbelalak mendengarnya. "Apa?"

"Soal tadi malam, kami akan membantu lo buat nyimpan rahasia tapi lo juga harus membantu diri lo sendiri agar Bu Marta nggak tahu."

Cila yang kebingungan mundur dua langkah, menatap bergantian pada Flavia, Nilam, dan dua laki-laki di ruangan ini. Mencoba mencerna apa yang terjadi serta maksud dari perkataan Flavia. Setelah memahami semuanya, Cila tanpa sadar tergelak.

"Oh, gue paham sekarang. Kemarin malam kalian ke klub tanpa persetujuan Bu Marta? Hebat sekali kalian!'

"Tutup mulut lo!" bentak Rayi. Laki-laki pirang itu melotot galak. "Lo kagak ngerti apa-apa!"

"Apa yang gue nggak paham? Cara kalian buat dapetin perhatian dari Antonius? Well, gue, sih nggak peduli gimana caranya asal nggak ngerugiin gue. Yang kalian lakukan ke gue itu bukan cuma kurang ajar tapi juga bangsat!"

Semua orang melotot geram mendengar makian Cila. Tidak biasanya Cila berani memantah apalagi memaki mereka. Biasanya Cila akan diam, apa pun yang sudah mereka lakukan. Ternyata kali ini Cila sangat kesal sampai-sampai makian menyembur dari mulutnya.

"Cila! Berani lo maki kita?" tegur Flavia. Wajah cantiknya memerah karena marah. "Lo mau dipecat? Ingat, ya. Lo di sini cuma pesuruh, sekali lagi lo kurang ajar. Jangan salahin kita kalau—"

"Kalau apa? Mau ngadu sama Bu Marta?" gertak Cila balik. Ketakutan sirna dari dalam dirinya. "Sana ngadu! Biar gue bilang sekalian apa yang sudah kalian lakukan ke gue saat di klub. Sayang aja gue nggak ada bukti, kalau nggak gue akan seret kalian ke polisi karena udah ngasih obat perangsang ke minuman gue!"

Flavia bertukar pandang cemas dengan teman-temannya. Ingin membantah perkataan Cila tapi kalah cepat karena ditangkis lebih dulu.

"Kalian ingin dekat Antonius dan tega pakai ngumpanin gue?" Cila mendekati Flavia dan gantian berbisik. "Kenapa nggak pakai tubuh lo, Flavia? Bukannya selama ini lo ngerasa kalau paling cantik di kantor ini? Antonius nggak tertarik sama lo? Biarpun lo dandan menor dan sexy, merendahkan harga diri, dan tetap nggak dilirik? Kasihan lo, ya!"

"Brengsek lo!"

"Kenyataannya lo lebih bengsek. Padahal selama ini gue pikir lo paling baik di antara mereka tapi ternyata cuma topeng. Untuk saja Antonius nggak bisa macam-macam gue. Kalau sampai terjadi hal yang memalukan, gue janji akan uber kemana pun lo pergi dan bunuh lo!"

"Sialan!"

"Ancaman pembunuhan!"

"Panggil polisi!"

Tiga orang lainnya berteriak berisik, Flavia ternganga dan mundur beberapa langkah. Cila menghela napas panjang, lega sudah mengeluarkan unek-uneknya. Ini belum berakhir tapi paling nggak sudah cukup untuk memberi pelajaran pada mereka. Flavia dan yang lainnya harus tahu kalau dirinya tidak akan diam saja, ditindas untuk sesuatu di luar pekerjaan.

"Selama ini gue diam saja kalian suruh-suruh, kalian budakin, kalian tindas, dijadiin keset sekalipun karena mengerti bagian dari pekerjaan. Tapi apa yang terjadi di klub, nggak ada hubungannya sama pekerjaan. Sekali lagi kalian ulangi, gue nggak akan tinggal diam! Untuk kalian tahu, gue siap keluar dari kantor ini demi harga diri gue. Tunggu Bu Marta datang, gue akan bilang sama beliau."

"Menungguku datang untuk apa, Cila?"

Marta muncul dengan sekretarisnya, menatap Cila heran.

"Selamat pagi, Bu!" sapa Cila sambil tersenyum. "Saya ingin mengatakan sesuatu pada Bu Marta."

"Soal penting nggak? Kalau nggak mending ditunda aja. Aku mau kamu bantu aku untuk cek bahan di gudang. Sekarang, ya, Cila."

"Iya, Bu. Saya ke gudang sekarang."

"Cila, mulai sekarang kamu nggak perlu kerja di ruangan ini lagi. Ikut di ruanganku, jadi tukang bantu-bantu. Mau nggak?"

Tawaran Marta membuat Cila tercengang, entah apa yang terjadi tapi ini adalah hal yang bagus. Akhirnya ia terbebas dari Flavia dan yang lainnya. Selama ini sudah menahan sabar menghadapi mereka.

"Baik, Buu! Terima kasih!"

Marta masuk ke ruangannya, Cila membalikkan tubuh dan berlari ke gudang sambil bersenandung gembira. Flavia menghenyakkan diri di kursi dengan muram, mengangkat tangan pada Rayi yang hendak mengajaknya bicara. Saat ini, moodnya hancur gara-gara Cila. Gadis sialan itu berhasil membalikkan situasi dan membuatnya sangat kesal.
.
.
.
.
Di Karyakarsa part Cila dan Adiar malam ini ending. Diganti part Baskara yang tak kalah hot.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro