Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 4

Cila membuka mata, setelah berjuang menahan gairah sepanjang perjalanan. Ia merasa sangat tidak nyaman hingga tanpa sadar mendesah. Tangannya mengusap-usap paha, ingin sekali mengambil sesuatu yang akan membantunya mencapai orgasme. Rasa malu pada Adiar yang menahan niatnya. Pengaruh obat sialan itu benar-benar merusak pikiran dan juga norma yang selama ini tertanam dalam diri.

Ia mengamati lingkungan sekitar dari balik kaca saat mobil memasuki area parkir gedung tinggi. Malam belum berlalu, masih gelap dan mengandalkan lampu untuk penerangan. Cila menatap jam di dasbord mobil, Adiar menghentikan kendaraan di basement dan mengajak Cila turun.

"Di mana ini?

"Apartemenku. Di sini kamu aman dari pada hotel."

Cila mengikuti langkah Adiar dengan bingung. Memang dirinya aman dari kejahatan tapi tidak dengan asmara membara di tubuhnya. Saat tiba di lift, Adiar mengulurkan tangan untuk meremas pinggul Cila.

"Kamu gelisah sekali. Nggak tahan?" bisiknya.

Cila menggigit bibir, mengangguk tanpa kata untuk menyembunyikan rasa malu.

"Tahan dulu, sebentar lagi kita sampai."

Bagaimana ia bisa tahan saat jari Adiar bukan hanya meremas pinggul tapi juga mengusap punggung dan pinggangnya. Ia seolah dijejali obat perangsang sekali lagi karena tindakan Adiar. Cila menghela napas panjang, berjinjit untuk mengecup leher Adiar.

"Tahan, Cila. Ada CCTV di sini."

"Ups."

Cila nyaris melupakan itu, berusaha untuk bersikap normal dengan tubuh berkeringat. Tiba di lantai sembilan, lift membuka. Adiar menggandengnya keluar untuk menyusuri lorong sepi hingga tiba di kamar B903. Sebuah kartu ditempel, pintuk membuka dan secara otomatis lampu menyala. Cila berdiri mengamati ruang tamu yang luas, belum sempat bertanya apakah ada orang lain yang tinggal di sini saat Adiar memeluknya dari belakang.

"Kita ke kamarku!"

Cila menjerit saat tubuhnya diangkat, dibawa masuk ke kamar yang gordennya terbuka. Direbahkan ke atas ranjang dan dicium dengan kuat. Ia terengah, tidak menolak saat gaunnya dilucuti. Adiar pun melakukan hal yang sama, membuka seluruh pakaiannya dan kini telanjang bulat berlutut di sampingnya.

"Aaah, kakimu panjang sekali," ucap Cila dengan suara serak. Mengusap-usap paha Adiar yang berbulu. "Ternyata berbulu juga. Baru tahu aku."

Adiar tersenyum. "Bagaimana kamu tahu aku berbulu atau nggak, sedangkan kita nggak pernah saling buka baju."

"Ah, benar juga."

Pandangan Cila tertuju pada kejantanan yang menegang di antara paha Adiar. Lutut yang ditekuk, membuatnya makin terlihat panjang dan besar. Cila tanpa sadar meneguk ludah. Menyadari kalau bagian tubuh itulah yang membuatnya merintih nikmat.

"Pegang saja, kalau kamu mau."

Cila mengulurkan tangan untuk menyentuh kejantanan Adiar. Mengamati bagaimana bagian tubuh itu makin mengeras di tangannya. Ia mengusap perlahan dari ujung hingga pangkal dan tanpa sadar mendesah.

"Sial! Enaknya tanganmu."

Adiar membuka paha Cila, mengusap vagina yang telanjang. Ia bermain-main di area lembut itu itu tanpa kata. Mereka hanya saling pandang dengan jari menyentuh untuk menjelajah dan memuaskan.

"Aku baru pertama kali begini. Menyentuh penis laki-laki," ucap Cila dengan serak.

"Kalau bukan pengaruh obat, kamu nggak akan gini."

"Memang, Flavia dan teman-teman setimku sialan memang. Bisa-bisanya mereka membiusku untuk ditiduri bule? Biar apaa? Biar design mereka dilirik dan akuu? Hanya umpan nafsu. Sial!"

Adiar menunduk untuk melumat bibir Cila. Jarinya bergerak cepat untuk mengirim getaran gairah ke dalam vagina. Saat ini Cila harus meluapkan rasa marah ke dalam sex agar tidak mengganjal dalam hati. Jari Cila masih tetap memijat penis Adiar dengan lembut dan perlahan.

"Aaargh!"

Kepala Cila terlontar ke belakang, Adiar menghentikan jarinya. Membuka paha Cila lebar-lebar dan melumat bibir. Mereka saling mengulum dengan lengan Cila berada di leher Adiar.

"Siap?" bisik Adiar.

"Yaa."

Cila mengerang saat Adiar kembali memasukinya. Kali ini percintaan lebih lambat, lebih bebas, dan sama menyenangkannya dengan yang pertama. Adiar seakan ingin memberikan kepuasan pada Cila dengan bergerak perlahan tanpa terburu-buru untuk mencapai puncak. Tidak ada orang yang meledek atau menggedor pintu.

"Waah, kamu ketat sekali. Basah, licin, dan menyenangkan," bisik Adiar di telinga Cila. Menunduk untuk menghisap leher dan bahu hingga memerah.

"Kamu juga, aah."

Cila tidak mampu bersuara karena kenikmatan yang menerjangnya bertubi-tubi. Ia mengaitkan kedua kaki di pinggul Adiar dan bergerak seirama.

"Aku juga kenapa?" tanya Adiar.

"Itu, aah."

"Itu apa?"

"Enak. Aaah, berisik sekali kamu!" Cila mencengkeram rahang Adiar dan menutup mulutnya. "Banyak bicara."

Adiar tersenyum kecil, menggerakkan pinggul dengan cepat dan menikmati wajah Cila yang memerah dengan bibir mengeluarkan desahan. Ia sangat suka reaksi polos dari gadis di bawah tubuhnya. Tidak dibuat-buat dan memang Cila sekarang sangat terangsang. Ia menghujam dengan cepat dan dalam, menarik perlahan dan kembali memasuki. Terengah-engah dengan tubuh bersimbah keringat.

Erangan mereka berpadu di kamar yang sepi, tidak ada suara lain hanya desahan dan juga gesekan dari kulit telanjang yang bertemu. Adiar menghentikan gerakannya, menegakkan tubuh lalu membalikkan Cila hingga menelungkup. Menekuk kaki Cila dan mengangkat pinggulnya sebelum kembali memasukinya dari belakang.

"Fuck! Enaknyaa!" desah Adiar dengan emosi yang tertuang di setiap kata. Detik berikutnya ia sadar, menunduk untuk mengecup punggung Cila. "Maaf, aku sulit menahan kata-kata kasar."

Cila mengangguk, terengah-engah di bawah tubuh Adiar. "Nggak apa-apa. Santai saja, aah, aah."

Adiar menarik rambut Cila, mencengkeram bahu dan menghujam cepat. Entah apa yang merasuki keduanya, bercinta seperti dua orang yang kelaparan dan menyantap hidangan di atas meja hingga tak tersisa.

Saat keduanya mencapai puncak, Adiar tergolek lemas di samping Cila. Menatap nanar pada langit-langit kamar. Berusaha bersikap tenang untuk meredakan napas yang tersengal. Gairah meluruh, menjadi satu dengan udara yang perlahan mendingin. Adiar memiringkan tubuh, mengusap punggung Cila yang berbaring membelakanginya.

"Nggak mau mandi?" tanyanya.

Cila menggeleng."Ngantuk sekali."

"Tidur kalau gitu."

Adiar membelai rambut, wajah, dan punggung Cila. Tak lama mendengar dengkuran halus dari bibir Cila. Ia bangkit untuk memakai celana boxer dan menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang Cila. Mematikan lampu sebelum keluar.

Adiar membuka lemari es untuk mencari makanan dan menemukan sekotak sayuran segar berikut sosis dan telur. Ia menggoreng dua telur dan tiga sosis, mengaduk sayuran dengan mayonis dan membawanya ke meja. Makan perlahan untuk menikmati rasa makanan. Perutnya kelaparan karena tidak menyantap makanan berat apa pun dari siang ditambah dengan minum alkohol dan bercinta dua kali dengan Cila. Tenaganya terkuras dan makan cukup membuatnya tenang serta segar kembali.

Selesai mencuci peralatan makan, ia memutuskan untuk merokok di balkon. Menatap halaman apartemen yang dipenuhi kendaraan, pikirannya tertuju pada Cila. Tidak pernah terpikirkan olehnya akan meniduri Cila. Selama ini mereka hanya saling sapa dengan sopan. Setiap kali bertemu di acara tertentu yang diadakan Haven dan Mika, tidak pernah ada obrolan intens. Hanya saling mengangguk dan bertukar senyum seperlunya saja. Adiar bahkan lebih akrab dengan Baskara dari pada Cila.

Ia tidak tahu bagaimana Cila mengkonsumsi obat itu tapi akan mencari tahu besok saat gadis itu terbangun. Segala sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba membuatnya limbung. Selesai merokok, Adiar memeriksa ponsel dan menemukan satu pesan dari mamanya.

"Perjodohan sudah siap. Calon kamu sudah setuju. Mama harap kali ini kamu nggak nolak lagi, Adiar."

Tidak ingin membuat mamanya berpikir macam-macam, Adiar menjawab cepat. "Iya, Mama."

Setelah itu kembali ke kamar dan menyelusup ke dalam selimut. Memeluk Cila yang terlelap dan mulai memejam. Kedamaian yang datang memeluk Adiar dan tak perlu waktu lama, ia pun terlelap.

Setelah tidur selama beberapa jam, Cila merasa segar. Sesuatu yang berat menimpa tubuhnya dan ia menoleh. Adiar masih tertidur dengan lengan memeluk tubuhnya. Kesadaran menghantam Cila disertai rasa panik. Setelah satu malam dipenuhi kegilaan akan sex, kini sedikit kewarasannya kembali. Cila meneguk ludah, berniat untuk keluar dari apartemen Adiar diam-diam. Sayangnya niatnya tidak mudah dilakukan.

"Mau kemana?" tanya Adiar dengan suara serak.

"Ke kamar mandi," jawab Cila. "kamu bukannya tidur?"

"Udah bangun. Dengar kata mandi jadi pingin mandi."

"Eh, gimana?"

Adiar membuka selimut, dalam keadaan telanjang bulat mengangkat tubuh Cila dan membawanya ke kamar mandi. Menyalakan shower dan mendorong mereka ke bawah pancuran air hangat.

"Apa kita mandi barengan?" tanya Cila. Ia tidak pernah melakukan hal seintim ini sebelumnya.

"Biar hemat waktu," jawab Adiar cepat. "Kalau kita saling menggosok tubuh, bukan cuma hemat waktu tapi juga hemat air. Kamu tahu'kan? Biaya tagihan air itu mahal."

Cila tercengang dengan alasan Adiar. Tidak sempat membantah saat rambutnya diberi sampo dan dipijat perlahan. Setelah itu tubuhnya disabuni hingga hingga licin dan dibilas bersih.

"Giliranmu!"

Adiar mengulurkan sampo pada Cila. "Nunduk dikit, nggak nyampai."

Adiar mengikuti apa kata Cila. Berjongkok untuk membiarkan rambutnya dicuci. Setelah itu tubuhnya disabuni. Keduanya saling membilas, membelai tubuh satu sama lain, dan melumat bibir di bawah pancuran air hangat.

Gairah yang mengendap kembali menguar seiring dengan sentuhan. Adiar meremas dada, menghisap puting yang menegang dan terakhir, berlutut dengan satu kaki Cila berada di bahunya lalu mengecup vagina yang basah.

"Aaah!"

Cila tidak dapat menahan teriakan saat dirinya dicumbu dan dipuja, seiring dengan gerakan lidah Adiar yang liar di tubuhnya, erangannya menembus dinding kamar mandi yang dingin dan basah.
.
.
Bab baru akan update malam ini di Karyakarsa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro