Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 14

Cila tidak pernah merasa semalu dan seliar ini, mengangkang di atas wajah laki-laki. Ia diminta untuk terus membuka paha sementara Adiar mengecup dan menjilatinya. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan besarnya gairah yang melanda dirinya sekarang. Lidah Adiar seperti memporak-porandakan kewarasannya. Kecupan serta jilatan membuat tubuh gemetar dengan hisapan yang menyedot tenaga hingga membuat tubuh Cila seolah tidak bersendi.

"Aah, Kaak. Aduuh!"

"Kenapa, Cila? Sukaa?"

"Ya, suka sekali, aah!"

"Nikmati aja."

Cila ingin tetap berdiri, tapi kakinya seakan tidak punya tenaga. Setiap hisapan seperti menyedot energinya. Dalam satu erangan panjang, ia ambruk ke sofa dan terengah.

"Kaak, cukup. Nggak kuat," desahnya.

Adiar tersenyum, mengusap bibir dengan punggung tangan. Membuka kemeja dan celana berikut celana dalam lalu menarik tubuh Cila hingga terlentang dan menindihnya.

"Baru begitu kamu udah bilang nggak sanggup? Kita baru awal saja ini, Cila."

Cila membalas ciuman Adiar dengan tidak kalah panas. Lidah saling membelai, dengan bibir saling menghisap. membuka paha dan merasakan bobot tubuh Adiar di atas tubuhnya. Mendesah saat dadanya diremas lembut.

Ia mengusap punggung yang liat dan kokoh, membelai pinggul dengan pinggang kecil. Menyukai semua bagian tubuh Adiar tanpa terkecuali. Bibir saling melumat, tubuh saling membelit, membuat keduanya terengah-engah di atas sofa.

"Kak, kamu rajin olah raga?" tanya Cila.

"Lumayan, tapi olah raga favoriteku adalah bergerak di atas tubuhmu."

Adiar bangkit dari atas tubuh Cila, menarik sisa lingere yang tersisa. Bahan rapuh dan lembut itu sobek di beberapa tempat, Adiar mencatat dalam hati akan memberikan yang baru untuk Cila.

"Pernah mengoral cowok?" tanya Adiar pada Cila yang mengusap-usap kejatanannya yang menegang.

Cila menggeleng. "Belum, Kak."

"Mau belajar?"

"Ehm, takut kurang mahir."

"Nggak apa-apa, kalau nggak mau. Itu hanya bonus."

Saat Adiar hendak memosisikan lagi di tengah, Cila menahan bahunya. "Kak, ajari aku. Bisakah dicoba?"

"Kamu yakin?"

Cila menggguk sambil menggigit bibir. Kalau Adiar selalu punya cara untuk menyenangkannya, ia tidak boleh egois. Hubungan timbal balik dan setara akan bagus untuk keduanya. Sex yang baik adalah keterbukaan. Meskipun bukan pasangan secara emosi, setidaknya harus ada pengertian dari mereka.

Adiar memosisikan diri di atas selangkangan Cila. "Kamu bisa lakukan perlahan, Cila."

Cila sedikit terbelalak saat melihat apa yang ada di depan matanya. Ia menelan ludah lalu mencoba-coba untuk mengecup.

"Aaah, sial! Cilaa, bukannya kamu baru belajar? Ke-napa lihai begitu?"

Adiar tidak dapat menahan makian dan erangan karena gerakan Cila di area intimnya. Terlalu enak dan nyaman dirasa, membuat Adiar menggelinjang. Secara perlahan rasa panas membuat keringat mengucur dan membasahi sofa. Suara yang mereka dengar hanya bunyi lidah bekerja, erangan serta desahan penuh damba

Cila tanpa sadar tersenyum, cukup bangga dipuji oleh Adiar. Ini memang pengalaman pertama untuknya dan sepertinya tidak buruk. Tidak akan pernah menyangka kalau dirinya sanggup berbuat liar dengan laki-laki padahal tidak pernah punya pengalaman berpacaran sebelumnya.

Adiar jelas berpengalaman, dari gerakan dan belaian di tubuhnya, Cila bisa menilai itu. Adiar sanggup membuatnya menggelinjang hanya dengan satu hisapan di tubuh. Pengalaman itulah yang membuat Adiar memperlakukannya dengan sangat baik dan lembut, mengerti bagaimana membuatnya mencapai kepuasan serta ketagihan. Cila mengakui sangat ketagihan dengan tubuh Adiar.

"Aaah, Kak."

"Ya, Cila. Sekarang?"

"Iya, sekarang."

Adiar menyudahi oralnya, menegakkan tubuh dan kembali menindih Cila. Melumat bibir dengan lembut, menghisap leher serta dada. Memastikan Cila dalam keadaan siap sebelum melakukan penetrasi.

Hujaman pertama membuat keduanya menegang, setelah itu lebih santai dengan Adiar bergerak perlahan. Memenuhi tubuh Cila dengan pentrasi menyenangkan. Tanpa kata, hanya bibir saling menggigit dan mata setengah terpejam.

"Cila, aku selalu bilang kalau kamu enak."

Cila mendesah, menggigit bahu Adiar yang kokoh. "Kamu juga enak, Kak."

"Beneran?"

"Iya."

"Apanya yang enak dari aku?"

"Semuanya, Kak."

"Termasuk ini?"

Adiar bergerak cepat dan Cila terbeliak, menahan panas dari pusat area intimnya. Mereka saling mengisi, bergerak seiraman satu sama lain. Seolah memang diciptakan dengan tubuh tapi satu jiwa.

"Cilaa, Cilaa, ooh!"

Adiar mencengkeram dagu Cila dan melumat bibir. Bergerak makin cepat saat kaki Cila terangkat untuk menjepitnya.

"Siaal! Ketatnya!"

Cila tidak mampu berkata-kata, tubuhnya terlalu panas, gairahnya naik merambat dari ujung kaki sampai kepala. Ia hanya bisa mendesah, merasakan tubuh Adiar yang keluar masuk di tubuhnya.

Adiar menghentikan penetrasi, membalikkan tubuh Cila dan mengangkat paha lalu kembali memasuki. Kali ini dari belakang dengan Cila mengerang panjang.

"Aaah, aaah, aah!"

"Kamu suka, Cila?"

"Yaa, suka, aaah."

"Naah, gerak terus. Aku suka kamu liar seperti ini. Cantik sekali, Cila."

Cila terengah-engah di bawah tubuh Adiar. Kehilangan kendali atas sopan santun serta kewarasan. Hanya bisa mendesiskan hasrat membara yang mengirimkan kenikmatan kuat dalam tubuhnya. Percintaan kali ini jauh lebih hebat dari pada kali lalu saat di mobil. Tanpa rasa takut dengan ruang yang lebih lebar untuk ekplorasi. Saat Adiar mencapai puncak dan tergeletak di sampingnya, Cila tersenyum kecil. Mengusap wajah Adiar yang memerah dan basah oleh keringat.

"Capek, ya?" tanya Cila.

Adiar tersenyum kecil. "Capek dikit tapi enak."

"Ckckck, kasihan sekali. Aku bikin kamu capek. Maaf, ya."

Adiar mendengkus saat Cila terbelalak. Ia merengkuh Cila dalam pelukan. "Jangan nangis kalau malam ini aku bikin kamu terus menerus bergairah."

"Memangnya masih sanggup?"

"Cila, jangan meremehkanku."

Cila hanya berniat menggoda, tapi hasilnya justru luar biasa. Meluluh lantakkan pertahanan dirinya. Sepanjang malam Cila dibuat terus menerus mengerang oleh Adiar. Laki-laki itu punya kreatifitas tinggi, bagaimana membuatnya Cila terangsang tanpa henti.

Setelah di sofa, mereka berpindah ke kamar dan bercinta di sana. Tidak lupa ritual mandi bersama dan di akhiri dengan penetrasi di bawah pancuran. Menjelang tidur, Cila yang tidak henti orgasme, akhirnya berbaring di atas ranjang dengan lemas.

"Capek, Cila?" tanya Adiar sambil memijat-mijat bahu Cila.

"Iya, capek banget."

"Nggak mau sekali lagi?"

"Nggak sanggup, Kak."

"Lah, tadi bilangnya aku yang lemah."

"Oke, aku salah. Aku minta maaf, tapi udah nggak sanggup gerak lagi."

Adiar tersenyum, merengkuh Cila dalam pelukan. Keduanya berbaring di atas ranjang dengan tubuh saling menempel. Menikmati malam yang secara perlahan beranjak menjadi pagi.

"Kamu ada acara apa ke rumah Mika?" tanya Adiar.

"Oh, mau berantem." Cila menjawab setengah mengantuk, menguap berkali-kali dalam pelukan Adiar. "Besok Baskara juga akan datang. Kak, bisa anterin aku sampai gang depan rumah Pak Haven."

"Mau berantem sama siapa, sih?"

"Iyana, siapa lagi? Bukannya perempuan itu datang ke kantor kalian?"

Adiar berdecak lalu menghela napas panjang. Teringat saat Iyana datang ke kantornya dengan penampilan yang memalukan.

"Kamu nggak akan percaya dia pakai apa pas ke kantor kami."

Cila mendongak ingin tahu. "Pakai apa, Kak? Kaos sama denim?"

Adiar menggeleng, wajahnya muram saat berkata tentang Iyana. "Pakai rok mini hitam. Benar-benar mini sampai-sampai pahanya yang menggelambir itu kelihatan."

Cila terbelalak lalu terbahak-bahak. Membayangkan Iyana yang tidak lagi muda memakai rok mini hitam. Iyana memang dari dulu terkenal suka bersolek. Dianugerahi wakah cantik dan tubuh sintal yang membuatnya tetap menarik meskipun tidak lagi muda. Namun, rok mini bukanlah pakaian yang normal untuk seorang perempuan yang berumur lebih dari setengah abad.

"Apa, sih, yang ada di pikirannya?" tanya Cila di antara gelak tawa. "Atasannya apa, Pak?"

"Persis seperti dugaanmu tadi. Kaos yang ketat sekali. Aku termasuk orang yang nggak peduli dengan penampilan orang lain tapi Iyana membuatku geleng kepala."

"Pak Haven sendiri bagaimana?"

Adiar mendesah. "Saat tahu Iyana datang. Pak Haven tidak ingin menemui. Meminta sekretaris untuk mengusir perlahan. Kamu tahu gimana sikap Iyana bukan? Tidak terima dan akhirnya mengamuk! Membuat keributan di lobi. Memaki semua orang termasuk Pak Haven. Yang mengesalkan adalah teriakannya tentang Mika yang dianggap punya utang budi padanya."

"Perempuan nggak tahu maluu!" desis Cila dengan kemarahan terpendam. "Gara-gara dia Mika menderita. Malah membahas balas budi. Aku yakin dia jatuh miskin, makanya berusaha dapat uang."

"Sepertinya begitu. Kamu udah kenal lama dengan Mika, pasti mengerti bagaimana sikap dan sifat Iyana bukan?"

Cila mengangguk. "Paham sekali, Pak."

"Kalau dia mengamuk, apa kalian nggak takut?"

"Nggak ada rasa takut sama sekali. Kami dulu sering membantu Mika mengusirnya kalau datang untuk memaki Bu Sundari. Tenang aja, Pak. Kami sudah biasa ribut."

"Ckckck, semangat yang meluap-luap begini memang menyenangkan dilihat. Akan lebih senang kalau digunakan untuk hal lain bukan?"

Cila mengernyit bingung. "Hal lain apa?"

"Sex misalnya. Kamu pasti belum ngantuk. Dari tadi menggebu-gebu bicara soal Iyana."

"Nggak, kamu salah Kak. Aku ngantuk sekarang!"

"Masaa, kok ini basah?"

Cila mendesah karena jari Adiar yang membelai dan bergerak di area intimnya. Rasa ngantuk dan lelah yang dirasakannya sirna seiring dengan bangkitnya gairah dalam tubuh. Ia memaki dalam hati, tergoda oleh sex hanya dalam satu sentuhan.

"Setan kamu, Kak!" maki Cila sambil membuka paha lebar-lebar.

Adiar tersenyum penuh kemenangan melihat mata Cila yang berkabut gairah. Bibir yang merah dan lembab dengan anak rambut yang menempel di dahi serta pipi. Cila yang seperti sekarang memang sangat memukau.

"Aku memang setan yang akan selalu menggodamu, Cila. Membuat tubuhmu nggak berhenti menggelinjang dan terangsang."

"Aaah, siaal!"

Kali ini Cila yang memaki karena tubuhnya yang dianggap rapuh. Tidak mampu menahan godaan untuk bercinta. Padahal sedari tadi sudah merasa sangat lelah dan mengantuk. Adiar bergerak di atas tubuhnya dengan tatapan mengunci matanya. Cila mengangkat kepala menggigit bahu Adiar dengan keras.

"Aaaw, sakiit sekali, Cila!"

"Biarin! Siapa suruh nggak ngasih aku jeda," protes Cila di antara erangan. Bibirnya memang menggumamkan penolakan tapi tubuhnya menerima tubuh Adiar dengan penh damba dan gairah. Cila merasa tubuh dan bibirnya mengkhianati dirinya. "Aaah."

Adiar bergerak makin semangat seiring dengan desahan Cila. Tak kuasa menahan senyum penuh kemenangan karena belaiannya mampu membuat Cila lupa diri.
.
.
Versi lengkap di google playbook dan Karyakarsa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro