Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 13

Cila berniat datang langsung ke apartemen Adiar tapi dilarang. Adiar bahkan berniat menjemput ke rumah dan ditolak oleh Cila. Ia tidak ingin keluarganya melihat Adiar dan mengajukan banyak pertanyaan. Karena itu sepakat untuk bertemu di halte bis yang tidak jauh dari rumah Cila. Untuk keluar rumah dan menginap, Cila beralasan ada urusan dengan Mika. Tanpa memberitahu secara rinci pada orang tuanya kalau akan menginap di rumah Adiar.

"Kenapa aku harus antar dan jemput kamu di halte. Padahal aku bisa antar jemput langsung depan rumah."

Cila menggeleng dari samping Adiar. "Nggak bisa, Kak. Orang tuaku rempong sekali. Akan banyak pertanyaan kalau laki-laki antar dan jemput aku."

Adiar menoleh dari samping kemudi. "Memangnya kamu nggak pernah bawa cowok ke rumah?"

"Nggak pernah."

"Nggak pernah pacaran?"

"Nggak. Kalau naksir mah ada aja."

Adiar terdiam, sedikit heran di jaman sekarang ada cewek berumur lebih dari dua puluh dan belum berpacaran. Ia teringat akan Mika dan Baskara, sepertinya satu geng memang bukan tipe suka pacaran sembarangan. Baskara sampai sekarang juga tidak punya pacar. Mika justru pacaran sekali lalu menikah. Apakah Cila dan Baskara akan mengikuti jejak Mika?

"Hebat juga kamu nggak pernah pacaran."

Cila menoleh sambil mengedipkan sebelah mata. "Ya, gitulah. Kak Adiar pasti punya banyak pacar."

Adiar menggeleng. "Nggak, hanya satu saja pas kuliah. Setelah itu putus dan nggak pacaran lagi sampai sekarang."

"Kenapa? Masih cinta?"

"Bukan, tapi sibuk kerja. Pacaran akan nguras energi, aku suka sama kamu sekarang ini."

Deg. Cila tanpa sadar meraba dada mendengar perkataan Adiar. "Kenapa?"

"Karena nggak bikin repot. Kita ketemu sesuai janji aja. Nggak ada kewajiban harus ini dan itu. Iya, nggak? Coba kalau pacaran, pasti ribet sekali karena harus sering ngasih kabar dan banyak lagi."

Cila tertawa kecil, mengangguk dengan antusias. Awalnya ia cukup tersanjung dengan perkataan Adiar yang bilang menyukainya. Ternyata berbeda presepsi rasa suka. Tidak masalah kalau hubungan mereka tanpa status, yang terpenting sama-sama suka.

Adiar mengajak makan malam di restoran Perancis. Memesan anggur yang mahal untuk berdua. Di tengah-tengah acara makan, mengeluarkan kotak dan memberikan Cila seuntai gelang berlian yang indah.

"Kenapa beli gelang seindah ini. Pasti mahal harganya," gumam Cila. Berusaha menolak pemberian Adiar.

"Nggak mahal, kok. Gelang ini punya bentuk yang lucu dan warna berlian yang biru cocok sama kamu. Sini, aku bantu pakein."

Adiar menarik paksa tangan Cila dan membantu memakai gelang. Pas di tangan dan berkilau indah saat tertimpa sinar lampu.

"Cocok sama kamu, Cila."

Cila mengamati gelang berlian di tangannya dan mengakui memang cocok di kulitnya. Tidak menyangka kalau Adiar akan memberinya hadiah mewah dan mahal.

"Makasih, Kak. Lain kali nggak usah buang-buang uang untuk hadiah. Aku senang kalau ditraktir."

"Ditraktir udah pasti, antar jemput pun aku siap, tapi hadiah itu kesenangan. Aku punya adik laki-laki yang bisa cari uang sendiri. Orang tuaku pun nggak kekurangan, semua hal bisa dibeli sendiri dan selalu menolak pemberianku. Makanya aku senang kalau kamu mau terima hadiah dariku. Anggap saja kamu membantuku menyalurkan hobi belanja."

"Menyalurkan hobi belanja? Baiklah, aku bisa terima alasanmu, Kak. Lain kali tolong kalau mau buang-buang uang, ingat aku, ya."

Adiar tergelak, mengisi gelas dengan anggur lalu bersulang. Mereka melanjutkan makan sambil mengobrol. Setelah itu memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar taman yang ada di samping restoran. Dengan jari saling menggenggam, melangkah santai di antara orang-orang yang berlalu lalang untuk malam mingguan.

"Udah lama sekali aku nggak keluar malam minggu," desah Cila.

"Kenapa? Bukannya anak seumuranmu suka malam mingguan?"

"Dulu waktu Mika belum menikah, kita emang suka keluar malam minggu. Karaoke, nonton, atau pergi ke tempat-tempat hiburan misalnya nonton konser. Biasanya Baskara yang traktir karena dia lebih kaya dari kami. Setelah Mika menikah, kami jadi jarang ketemu dan nggak pernah lagi malam mingguan. Nggak enak sama Pak Haven."

"Kamu nggak pernah pergi berdua saja sama Baskara?"

"Pernah, palingan makan habis itu pulang lagi. Kurang seru kalau cuma berdua."

Adiar merangkul pundak Cila, berdiri di bawah pohon menikmati pengamen jalanan dengan alat musik serta pengeras suara yang cukup enak didengar. Ada banyak pasangan di taman dan mereka terlihat seperti orang yang sedang berpacaran.

Bukan hanya pasangan saja yang memenuhi taman, beberapa orang datang dengan keluarga mereka. Anak-anak berlarian, dengan makanan di tangan mereka. Suasana sangat menyenangkan diisi dengan tawa, serta dengung para pedagang menjajakan makanan atau pun mainan.

Cila tidak menolak saat Adiar menunduk untuk mengecup puncak kepalanya. Mengusap lembut punggung atau meremas pinggangnya. Tidak ada kecanggungan untuk bersentuhan secara intim, karena sudah saling mengerti satu sama lain. Saat Adiar menangkup punggulnya, Cila berbisik di telinganya.

"Jangan pegang-pegang daerah situ."

"Kenapa memangnya?"

"Takut putus talinya soalnya tipis sekali."

Adiar mengerjap bingung. "Tali apa?"

Cila mengulum senyum, matanya bersinar di bawah remang-remang. "Kamu suruh aku pakai lingere sexy."

"Ah, kamu beneran pakai?"

"Iya, dong. Talinya kecil sekali, makanya takut putus tiba-tiba."

"Kalau gitu kita pulang sekarang!"

"Eh, katanya mau jalan-jalan?"

"Nggak usah. Takut lingere putus talinya."

Cila tergelak, tidak menolak saat dibawa pulang. Sepanjang jalan menuju apartemen, keduanya tidak berhenti saling menggoda dan menyentuh. Satu tangan di setir, sedangkan tangan lain di paha Cila. Adiar menyingkap rok, mengusap-usap paha dan vagina Cila.

"Sial! Benar-benar mini lingeremu. Lihat, nggak nutupin apa pun!"

Cila mendesah, membuka paha lebih lebar agar Adiar lebih leluasa menyentuhnya. Jari laki-laki itu bergerak liar di selangkangannya, membuat Cila menggelinjang. Ia mengulurkan tangan, mengusap-usap celana Adiar dan terengah keras.

"Udah tegang juga ternyata."

Adiar menoleh sebentar. "Sudah dari tadi, terlebih saat kamu bilang soal lingere. Darahku langsung mendidih. Yaa, usap begitu. Pintar sekali kamu, Cila."

Keduanya saling menyiksa diri dengan saling menyentuh dan membelai. Cila tidak peduli kalau vaginannya basah dan hasratnya memuncak karena jari Adiar yang menggodanya. Ia menyingkap rok hingga ke pinggang, dan membuka paha makin lebar.

"Aaah, awas jalanan, Kak."

"Yaa, ini sambil lihat jalanan. Kamu nggak ngerasa kalau aku pelan sekali."

Cila melemparkan kepala, merasa dadanya sakit karena puting yang menegang. Gairah yang tidak tertahankan melandanya. Berharap cepat sampai di apartemen Adiar.

"Bersiaplah, Cila. Aku akan menelanmu bulat-bulat!"

Cila tertawa lirih, menggigit bibir tanpa kata. Ancaman Adiar terdengar sangat sexy dan menyenangkan. Kendaraan memasuki halaman apartemen. Setelah diparkir, Adiar membantu membawa tas besar Cila dan menggandengnya keluar. Mereka saling mengecup dan tidak tahan untuk tidak berpelukan.

Saat lift membuka, beberapa orang sudah di dalam. Keduanya dengan terpaksa menjaga jarak, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, persetubuhan liar dan amoral di dalam lift misalnya.

Saat lift berhenti dan pintu membuka, Adiar meraih jari Cila dan praktis menyeretnya hingga membuat orang-orang yang masih tertinggal di lift bergunjung.

"Kayaknya mereka lagi berantem."

"Semoga ceweknya nggak diapa-apain!"

Cila tertawa mendengarnya, justru datang ke apartemen ini karena berharap diapa-apakan oleh Adiar.

"Mereka kuatir sama aku. Takut kamu apa-apain," goda Cila saat Adiar sibuk membuka pintu.

"Hah, mereka nggak tahu aja kalau aku yang biasa diapa-apain sama kamu."

"Mana ada?"

"Adaa, ini buktinya!"

Adiar membanting pintu hingga menutup, meraih tubuh Cila dan mencengkeram dagu lalu melumat bibirnya dengan panas. Meletakkan dengan sembarang tas yang dibawa ke lantai dan mendorong Cila ke atas sofa. Jarinya bergerak cepat untuk melucuti pakaian Cila. Sementara bibir tetap mengulum serta melumat dengan brutal. Adiar duduk di sofa, mengapit Cila di antara lutut.

"Ya ampun, sexy sekali lingerenya."

Cila tersenyum saat Adiar sibuk memuji dan memuja tubuhnya yang dibalut lingere hitam mini berenda. Celana dalam super tipis dan mungil membalut pinggul serta vagina Cila. Tidak banyak berarti karena ukuran yang kecil membuat kulitnya terlihat dengan jelas. Sedangkan bra, hanya menutupi puting dengan tali diikat di belakang leher.

"Apa sedari tadi putingmu menegang?" tanya Adiar sambil meremas-remas dada Cila.

"Iya, memang, gesekan baju malah bikin tegang," jawab Cila sambil terengah.

"Bagus, aku suka sekali. Sexy dan cantik kamu, Cila."

Adiar mengulum puting yang menegang, menghisap dengan lembut hingga basah dan mengkilat. Jarinya menangkup pinggul Cila dan meremasnya.

"Aaah."

Cila hanya mendesah tanpa kata, mengusap rambut Adiar dengan lembut dan mengecupnya. Gairah yang membumbung tinggi membuat keduanya seolah hilang kendali. Ciuman Adair turun dari dada ke perut, dalam satu kali sentak menanggalkan celana mini Cila dan tersenyum mengusap vagina yang basah.

"Baru potong rambut?"

"Hooh, takut terlalu tebal dan mengangguk," jawab Cila malu-malu. Tidak menyangka kalau hal kecil begini akan dilihat oleh Adiar. Ia malu kalau dibilang memang sengaja berdandan dan membersihkan diri hanya demi sex.

"Bagus, aku suka kalau bersih begini. Buka paha yang lebar, berdiri yang benar dan jangan sampai jatuh."

Adiar merosot dari sofa dan kini memosisikan di bawah Cila. Mengecupi area intim yang basah dan mendengar Cila mengerang panjang.
.
.
Tersedia di google play. Kisah Cika dan Adiar, serta Baskara dan pasangannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro