BAB 1
@taris.sa: Assalamu'alaikum, Kak. Kapan ngadain kajian Anak Muda Produktif lagi? Aku sama temen-temen nungguin banget next kajian, Kak.
@arum_putri: Kak, saya butuh banget ilmu parentingnya. Kapan lagi nih ngadain diskusi khususnya buat orang tua muda kayak saya, Kak.
Saya sangat mengapresiasi komunitas ini, yang memberikan banyak ruang bukan hanya bagi anak muda saja, tetapi juga bagi pasangan muda maupun pasangan lama. Sangat disayangkan sekali tiba-tiba menghilang seperti ini. Saya harap segera Kembali.
@andhika4: Kajian lagi kaaaak
@wnfitia_: Hallo kakak, apa kabaar?
______
Dan masih banyak lagi pesan yang masuk di Instagram Muslim Produktif. Hal itu membuat Zaydan semakin bersedih. Sebab kini, pengurus yang tersisa hanyalah dirinya dan Davin. Kemudian tak lama setelah itu, saat dia asyik scroll Instagram, tiba-tiba muncul sebuah quotes sederhana yang membuat jantungnya berdegup sangat kencang. Terlebih, saat melihat nama siapa yang memposting quotes tersebut.
Kita butuh jeda, kita butuh waktu utuk menjauh sejenak dari semuanya. Untuk menyendiri dan banyak mengevaluasi diri.
Zaydan tersenyum pahit. Perasaannya tidak bisa diungkapkan dan tidak bisa ditebak. Dia sendiri tidak tahu, apakah itu perasaan senang, sedih, atau mungkin kecewa. Wanita itu, Wanita yang memposting quotes indah itu, adalah Wanita yang menghilang tanpa kabar. Dan dia sangat merindukan Wanita itu.
Jika saja pesannya akan dibalas, mungkin sedari dulu dia akan mengirimkan pesan. Namun, nyatanya Wanita itu tidak pernah membuka pesan darinya. Haruskah ia melupakan Wanita itu?
"Zaydan, ikut Abi ngisi kajian di Masjid Al-Fatih, yuk! Sekalian, ajakin Davin buat dokumentasi."
Zaydan terperanjat kaget saat Zain-abinya- tiba-tiba datang mengajaknya pergi.
"Eh, Abi. Siap, Bi. Zaydan ajak Davin dulu sambil siap-siap, ya, Bi," jawabnya.
Zain tersenyum sambil mengangguk.
Lantunan ayat suci Al-Quran itu terdengar sangat indah oleh indera pendengaran Zaydan. Kamar yang meskipun terlihat berantakan itu, tetaplah tempat ternyaman bagi penghuninya untuk membaca dan menghafalkan Al-Quran.
"Siap-siap, Vin. Kita mau ke Masjid Al-Fatih. Nanti di sana kamu dokumentasi, ya," ucap Zaydan yang lantas mencari baju yang cocok untuk acara hari ini.
Davin yang sebelumnya sedang membaca Al-Quran tiba-tiba terdiam saat mendengar nama masjid itu. "Itu masjid di Lembaga Tahfidz Al-Fatih, kan? Yang di kecamatan sebelah?"
"Iya. Memang kenapa?"
Davin Kembali terdiam. Dia ingat, bahwa di sana ada saudara sepupunya yang sedang menghafal sambil mengajar. "Di Lembaga itu ada saudara aku. Namanya Diana. Dan yang aku tahu, ada beberapa pengajar muda juga di sana."
"Terus?" Zaydan bingung.
"Kita bisa ajak mereka buat berkontribusi dan berperan aktif di Muslim Produktif!"
***
Mendadak adalah hal yang tidak disukai oleh hampir semua orang. Itu sering terjadi di dalam banyak hal, termasuk di dalam Lembaga tahfidz yang menjadi tempat Tarissa mengajar. Tanpa kabar apapun sebelumnya, tiba-tiba saja Ustadz Faiq menyuruhnya untuk merapikan aula, menyiapkan kursi untuk pemateri, dan menyediakan makanan. Itu memang bukan masalah yang terlalu besar, tapi yang jadi kendala adalah acaranya akan dilaksanakan satu jam lagi. Tarissa yang saat itu baru saja selesai mengajar siang harus sesegera mungkin mengerahkan teman-temannya agar Bersiap.
"Temen-temen, aku minta tolong banget ya. Andhika sama Fahri bantu siapkan ruangan dan logistik yang diperlukan acara, seperti kursi, meja, sound, dan lainnya. Lalu yang perempuan kita siapin konsumsinya," ucap tarissa dengan nafas yang masih belum teratur sebab berlari. "Maaf ya mendadak."
"Oke. Apa sih, yang nggak buat Tarissa, haha," canda Andhika sambil tertawa jahil, sedangkan Tarissa mendelikkan matanya malas.
Tak lama setelah itu, sebuah mobil berwarna hitam tiba-tiba datang dan parkir di lapangan depan Masjid Al-Fatih. Tarissa mengira, bahwa itu adalah mobil dari Ustadz yang akan menyampaikan materi siang ini. Dia langsung terkesiap dan segera merapikan duduk para jama'ah dan anak-anak yang hadir agar disiplin juga rapi.
"Neneng, aku minta tolong buat rapikan barisan mustami' nya ya. Ustadz Faiq belum ea ra, nggak ada yang nyambut pematerinya. Maaf banget ya, Neng," ucap Tarissa yang terlihat panik.
Neneng tersenyum dan mengacungkan jempolnya. "Oke, siap, Teh."
Tarissa segera berlari menghampiri orang yang baru saja keluar dari mobil hitam itu. Dengan senyuman terbaik dan sikapnya yang ramah, Tarissa mempersilakan mereka untuk masuk ke aula.
"Ustadz Faiqnya dimana, ya?" tanya seorang lelaki paruh baya yang tadi keluar dari tempat pengemudi.
Tarissa tersenyum bingung. Masalahnya, dia tidak tahu kemana perginya Ustadz Faiq. "In syaa Allah, Ustadz Faiq sebentar lagi hadir, Ustadz. Mari, masuk."
Mereka pun masuk ke dalam aula dan duduk di kursi yang sudah disiapkan khusus untuk tamu. Saat dua orang sudah duduk di kursi, satu orang lagi justru malah mengikuti Tarissa pergi keluar aula lagi.
Merasa diikuti, Tarissa merasa risi. "Mohon maaf, Ustadz, apakah ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.
Lelaki yang wajah tenangnya hampir saja meluluhkan hati Tarissa itu tersenyum sangat manis sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Matanya memandang lurus ke arah taman dekat Masjid Al-Fatih.
"Nama saya Zaydan. Jangan panggil Ustadz. Siapa namamu?" tanya Zaydan tanpa menoleh sedikitpun ke arah Tarissa yang sedari tadi menunduk.
Loh, Cuma nanya nama aja? Aku kira dia mau nanyain toilet dimana, batin Tarissa. "Nama aku Tarissa," ucapnya.
Zaydan Kembali tersenyum. "Oke, terima kasih."
"Hah, Cuma itu?" Tarissa mengernyitkan dahinya bingung.
Baru saja Zaydan hendak meninggalkan Tarissa, kemudian ia mengurungkan niatnya untuk melangkah pergi. "Iya. Mau apa lagi? Setidaknya saya tahu nama siapa yang harus saya cari jika suatu saat saya datang Kembali ke tempat indah ini."
"Mau ngapain ke sini lagi?"
"Loh, jutek banget. Kalau saya ke sini lagi buat ngelamar kamu, kamu mau apa?" ucap Zaydan sambil terkekeh, kemudian pergi untuk masuk ke aula dan menghampiri Abinya.
Tarissa tertegun. Saat itu jantungnya berdegup sangat kencang. Lelaki Bernama Zaydan itu sangat lancang sekali. Pasti itu hanya bercanda, pikirnya. Dia kemudian menggelengkan kepalanya cepat. Hampir saja dia larut terlalu dalam oleh kata-kata lelaki yang baru saja dikenalinya itu.
Ustadz Faiq sudah hadir dan duduk beserta tamu yang hadir dengan Ustadz Zain. Ternyata, lelaki Bernama Zaydan tadi itu yang menjadi pembawa acara siang ini. Para ibu-ibu dan bapak-bapak yang biasanya mengantuk, kali ini justru terlihat ceria dan penuh semangat. Pembawaan Zaydan memang sangat totalitas; menyapa para jama'ah dengan lawakan sederhananya, dan menyapa semua anak-anak yang hadir. Semuanya tampak antusias dan ramai, tentu saja semua yang hadir merasa sangat siap untuk menerima materi.
"Pak! Bu! Inget ya, sekali lagi saya ingatkan. Jangan ngantuk ya, Pak, Bu! Hari ini kita akan mendengarkan kajian dengan tema yang luar biasa. Sayang sekali kalau Bapak Ibu melewatkan ini. Nanti di akhir, saya akan bertanya. Nanti ketahuan siapa yang nggak merhatiin. Siap ya, Pak, Bu!" ucap Zaydan dengan penuh keceriaan, membuat bapak dan ibu yang hadir terkekeh mendengarnya.
Neneng menghampiri Tarissa yang saat itu tengah melamun di belakang para jama'ah. "Setelah acara ini selesai, kita semua disuruh kumpul kata Ustadz Faiq."
"Oh, gitu ya? Oke deh, Neng. Makasih banyak ya, infonya," jawab Tarissa.
Tak lama setelah itu, kajian pun selesai. Di aula sana, tinggal Zaydan beserta beberapa peserta kajian yang masih muda. Mereka mengajak Zaydan untuk berfoto. Tidak bisa dipungkiri, bahwa Zaydan memang memiliki wajah yang tampan dan menenangkan siapapun yang melihat. Tarissa yang saat itu tengah membereskan piring-piring bekas konsumsi merasa risi melihatnya.
"Mau saya bantu, Tarissa?"
Pertanyaan sekaligus penawaran itu membuat Tarissa terdiam. Saat ini, di aula hanya ada mereka berdua. Yang lainnya mungkin sudah berkumpul di depan masjid sesuai dengan intruksi sebelumnya. "Saya bisa sendiri."
"Ya sudah. Jangan lama-lama. Kita harus kumpul!" ucap Zaydan yang lantas pergi.
Tarissa menatap tajam i aitu Zaydan yang semakin menjauh. Lelaki itu memang benar-benar, sangat menyebalkan. Tarissa kemudian melanjutkan untuk menyapu aula. Tak lama setelah itu, tiba-tiba ponselnya bergetar, tanda bahwa ada pesan masuk melalui instagramnya.
@muslim_produktif: Saya sudah bilang, kita harus kumpul. Saya tidak punya waktu banyak!!!
Tarissa membulatkan matanya sempurna saat akun yang sudah lama pasif itu tiba-tiba mengiriminya pesan. Dia berpikir mungkin salah sambung, tapi entahlah maksudnya bagaimana.
"Atau mungkin. Eh, tapi mana mungkin. Ah, aku nggak paham!"
#23.04.2023
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro