Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 2b


Intan tersenyum cerah, mengusap lengan anak perempuannya. "Benar katamu. Aduh, anak mama pintar sekali."

Santia mengibaskan rambut ke belakang. "Tentu saja. Apa pun harus kita lakukan bukan hanya demi rumah ini tapi juga untuk mengusir gadis miskin itu. Entah kenapa, dari pertama bertemu aku tidak menyukainya."

"Mama juga tidak pernah suka padanya. Kalau bukan karena Kanita, mana sudi bertukar sapa dengan gadis miskin yang tidak tahu diri."

"Bayi itu bisa kita dapatkan, kita singkirkan gadis miskin itu. Toh, tidak ada yang melindungi mereka. Havana kelihatannya sangat membenci pengasuh itu."

"Havana membenci semua orang. Dia tidak akan peduli pada adik yang tidak diinginkannya."

"Kalau begitu, kerjaan kita sangat mudah, Mama."

Mereka pergi tanpa kata-kata, seperti saat datang tadi. Dakota menatap tamunya yang melesat keluar dengan helaan napas panjang. Panggilan gadis miskin, gadis benalu, dan banyak lagi selalu disematkan padanya hanya karena tinggal di rumah ini. Ia tidak peduli awalnya, cacian mereka tidak akan menyakitinya. Tapi, dengan bayi dalam pelukannya entah kenapa perasaannya menjadi sedikit sendu.

"Leo, Sayang. Bobo yang tenang, tante akan tetap di sisimu selamanya. Leo juga, jangan pergi dari aku, ya?"

Dakota mendendangkan lagu penghiburan untuk bayi dalam dekapan. Mencoba menanggalkan gundah dan kesedihan, serta meyakinkan diri kalau ada bayi yang perlu untuk dilindungi.

**

Satu panggilan dari pengacara membuat Havana yang sedang bekerja, melesat ke kantor laki-laki itu. Sebenarnya ia enggan bertemu karena pasti soal warisan tapi perkataan Otis mengusiknya. Mau tidak mau, ia datang dan mendengarkan laki-laki itu bicara.

"Keadaan sedikit runyam. Perusahaan induk agak kacau balau karena kosong kepempimpian. Bisa dipastikan ada indikasi korupsi dan pegawai yang tidak bekerja dengan benar."

Havana melambaikan tangan. "PT. Rich Jaya Raya, bukan urusanku. Kenapa kamu harus mengatakan semuanya?"

"Havana, tolonglah. Jangan keras kepala! Perusahaan itu membutuhkanmu!"

"Sebagai apa? Direktur? Jangan-jangan, kalian hanya menginginkanku untuk jadi tumbal di sana!"

Otis mengenyakkan diri di sofa, menatap pemuda yang bersikap sangat keras kepala. Ia menunggu hampir sebulan dan Havana sama sekali belum melunak soal warisan. Padahal, perusahaan induk milik Darius sedang membutuhkan pimpinan.

"Aku dengar, perusahaanmu sedang terganggu."

Havana mendesah. "Apa lagi Pak Pengacara?"

"Nggak ada. Aku hanya ingin kamu membuka pikiran dan hatimu. Bayangkan berapa banyak kehidup dari pada pekerjamu yang terselamatkan kalau kamu mengambil alih perusahaan induk. Bukan hanya nasib karyawan perusahaan Rich, tapi juga milikmu. Bukankah kamu berencana memecat puluhan orang? Kamu tega melakukannya? Padahal, sudah ada jalan keluar dari masalahmu."

Havana terdiam, menekuri lantai. Yang dikatakan Otis benar. Dengan dirinya menerima wasiat sang papa, maka banyak nyawa terselamatkan. Ada banyak orang yang menggantungkan nasibnya dari dua perusahaan. Kalau ia tidak berpikir secara logis, maka orang-orang itu akan kehilangan bukan hanya pekerjaan tapi bisa jadi sumber kehidupan mereka. Kalau sampai itu terjadi, pasti dirinya dihaantui rasa bersalah yang teramat sangat.

"Satu lagi yang harus kamu pertimbangkan adalah Leo. Adikmu itu sekarang sedang terancam."

Havana mendongak. "Maksudnya terancam apa?"

"Keberadaannya di rumah itu, harta warisan yang tidak ternilai harganya ada pada diri adikmu. Bayi yang tidak berdosa, tahu apa soal harta? Tapi, banyak orang serakah memanfaatkannya."

Kata-kata Otis membuat Havan mengernyit bingung. "Pak Pengacara, kamu bicara apa, sih? Bisa nggak langsung to the point?"

Otis menghela napas panjang, mencopot kacamatanya. Meraih selembar tisu, ia mengusap ujung pelupuk. "Aku merasa sangat sedih." Suaranya dibuat seberat mungkin, seperti sedang menangis. "Nasib Leo di ujung tanduk. Noman dan Hoshi sudah melayangkan gugatan ke pengadilan."

"Tentang apa?"

"Hak asuh adikmu. Mereka ingin mengasuh Leo."

Havana melontarkan sumpah serapah pada kedua adik sang papa. Dari dulu ia tidak pernah menyukai keduanya dan tidak berubah sampai sekarang. Bukan hanya perusahaan, tapi nasib bayi pun sekarang menjadi pertaruhan dari orang-orang yang serakah karena harta.

"Bajingan mereka!" maki Havana.

Otis menatapnya, kembali mengusap pelupuk mata. "Bayi yang lemah dan tidak berdosa. Sudah kehilangan orang tua, kini jusa harus berpisah dengan satu-satunya orang yang dia cintai. Bisa kamu bayangkan bagaimana nasib Leo kelak? Berada dalam pengasuhan orang-orang yang hanya peduli soal harta."

Havana memikirkan tentang Leonard, adik yang tidak pernah diingikan kehadirannya. Ia memang tidak menyukai istri baru papanya, tapi Leonard memang tidak bersalah. Beberapa kali bertemu, ia bisa melihat kedekatan yang tercipta antara bayi itu dan Dakota. Gadis berkacamata itu dengan sigap merawat dan menjaga Leonard. Bahkan saat pembacaan warisan, Dakota lebih memilih menemani si bayi dari pada harus mendengarkan soal harta. Padahal, dia mendapatkan rumah besar itu beserta isinya.

Kalau benar kedua om-nya melakukan gugatan hak asuh. Bisa dipastikan Dakota akan kalah. Bayi itu akan berada di tangan Hoshi atau Noman, yang jelas-jelas ingin mendapatkan harta dari pada mengasuh Leonard. Hati nurani Havana tergerak , entah kenapa tidak terima kalau sampai hal itu terjadi.

"Pak Otis, menurutmu apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkan bayi itu."

Isak tangis Otis berhenti, menatap Havana lekat-lekat.

"Jangan salah, aku hanya memikirkan soal nasibnya. Itu saja," sanggah Havana.

Otis berusaha menyembunyikan senyuman. Berdehem kecil dan melemparkan tisu bekas ke tong sampah. "Ada dua cara untuk menyelamatkan adikmu dan dua-duanya membutuhkan pengorbananmu."

"Apa itu?"

"Satu, terima jabatan di perusahaan. Buat dirimu berkuasa, dengan begitu pengadilan akan melihat kalau Leonard punya kakak yang mampu merawatanya. Setelah itu, jalan kedua harus dilakukan."

"Oke, jalan kedua itu apa?"

"Pernikahan."

"Apa? Pernikahan siapa?" tanya Havana bingung.

"Kamu dan Dakota."

Havana melongo, menatap Otis dengan tatapan tidak percaya. "Pak, jangan gila."

Otis menggeleng. "Aku sangat waras. Dengarkan penjelasanku. Kalau kamu menikah dengan Dakota, itu adalah posisi kuat untuk menang di pengadilan. Hakim dan jaksa akan mempertimbangkan statsus kalian yang single. Itu bukan suatu keuntungan karena lawan kita adalah keluarga utuh yang harmonis. Menurutmu, kalau kita bertarung di pengadilan untuk memperebutkan hak asuh. Mana yang akan dipilih hakim? Dua orang yang belum menikah atau dua keluarga harmanis? Tanpa memandang kedekatan Leo dengan Dakota, sudah dipastikan kalian akan kalah."

Havana memejam, meresapi perkataan si pengacara. Bagaimana mungkin hanya untuk menyelamatkan seorang bayi, ia harus menikah dengan gadis yang tidak disukainya. Terlebih, gadis itu sangat lugu dan kuno. Bayangan Dakota dengan penampilannya yang sederhana, menguncir rambut, dan berkacamata, membuat Havana tanpa sadar mengerang.

"Menikah? Itu benar-benar ide gila!"

**
Di Karya Karsa sudah bab 7

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro