Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16: Simple Day

.
Kotoha
.


🌷
.

.
Hari entah mengapa semakin berat setelah pertemuan hari itu.

Kini, sadar ataupun tidak, Kotoha benar-benar dibuat pening akan kewajibannya saat ini.

Ditambah lagi dengan sebuah berita yang mengatakan jika semua rahasia korps bocor ke publik, semakin membikin Kotoha semakin ruwet.

Kini, dalam alasan keamanan, Kotoha dengan sengaja membikin sebuah surat khusus untuk Sherly dan Inosuke agar mereka tidak berangkat untuk bertugas sebagai pemburu iblis.

Walhasil, kini kedua saudara itu memulai kebiasaan buruk mereka secara bersama-sama selama dua hari pertama dari hari libur mereka, sebelum pada akhirnya seorang teman dari Inosuke datang untuk tinggal sementara waktu akibat suatu masalah yang menimpanya.

"Jadi, Tanjirou, kau membawa iblis di tas kayumu itu?" suatu pertanyaan yang terlontar dari Kotoha, saat pertama kalinya anak baik itu datang.

"Ya bibi! Aku membawa adikku sendiri, karena dia berbeda dari iblis lainnya." jawabnya tanpa ada keraguan.

"Apa maksudnya berbeda?"

Sherly lantas menjawab, "Nezuko tidak bergantung kepada darah makhluk hidup seperti diriku ibu, dan yang lebih spesial, dia juga tahan terhadap sinar matahari!"

Inosuke lantas ikut menambahkan, "dan fisiknya jauh lebih kuat dari iblis pada umumnya,"

Mendengar semua pernyataan itu, membuat Kotoha secara refleks melihat ke arah Sherly. Mungkin ada benarnya jika Sherly memiliki perbedaan mencolok dari segi fisik, namun melihat kembali kondisi yang dialami Nezuko.

Rasa-rasanya, baik Sherly ataupun Nezuko adalah satu kasus yang sama.

Sama-sama iblis yang terlahir berbeda.

Tanjirou dengan cepat mendapatkan izin untuk menginap dengan berbagai syarat yang setidaknya harus dipenuhi setiap minggunya.
Mulai dari membantu urusan rumah, menjadi asisten kecil untuk Kotoha, dan sekaligus orang yang harus meredakan kenakalan kedua anak kandungnya.

Sementara Nezuko, Kotoha biarkan ia untuk sesuka hati untuk bermain-main, tapi dengan satu syarat untuk tidak melukai manusia.

Dan semuanya, telah dipenuhi oleh kedua saudara tersebut.

Yah, itu artinya mereka boleh tinggal di rumah Kotoha.

...

Di pagi yang cerah, Kotoha secara buru-buru harus pergi ke ryokan, guna mengurus seorang yang harus ia pedulikan datang membawa luka dan hanya ingin diobati di ryokan saja.

Menitipkan secarik kertas permohonan kepada Tanjirou yang saat itu masih tertidur lelap di futon dadakan di ruang tamu adalah hal yang Kotoha harapkan.
Anak laki-laki seperti dirinya, pastilah orang paling bisa diandalkan untuk urusan rumah.

Selesai dengan itu, Kotoha lantas melaju memecah jalanan yang sedikit sunyi karena pagi masih malu untuk muncul.
Setidaknya, kurang dari sejam ia bisa sampai di tempat dimana ryokan miliknya berada.

Bertempat di tepi kota membuat segala suasana menjadi lebih mendukung untuk dijadikan sebagai tempat inap yang begitu privasi.
Gerbang pintu kayu terbuka, dan sekali lagi tak henti-hentinya Kotoha untuk bosan dengan jatuhnya beberapa kelopak bunga wisteria menghiasi kap mobilnya manakala pintu telah terbuka.

Memarkirkan di lahan luas kosong berhiaskan pohon wisteria di sekitar tembok gerbang, sementara tanahnya dipenuhi oleh batu apung, Kotoha lantas bergegas berjalan cepat menuju jalan setapak menuju gerbang yang akan membawanya masuk ke bangunan sebenarnya.

Melewati taman depan yang dipenuhi oleh tanaman-tanaman hijau serta beberapa pepohonan, hingga akhirnya pintu depan dari tempat ini terpampang di matanya.

Suara pintu yang dibuk, diikuti beberapa orang berseragam menyambut Kotoha, memberinya ucapan selamat datang dan mulai mengarahkannya menuju ruangan yang harus ia tuju sekarang.

Ruangan nona besar, Kocho Shinobu.

Terletak di lantai dua, Kotoha lantas memasuki kamar VVIP dari ryokan ini.

Setelah pintu Shoji digeser, aroma semerbak wangi melati menyambut, sebuah ruangan kamar megah lagi anggun yang sanggup memanjakan mata siapapun telah bersambut, tak lupa, sesosok orang yang akan ia temui hari ini.

Tertidur di atas lembaran futon hangat, sosoknya tampil jauh lebih buruk dari seharusnya.

Kotoha lantas menghampirinya, tak lupa sedikit intrupsi buat sosoknya yang tampak memerah dengan mata yang begitu berair.

"Nona Shinobu, bagaimana keadaan anda sekarang?"

"Kotoha," ujar si tuan putri lirih.

"Pelan-pelan saja nona, kalau boleh tahu bagaimana nona bisa seperti ini,"

Sempat sedikit enggan mengatakannya, namun akhirnya Shinobu pun buka suara.

"Seorang iblis membekukan tubuhku,"

"Oh ya? Dia pastilah iblis kuat,"

"Dan dia menitip pesan,"

"Pesan macam apa nona?"

"Dia menitip salam cinta, untuk kekasihnya,"

"Ouh, sungguh romantis sekali dia, tapi sayang dia iblis nona. Sekarang istirahatlah aku akan mengambil beberapa obat dan beberapa makanan,"

"Dan satu lagi,"

"Apa itu nona?"

"Dia akan datang ke kota ini,"

"Nona. Percayalah iblis itu akan mati sebelum dia bisa mengacau, baiklah saya akan ambilkan obat lalu menemani anda,"

...

Beberapa obat cair Kotoha keluarkan, roti panggang hangat dengan olesan selai buah, ditemani secangkir teh hangat nyatanya bisa membuat tubuh nona kecil ini menjadi lebih baik lagi.

Kotoha sendiri bertugas untuk membantunya meminum obat, menemaninya berbincang sambil sesekali memijat beberapa bagian tubuhnya sampai sang empu tertidur pulas, baru setelah itu dia akan pamit undur diri menuju ruang belakang.

Berbincang sebentar dengan anak-anak, lalu pergi pulang dengan pertimbangan jam  yang menunjukkan waktu yang tidak lagi cocok jika terus-menerus berada di ryokan.

Mengucap pamit, Kotoha secara singkat telah sampai menuju mobilnya yang terparkir dan memulai perjalanan pulangnya.
Menemui Inosuke dan Sherly, serta menanyakan kabar kepada Tanjirou yang ia amanahi.

Siaran radio di jam sepuluh malam tak henti-hentinya memberitahukan masyarakat untuk berhati-hati dengan serangan iblis liar yang sewaktu-waktu bisa saja mengamuk, dan Kotoha menampik hal itu dengan satu fakta lapangan.

"Semua iblis sudah diatur kapan mereka harus muncul. Terutama di kota-kota besar dan elite,"

Tak ayal jika peringatan seperti itu bagi Kotoha hanyalah propaganda agar para pemburu tetap melekat sebagai superhero di mata masyarakat, padahal aslinya mereka bisa saja bre***ek pada saat yang bersamaan.

Air hujan lantas mengguyur kota begitu lebat, jalanan malam yang sedikit sunyi membuat Kotoha kini mengeraskan suara dari radio mobil.

Mobil kemudian berhenti di sebuah perempatan, lampu merah menyuruhnya untuk diam sejenak sembari menghitung sekian detik agar mobilnya bisa melaju kembali.

Berita terkini sendiri hanya memuat beberapa berita tak penting seputar kehidupan manusia-manusia yang penuh dengan intrik.
Setidaknya sebelum sebuah siaran berita mengatakan hal paling mengejutkan.

"Sebuah video syur tersebar melalui DVD bajakan yang menampilkan beberapa oknum pemburu tengah menjajakan diri,"

Sejenak, perasaan tak mengenakan Kotoha rasakan.

Apakah ini saatnya? Era keruntuhan itu hadir?

Apakah dengan ini pula, Kotoha bisa menarik kedua anaknya dari pekerjaan ini?

Dan masih banyak lagi pertanyaan yang Kotoha lemparkan untuk setiap kemungkinan yang hadir.

Lampit kini berganti warna menjadi hijau, mempersilahkan Kotoha untuk bisa memajukan mobilnya, namun sebuah tragedi hampir saja menelan nyawanya manakala sebuah truk pengangkut barang yang tiba-tiba saja melintas perempatan dengan kecepatan tinggi hingga menabrak sesuatu, tepat sebelum akhirnya Kotoha akan menggerakan mobilnya sendiri.

Enggan untuk maju karena dia tahu, skenario semacam ini pastilah diluar prediksinya.
Dan seolah dikabulkan oleh semesta, kini Kotoha tahu apa penyebab truk tersebut melaju tak terkendali.

Sesosok humanoid misterius berjalan menuju tengah jalan.
Tubuh jangkungnya kini sedikit menciutkan nyali Kotoha, sosoknya berpakaian cukup parlente, dengan setelan jas hitam sedikit lusuh, berambut panjang berwarna merah menyala menutupi wajahnya, kulitnya sendiri berwarna abu-abu bagaikan sebuah abu hasil pembakaran, sementara perawakannya terlihat cukup kurus dengan tinggi badan mencapai 180 cm.

Tak bisa pula Kotoha prediksi apa jenis kelaminnya, hanya saja, Kotoha benar-benar dibuat bingung akan apa yang seharusnya ia lakukan untuk saat ini.

Kotoha sendiri membawa sepucuk pistol dan sebilah belati dibalik jaket tebal yang ia kenakan hari ini, namun jika lawannya saja sebegitu menyeramkannya, lantas apa dia bisa kabur dengan mudah?

"Keluar kau dari truk itu!" titah dari iblis berambut merah tersebut.

Tak lama, terdengar suara keras dari arah truk tersebut diiringi keluarnya satu entitas bukan manusia lagi dari truk tersebut.
Hanya saja kali ini, ia mengenal sosok entitas tersebut.

Sesosok pria tinggi berkulit pucat, berambut kuning pucat dengan noda merah di pucuk kepalanya, tak lupa senyum yang selalu terpatri di wajahnya.

Douma, si iblis yang sudah menjadi kekasihnya dahulu.

Dalam balutan jaket bulu berwarna putih, ia keluar menghampiri sang sosok berambut merah tersebut.

Di kedua tangannya telah tersedia sebuah kipas yang dilengkapi semacam mata pisau di setiap ujungnya.
Dan tanpa melakukan basa-basi terlebih dahulu, Douma langsung saja dihajar si rambut merah di bagian wajahnya hingga membuatnya terpental beberapa meter kebelakang, diikuti dengan sosok berambut merah tersebut yang kembali menyerang Douma kembali.

Menumpuk segala keraguan, Kotoha sendiri tidak yakin apakah dia harus ikut campur dalam urusan ini.
Mengingat, anak-anak pastilah sudah khawatir betul dengannya, namun, bagaimana dengan sosok yang begitu ia cintai dahulu yang kini tengah bertarung?

Pikirannya campur aduk, diikuti dengan beberapa kendaraan yang berbelok ke arahnya sambil ketakutan, menginterupsi Kotoha agar berbalik arah saja.

Namun, suara sirine nyaring membuatnya kini berani ambil pilihan.

Mengambil pistol khususnya, Kotoha kini memberanikan diri untuk turun dari mobil, berlari mengendap-endap menuju tempat pertarungan, lalu bersembunyi di bagian belakang truk.

Menghela nafas panjang adalah pilihannya, Kotoha kemudian melakukan bidikannya, mengarahkan pucuk pistolnya untuk menembak tepat di kepala si rambut merah.

Hanya saja, pertarungan yang bahkan koreografinya bukan untuk manusia membuatnya kesulitan sendiri.

Bayangkan sendiri saja, Douma secara masif mengeluarkan teknik darah iblisnya dan mulai membekukan daerah sekitarnya.
Ia mulai memanggil tumpukan salju yang menggunung, lapisan es yang menutupi jalanan aspal, hingga membekukan bangunan sekitar dengan es milikinya.

Sementara si iblis berambut merah tersebut merespon kemampuan Douma dengan kembali maju untuk melayangkan pukulannya ke muka Douma.
Namun segera dipotong tangan tersebut dengan kipas tajamnya.

Merasa diatas awan Douma lantas menusuk kerongkongan iblis tersebut menggunakan kipasnya hingga menembus leher belakangnya, selesai dengan itu ia lantas mencengkram erat wajah iblis tersebut dan kemudian membanting paksa si iblis ke jalanan aspal hingga jalanan tersebut retak.

Darah mengalir deras dari sana, mengeluarkan aroma khas dari cairan kental tersebut, membuat Douma tidak lagi puas.

Ia lantas melempar iblis itu ke udara, dan dengan tekniknya ia keluarkan berbagai macam duri-duri tajam dari es yang siap untuk menikam tubuh iblis malang tersebut.
Namun, kemampuan regenerasi sang iblis terlampau cepat.

Sebelum benar-benar tubuhnya menancap di atas beragam duri tajam tersebut, sang iblis dengan kekuatan fisiknya justru  menghancurkan bongkahan es tersebut lalu melesat menuju Douma, meninju kepalanya begitu keras hingga kepala sang empu terlempar saking jauhnya.

Tak cukup sampai disitu, si iblis kemudian mencopot paksa kedua lengan milik Douma, lalu menendang tubuh si iblis es tersebut hingga mencapai tempat di mana Kotoha bersembunyi.

Takut, gugup, serta marah bercampur menjadi satu.
Suara nafas yang sudah tidak lagi beraturan secara tidak sengaja justru menghantarkan Kotoha kepada masalah baru.

Dalam satu kedipan mata, sosok yang berusaha akan dia tembak justru sudah berdiri di depannya, dan dengan refleks yang begitu cepat, iblis tersebut lantas mencekiknya lalu mengangkat tubuh Kotoha hingga keduanya bisa bertatap langsung.

"Apa yang kau lakukan di sini? Ini bukan urusanmu,"

Tak dijawab oleh Kotoha, karena tipisnya pasokan udara yang ada, tapi bukannya melonggarkan cekikkannya, sang iblis justru mempererat lagi cekikkannya itu hingga membuat Kotoha tak dapat mengambil pasokan udara sama sekali.

"Aku sebenarnya cukup lapar malam ini, jadi, mungkin kau cukup lezat jika aku menjadikanmu makan malamku hari ini,"

Tak bisa melakukan banyak hal, membuat Kotoha hanya bisa menatap si iblis dengan raut wajah yang begitu pasrah.
Dan sekarang, ia bisa rasakan sendiri jika tubuhnya perlahan mulai melemah, diiringi dengan tatapannya yang mulai menghitam.

Kotoha kira, ini akan menjadi akhir dari hidupnya, setidaknya sebelum akhirnya ia menyadari sebuah sulur es yang secara tiba-tiba saja memotong pergelangan tangan si iblis lalu membawa tubuhnya menjauh dari iblis itu.

Dengan penglihatan yang buram itulah, sesosok wajah yang begitu familiar telah menyambut.

"Tampaknya kau sudah jauh lebih berani ya, Kotoha,"

Tak berkutik sudah Kotoha, tubuhnya seolah-olah disihir oleh masa lalu.
Kenangan nostalgia kini memenuhi isis kepalanya, menghantar tangis kecil yang keluar dari mulutnya.

Namun pengganggu itu masih ada, sosoknya dengan cepat berlari ke arah mereka berdua, namun belum sempat sosok itu menyerang Douma, sebuah pintu tiba-tiba muncul tepat di bawah kakinya.
Membuatnya jatuh ke dalam pintu itu, lalu menghilang bagai ditelan bumi.

Sedikit tak masuk akal memang, namun itulah yang Kotoha serta Douma lihat.

Dan kini, keduanya tengah saling bertatapan mata, memandang satu sama lain dengan emosi yang mereka rasakan sendiri-sendiri.

"Maafkan aku, ini sudah terlalu lama," ujar Douma dengan nada rendah.

"Tak apa, lagipula aku tak menyangka jika kau akan datang,"

"Ya, aku pun tak menyangka jika aku bertemu denganmu, rasanya seperti mimpi, namun, aku tak bisa berlama-lama,"

"Kenapa?"

"Para pemburu akan ke sini tak lama lagi, aku harus bersembunyi, sama seperti dulu,"

"Apa kita akan bertemu lagi?" tanya Kotoha harap-harap cemas.

"Tentu saja, aku bisa saja mengintai rumahmu dari kejauhan, sekarang, izinkan aku untuk bersembunyi,"

Senyum lantas merekah diantara keduanya.

Dan secara sepihak pula, Kotoha menganggukkan kepalanya tanda ia setuju akan kepergian Douma.

Mengerti akan hal itu, Douma lantas menurunkan tubuh Kotoha, lalu dengan cepat melompat cukup tinggi menuju atap bangunan lalu menghilang dalam kegelapan.

Mengisahkan Kotoha seorang, yang masih tersenyum senang, meski kini perasaan waswas menantinya.

Menanti akan datangnya skenario paling buruk buat semua hal yang berharga baginya.

TBC

Lagu yang digunakan: Mary On A Cross-Ghost.

Next Arc: Catch!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro